Optimalisasi Sektor Laut Belum Terlambat
A
A
A
JAKARTA - Fokus pemerintah mempriotaskan sektor laut sebagai sumber pendapatan negara mendapat dukungan dari berbagai pihak. Meski sektor ini lama tidak digarap secara maksimal, namun upaya pemerintah mengangkat kekayaan laut belum terlambat.
“Sekarang ini momentum bangsa Indonesia untuk memberdayakan segala potensi kemaritiman untuk kesejahteraan rakyat. Program ini harus kita dukung dan sama-sama ikut berperan untuk kepentingan bangsa,” ujar Presiden Direktur Rokan Group, Rustian di Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Menurutnya, ada 10 potensi ekonomi kelautan yang harus diperhatikan dan dikelola secara maksimal. Mulai dari perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, serta pertambangan dan energi.
Selain itu, sektor pariwisata bahari dan hutan mangrove harus dikelola baik untuk mendatangkan wisatawan mancanegara. Belum lagi potensi lain, seperti perhubungan laut, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, serta industri dan jasa maritim.
Dia mengatakan, potensi kelautan sudah terlalu lama didiamkan karena bangsa Indonesia terlena dengan kelimpahan minyak. Bangsa ini baru terkaget-kaget ketika minyak sudah nyaris habis.
“Barulah kita ingat bahwa rakyat nusantara ini memiliki kekayaan tak terkira di dalam laut. Selama ini, kita membiarkan hal itu dikeruk maling-maling dari mancanegara," terangnya.
Rustian menyebutkan, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 13 negara tetangga yang sangat rawan dengan pencurian hasil laut maupun darat berupa kayu dan penggeseran patok batas di darat maupun di laut.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperkirakan, jumlah kerugian akibat pencurian ikan mencapai Rp300 triliun per tahun. Sehingga, selama 10 tahun terakhir tidak kurang Rp3.000 triliun kekayaan laut Indonesia menjadi bancakan maling-maling dari luar negeri.
Menurut Susi, jumlah tersebut jauh lebih dari cukup untuk melunasi utang negara yang ‘hanya’ sebesar Rp2.600 triliun.
Perjalanan Rokan
Rustian semula bersama keluarga membangun industri perikanan di Bagan Siapi-api. Namun belakangan dia terjun ke bisnis sawit di bawah bendera Rokan group di Kalbar, Bengkulu, dan Riau.
Sewaktu masih mengembangkan industri perikanan, pada era Orde Baru, dia sudah mengingatkan agar pemerintah membangun intel maritim, namun ditolak.
“Intel maritim adalah bentuk komunikasi. Praksisnya, kapal-kapal nelayan nasional diberi peralatan canggih, sehingga begitu melihat ada kapal asing bisa langsung dilaporkan ke pusat pengendali,” katanya.
Ketika mengusulkan Intel maritim dulu, banyak yang memandang sepele. Pemerintah menganggap bahwa Rokan masih memikirkan hasil laut dan perkebunan, di mana teknologi sudah canggih bahkan sudah dapat mengirim pesawat ke bulan.
"Jadi komitmen kita untuk perikanan sudah ada sejak dulu tetapi baru saat ini menjadi perhatian pemerintah," ujarnya.
Rustian menuturjan, dulu Rokan sudah pernah meminta pemerintah menyediakan dan membekali nelayan dengan perlengkapan memadai seperti alat komunikasi yang canggih, teropong bahkan GPS.
Sebagai warga Bagan Siapi-api, Rustian paham benar masalah industri perikanan. Sebab, keluarga besarnya banyak berbisnis ikan laut. Dia kemudian mengembangkan bisnisnya di bidang perkebunan sawit.
Bagan siapi-api pernah menjadi pelabuhan perikanan terbesar di dunia dan nomor dua penghasil ikan dunia setelah Bergen, Norwegia.
Menurut catatan, dalam setahun ikan hasil tangkapan dari Bagansiapi-api mencapai sekitar 300.000 ton per tahun. Kini, menjadi era baru industri maritim. Pemerintah harus didukung sepenuhnya agar potensi laut dimanfaatkan seluruh rakyat, bukan maling-maling atau segelintir orang Indonesia yang mendukung pencurian ikan.
Sebagai informasi, Rokan merupakan perusahaan swasta yang dikenal sebagai perusahaan pejuang dan perintis terutama di Bengkulu dan Kalimantan Barat. Rokan yang membuka jalan di provinsi agar masyarakat sekitar dapat merasakan dampak positif dengan dibukakan jalan tersebut. Bahkan, saat ini menjadi jalan negara yang menghubungkan berbagai wilayah.
“Sekarang ini momentum bangsa Indonesia untuk memberdayakan segala potensi kemaritiman untuk kesejahteraan rakyat. Program ini harus kita dukung dan sama-sama ikut berperan untuk kepentingan bangsa,” ujar Presiden Direktur Rokan Group, Rustian di Jakarta, Selasa (23/12/2014).
Menurutnya, ada 10 potensi ekonomi kelautan yang harus diperhatikan dan dikelola secara maksimal. Mulai dari perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, serta pertambangan dan energi.
Selain itu, sektor pariwisata bahari dan hutan mangrove harus dikelola baik untuk mendatangkan wisatawan mancanegara. Belum lagi potensi lain, seperti perhubungan laut, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, serta industri dan jasa maritim.
Dia mengatakan, potensi kelautan sudah terlalu lama didiamkan karena bangsa Indonesia terlena dengan kelimpahan minyak. Bangsa ini baru terkaget-kaget ketika minyak sudah nyaris habis.
“Barulah kita ingat bahwa rakyat nusantara ini memiliki kekayaan tak terkira di dalam laut. Selama ini, kita membiarkan hal itu dikeruk maling-maling dari mancanegara," terangnya.
Rustian menyebutkan, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 13 negara tetangga yang sangat rawan dengan pencurian hasil laut maupun darat berupa kayu dan penggeseran patok batas di darat maupun di laut.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperkirakan, jumlah kerugian akibat pencurian ikan mencapai Rp300 triliun per tahun. Sehingga, selama 10 tahun terakhir tidak kurang Rp3.000 triliun kekayaan laut Indonesia menjadi bancakan maling-maling dari luar negeri.
Menurut Susi, jumlah tersebut jauh lebih dari cukup untuk melunasi utang negara yang ‘hanya’ sebesar Rp2.600 triliun.
Perjalanan Rokan
Rustian semula bersama keluarga membangun industri perikanan di Bagan Siapi-api. Namun belakangan dia terjun ke bisnis sawit di bawah bendera Rokan group di Kalbar, Bengkulu, dan Riau.
Sewaktu masih mengembangkan industri perikanan, pada era Orde Baru, dia sudah mengingatkan agar pemerintah membangun intel maritim, namun ditolak.
“Intel maritim adalah bentuk komunikasi. Praksisnya, kapal-kapal nelayan nasional diberi peralatan canggih, sehingga begitu melihat ada kapal asing bisa langsung dilaporkan ke pusat pengendali,” katanya.
Ketika mengusulkan Intel maritim dulu, banyak yang memandang sepele. Pemerintah menganggap bahwa Rokan masih memikirkan hasil laut dan perkebunan, di mana teknologi sudah canggih bahkan sudah dapat mengirim pesawat ke bulan.
"Jadi komitmen kita untuk perikanan sudah ada sejak dulu tetapi baru saat ini menjadi perhatian pemerintah," ujarnya.
Rustian menuturjan, dulu Rokan sudah pernah meminta pemerintah menyediakan dan membekali nelayan dengan perlengkapan memadai seperti alat komunikasi yang canggih, teropong bahkan GPS.
Sebagai warga Bagan Siapi-api, Rustian paham benar masalah industri perikanan. Sebab, keluarga besarnya banyak berbisnis ikan laut. Dia kemudian mengembangkan bisnisnya di bidang perkebunan sawit.
Bagan siapi-api pernah menjadi pelabuhan perikanan terbesar di dunia dan nomor dua penghasil ikan dunia setelah Bergen, Norwegia.
Menurut catatan, dalam setahun ikan hasil tangkapan dari Bagansiapi-api mencapai sekitar 300.000 ton per tahun. Kini, menjadi era baru industri maritim. Pemerintah harus didukung sepenuhnya agar potensi laut dimanfaatkan seluruh rakyat, bukan maling-maling atau segelintir orang Indonesia yang mendukung pencurian ikan.
Sebagai informasi, Rokan merupakan perusahaan swasta yang dikenal sebagai perusahaan pejuang dan perintis terutama di Bengkulu dan Kalimantan Barat. Rokan yang membuka jalan di provinsi agar masyarakat sekitar dapat merasakan dampak positif dengan dibukakan jalan tersebut. Bahkan, saat ini menjadi jalan negara yang menghubungkan berbagai wilayah.
(dmd)