Pengembangan Gedung Hemat Energi Antisipasi Perubahan Iklim

Rabu, 24 Desember 2014 - 12:08 WIB
Pengembangan Gedung Hemat Energi Antisipasi Perubahan Iklim
Pengembangan Gedung Hemat Energi Antisipasi Perubahan Iklim
A A A
Seiring perkembangan zaman, tren desain rumah tinggal semakin pesat. Sama pesatnya dengan perkembangan furnitur dan aksesori yang selalu mengikuti tren yang ada.

Hal itu terlihat dari bermunculannya konsep-konsep hunian, seperti minimalis, modern, klasik, dan mediterania. Namun dari semua tren yang ada, sebagian belum mengikuti standarstandar rumah tinggal yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Krisis lingkungan masih terjadi, dan hal ini akan berkembang secara terus-menerus apabila arsitek, pemilik rumah, dan pemerintah tidak bersatu.

Salah satu cara mengubahnya yaitu dengan menerapkan konsep green pada hunian, seperti memanfaatkan cahaya alami dan meminimalkan kebergantungan pada teknologi dan energi fosil. Mengingat global warming sudah menjadi isu dunia, perlu kesadaran dari tiap lapisan masyarakat.

Untuk mengantisipasi hal itu, berbagai kalangan sudah memiliki komitmen untuk menciptakan gedung perkantoran, hunian vertikal maupun hunian tapak yang ramah lingkungan. New Media Tower, salah satu bangunan di Universitas Multimedia Nusantara, mendapatkan penghargaan juara pertama sebagai Energy Efficient Building kategori Tropical Building dalam ASEAN Energy Award.

Sebelumnya, Tower tersebut juga dinilai sebagai gedung hemat energi terbaik pada 2013. Mengingat jumlah energi terbatas dan semakin lama semakin mahal, pihaknya menilai pembangunan gedung hemat energi merupakan sebuah keharusan.

“Dengan demikian, komponen biaya energi yang menjadi bagian paling besar dalam biaya operasional bisa ditekan. Desain kampus ini berusaha memaksimalkan pemanfaatan energi alami,” ungkap Wakil Rektor UMN Andrey Andoko beberapa waktu lalu.

Sementara pengembang properti Sinar Mas Land mengembangkan The Breeze BSD City, pusat lifestyle pertama di Indonesia dengan desain hemat energi. Lifestyle center yang terletak di kawasan BSD Green Office Park-BSD City ini, hadir dengan konsep baru yakni, open air lifestyle.

Ishak Chandra Managing Director Corporate Strategy and Services Sinar Mas Land mengatakan, mal tanpa dinding tersebut dibangun dengan mengacu pada pentingnya pelestarian lingkungan yang selama ini telah menjadi komitmen Sinar Mas Land.

Aspek alami seperti danau dan taman-taman hijau dipadukan dengan arsitektur sebuah lifestyle center. Betapa krusialnya isu energi, sebuah lokakarya energi keberlanjutan dan dekarbonisasi baru saja digelar di Jakarta pada 26-27 November 2014 lalu.

Kegiatan ini merupakan kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia dengan United Nation Sustainable Development Solutions Network (UN-SDSN) dan bagian program Partner for Solutions Regional Worshop lembaga PBB ini.

Mengambil tema Priorities and Pathway for Sustainable Energy and Deep Decarbonization in Indonesia, workshop ini yang diselenggarakan UN-SDSN Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Indonesia Damai, Monash University, dan Universitas Indonesia ini mendapat respons besar seperti terlihat dari kehadiran para akademisi dan praktisi berbagai negara dan lembaga internasional.

Indonesia adalah salah satu negara yang akan tertimpa risiko besar gejala perubahan iklim (climate change ) akibat pemanasan global yang berasal dari efek gas rumah kaca (GRK). Data IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menyebutkan, tanpa ada upaya menurunkan tingkat polusi CO2 secara global, Indonesia akan mengalami kenaikan suhu 1,8 sampai 4 derajat Celsius pada 2050.

Terkait hal itu, analisa Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), dengan skenario kenaikan 50 cm tinggi muka air laut, Indonesia berpotensi kehilangan lahan pertanian 322.091 hektare atau 4,67%. Lebih lanjut, ada sekitar 40 juta warga Indonesia yang bermukim dalam jarak 10 m dari garis pesisir yang terancam perubahan naiknya permukaan air laut.

Selain itu, hasil riset Bank Dunia menunjukkan Indonesia akan mengalami kenaikan curah hujan 2-3% per tahun yang meningkatkan risiko banjir secara signifikan. Oleh karena itu, komitmen pemerintah mengurangi polusi CO2 sebesar 26% pada 2020 patut mendapat dukungan semua pihak.

Tidak hanya sebagai partisipasi atau bentuk tanggung jawab sebagai warga dunia, ini adalah kebutuhan Indonesia sendiri untuk mengurangi risiko kerugian dari gejala pemanasan global. Sebagai implementasinya, pada 2011 pemerintah telah mengeluarkan Perpres No.61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK dan Perpres No 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional, termasuk ikut aktif dalam lembaga United Nation Sustainable Development Solution Network (UNSDSN).

UN-SDSN adalah lembaga yang dibentuk Sekretaris Jenderal PBB Bon Kimoon pada 2012 lalu. Di Indonesia, kehadiran SDSN ditandai dengan peluncuran SDSN Indonesia oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Oktober 2013, bersamaan dengan pertemuan kepala negara APEC.

Indonesia juga ditunjuk sebagai regional hub UN-SDSN kawasan Asia Tenggara. “Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang berpeluang besar memainkan peran penting dalam isu pembangunan berkelanjutan atau sustainable development ,” kata Member Council UN-SDSN Dr. Mari Elka Pangestu. Beberapa tahun ke depan, Indonesia sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi tinggi untuk bisa mengatasi berbagai masalah, termasuk menurunkan angka kemiskinan yang kini masih 11%.

Pemerintah menargetkan angka kemiskinan ini harus bisa diturunkan minimal menjadi 4% pada 2025. Terkait dengan hal itu, Indonesia membutuhkan pasokan energi yang besar untuk menggerakkan berbagai sektor ekonomi, termasuk untuk memenuhi konsumsi untuk rumah tangga. Fakta menunjukkan, selama ini pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia selalu lebih besar pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, sebagian besar suplai energi masih berasal dari bahan bakar fosil yang merupakan salah satu penyumbang terbesar emisi CO2 (karbon) yang merupakan pemicu munculnya efek GRK. Tidak kurang dari 19% emisi CO2 di Indonesia berasal dari pembakaran bahan bakar fosil untuk energi di berbagai sektor ekonomi.

Dari 189 Mtoe pasokan energi primer pada tahun 2011, minyak menyumbang hampir setengah di 46,3%, batu bara (26,1%), gas alam (20,4%), biomassa komersial (3,4%), hidro (2,4%), dan panas bumi (1,3%). Konsumen energi utama adalah industri (46,1%) dan transportasi (35,6%). Sisanya dibagi oleh perumahan (11%), komersial (4,2%), dan pertanian, pertambangan dan konstruksi (3,2%).

Data itu memberikan gambaran, tanpa ada upaya yang efektif, ke depan Indonesia akan terus menghadapi dilema, di satu sisi membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, di sisi lain menghadapi ancaman emisi CO2 yang akan merusak lingkungan dan bisa menghancurkan hasil pembangunan dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

Oleh karena itu, seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Bambang Bojonegoro, menggunakan pendekatan sustainability dalam pendekatan pembangunan merupakan suatu keharusan. “Bagi Indonesia, menjaga keberlanjutan pembangunan adalah keharusan termasuk keberlanjutan lingkungan hidup. Apa yang dilakukan SDSN melalui Partnership for Solution Regional Workshop ini sangat mendukung program sustainability development di Indonesia. Kita harapkan, langkah ini terus dilanjutkan untuk mendorong Indonesia bergerak ke level yang lebih tinggi,” kata Bambang.

Menurut Bambang, salah satu upaya yang akan dilakukan pemerintah untuk mengurangi emisi CO2 adalah melalui kebijakan energi yang lebih mengedepankan mengurangi ketergantungan kepada energi alternatif yang berbasis gas dan biofuel.

Anton c
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7081 seconds (0.1#10.140)