Target Pertumbuhan Ekonomi Terlalu Optimistis

Jum'at, 26 Desember 2014 - 11:23 WIB
Target Pertumbuhan Ekonomi...
Target Pertumbuhan Ekonomi Terlalu Optimistis
A A A
JAKARTA - Target pertumbuhan ekonomi yang dipatok tetap 5,8% dalam asumsi makro ekonomi yang akan diajukan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 dinilai terlalu optimistis.

Dalam sidang kabinet paripurna yang dilaksanakan Rabu (24/12), pemerintah mengubah hampir seluruh asumsi makroekonomi, kecuali target pertumbuhan. Pemerintah mengubah asumsi inflasi dari 4,4% menjadi 5%; lalu nilai tukar rupiah dari Rp11.900 menjadi Rp12.200 per dolar AS;

lifting minyak dari 900.000 barel per hari (bph) menjadi 849.000 bph; lifting gas dari 1,248 juta barel setara minyak (boepd) menjadi 1,12 juta boepd; harga minyak Indonesia (ICP) dari USD105 per barel menjadi USD70 per barel; dan suku bunga SPN 3 bulan dari 6% menjadi 6,2%.

Pengamat ekonomi dari Indef Enny Sri Hartati mengatakan, ada beberapa variabel yang tidak mendukung untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 5,8%. “Pertumbuhan ekonomi masih terlalu optimistis, kecuali kalau memang betulbetul all out,” ujarnya kepada KORAN SINDO, kemarin.

Menurut dia, investasi yang diharapkan pemerintah tidak dapat serta merta dapat dinikmati hasilnya di 2015, meski aliran investasi di sektor riil diharapkan dapat mendorong peningkatan lapangan kerja dan mendorong konsumsi domestik. Sementara, konsumsi dan belanja pemerintah yang memang bisa menopang pertumbuhan ekonomi, dinilai hanya akan mampu menopang pertumbuhan di kisaran 5,5% sampai 5,6%.

Enny juga mengkritik tingkat suku bunga SPN 3 bulan yang masih dipatok di kisaran 6%. Menurutnya, ini menandakan pemerintah masih akan menggantungkan pembiayaan dari utang. Idealnya, jika pemerintah memang tidak ingin bergantung pada utang, tingkat bunga SPN harus di bawah 6%.

Sementara beberapa asumsi lain menurutnya cukup realistis, seperti nilai tukar yang kisarannya diperkirakan masih di sekitar Rp12.000 per dolar AS. Selain itu tingkat inflasi di kisaran 5% cukup masuk akal karena tahun depan diperkirakan tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) lagi.

“Namun yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan kenaikan harga gas elpiji dan kenaikantariflistrik,” imbuhnya. Selain itu, Enny mengingatkan kemungkinan defisit neraca perdagangan. Pasalnya, kenaikan investasi diperkirakan akan mendorong peningkatan impor, utamanya bahan baku. Oleh karena itu, pemerintah harus terus menggenjot industri substitusi impor, serta terus menggalakkan hilirisasi.

Dia juga mengingatkan, pemerintah untuk terus melakukan konversi energi dan diversifikasi energi untuk menekan impor minyak dan produk minyak. Senada dengannya, ekonom dari Econit Hendri Saparini mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun depan diperkirakan hanya di kirasan 5,3% hingga 5,6%.

“Artinya, kalau 5,8% harus ada effort yang lebih keras, dengan strategi yang lebih detail,” kata dia. Menurutnya pemerintahharus memperjelas fokus strategi pertumbuhan tahun depan, apakah dari konsumsi, belanja pemerintah, atau investasi. Pertumbuhan konsumsi diperkirakan di kisaran 5% dan sulit untuk didorong lebih tinggi lagi.

Karena itu, pemerintah harus mendorong pertumbuhan investasi dan harus dapat menangkap peluang pengalihan investasi dari negara-negara yang mengalami pelambatan, antara lain China dan Jepang. Kemudian, Hendri juga mengingatkan pemerintah tentang kenaikan suku bunga The Fed yang akan berdampak pada pelemahan nilai tukar.

“Nilai tukar juga akan melemah di atas Rp12.000 per dolar AS. Inflasi juga tidak akan mudah dikelola di 5%, menurut kami 5–6%. Itu yang terlalu optimistis,” kata dia. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro seusai sidang kabinet mengungkapkan, pemerintah tetap yakin mampu mencapai pertumbuhan yang diharapkan. Menurut dia, Kepala Negara telah memberikan sejumlah masukan kepada para menteri dalam rangka penyusunan anggaran negara tahun depan.

Di antara arahan yang ditekankan dalam penetapan anggaran tersebut adalah fokus pemerintah dalam peningkatan anggaran infrastruktur dan pangan. Terkait dengan itu, Bambang mengatakan bahwa pemerintah berhasil mengoptimalisasi penerimaan melalui peningkatan pajak, ditambah dengan tambahan ruang fiskal yang tercipta akibat pengalihan subsidi dan juga penurunan harga minyak, akan mendukung pelaksanaan arahan tersebut.

Ria martati/Rarasati syarief
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0776 seconds (0.1#10.140)