Jokowi Diminta Kembali ke Kebijakan Defisit Siklis
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini menuturkan, meski anggaran belanja pemerintah pada tahun ini tumbuh tinggi, namun perannya dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi masih sangat terbatas.
Dari sisi belanja, menurut dia, kualitas belanja pemerintah masih mengikuti pola lama, sehingga menjadi kurang memberikan multiplier bagi ekonomi.
Anggaran belanja pemerintah pada APBN-P 2014 mencapai Rp1.876,9 triliun atau meningkat rata-rata 15% per tahun dari tahun 2010 sebesar Rp1.042.1 triliun.
"Program dan anggaran penanggulan kemiskinan dan pengangguran sangat banyak, namun penurunan jumlah penduduk miskin dan pengangguran semakin minim dari tahun ke tahun," kata dia.
Hendri menjelaskan, pola penyusunan APBN selama ini selalu didesain defisit, sehingga membuat stok utang pemerintah semakin tinggi. Pada APBN-P 2014, defisit ditetapkan sebesar 2,5% dari PDB.
Belanja yang bersifat ekspansif ini dimaksudkan agar APBN dapat mengakselarasi pertumbuhan ekonomi (mencapai full employment).
Menurut Hendri, pemerintah Jokowi seharusnya melakukan perbaikan dalam struktur anggaran karena APBN telah mengalami defisit yang bersifat struktural, sehingga membuat stok utang pemerintah semakin menumpuk.
"Apalagi sejak tahun 2012, keseimbangan primer APBN sudah negatif. Dengan kata lain, pendapatan negara sudah tidak mampu membayar biaya bunga utang dan cicilannya, sehingga pemerintah harus menambah utang untuk membayar bunga dan pokok utang," terang dia.
Diharapkan kabinet kerja Jokowi mengembalikan kebijakan defisit anggaran ke kebijakan defisit siklis, yakni kebijakan defisit yang dilakukan hanya pada saat perekonomian mengalami kontraksi.
Apalagi ke depan, global mengarah pada iklim suku bunga tinggi dan saat ini yield obligasi pemerintah merupakan salah satu tertinggi di Asia.
Dari sisi belanja, menurut dia, kualitas belanja pemerintah masih mengikuti pola lama, sehingga menjadi kurang memberikan multiplier bagi ekonomi.
Anggaran belanja pemerintah pada APBN-P 2014 mencapai Rp1.876,9 triliun atau meningkat rata-rata 15% per tahun dari tahun 2010 sebesar Rp1.042.1 triliun.
"Program dan anggaran penanggulan kemiskinan dan pengangguran sangat banyak, namun penurunan jumlah penduduk miskin dan pengangguran semakin minim dari tahun ke tahun," kata dia.
Hendri menjelaskan, pola penyusunan APBN selama ini selalu didesain defisit, sehingga membuat stok utang pemerintah semakin tinggi. Pada APBN-P 2014, defisit ditetapkan sebesar 2,5% dari PDB.
Belanja yang bersifat ekspansif ini dimaksudkan agar APBN dapat mengakselarasi pertumbuhan ekonomi (mencapai full employment).
Menurut Hendri, pemerintah Jokowi seharusnya melakukan perbaikan dalam struktur anggaran karena APBN telah mengalami defisit yang bersifat struktural, sehingga membuat stok utang pemerintah semakin menumpuk.
"Apalagi sejak tahun 2012, keseimbangan primer APBN sudah negatif. Dengan kata lain, pendapatan negara sudah tidak mampu membayar biaya bunga utang dan cicilannya, sehingga pemerintah harus menambah utang untuk membayar bunga dan pokok utang," terang dia.
Diharapkan kabinet kerja Jokowi mengembalikan kebijakan defisit anggaran ke kebijakan defisit siklis, yakni kebijakan defisit yang dilakukan hanya pada saat perekonomian mengalami kontraksi.
Apalagi ke depan, global mengarah pada iklim suku bunga tinggi dan saat ini yield obligasi pemerintah merupakan salah satu tertinggi di Asia.
(rna)