Harga Premium Akan Dinaikan hingga Capai Harga Keekonomian
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium pada awal tahun depan hingga mencapai harga keekonomian.
Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin mengatakan, rencananya penghapusan subsidi BBM jenis premium ini akan dilaksanakan pada 1 Januari 2015. Artinya, BBM jenis premium akan mengikuti fluktuasi harga minyak dunia.
"Tinggal menunggu Peraturan Presiden. Saat ini, masih dibahas di Kemenko (Perekonomian), mungkin hari ini sudah diteken. Kalau tidak hari ini, mungkin besok," kata dia di Jakarta, Senin (29/12/2014).
Menurut Naryanto, pemerintah pada awal tahun depan juga akan menerapkan subsidi tetap untuk BBM bersubsidi jenis solar. Adapun saat ini perhitungan masih dibahas di Kementerian Keuangan.
"Itu merupakan opsi kedua besarannya Rp500-Rp1.000 per liter. Harga jual solar nanti berfluktuasi (menyesuaikan harga minyak dunia)," kata Naryanto.
Naryanto menjelaskan, alasannya kenapa pemerintah tetap memberikan subsidi tetap BBM jenis solar, sedangkan premium tidak disubsidi sama sekali. Dia berdalih bahwa BBM jenis solar masih digunakan untuk kalangan menengah ke bawah. Meski demikian pemerintah tidak akan memberikan subsidi bagi pelaku industri.
"Saat ini sedang dibahas patokan harga minyaknya nanti bagaimana kalau naik atau turun. Kita masih bahas harga patokannya," kata Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas tersebut.
Di sisi lain, Naryanto mengungkapkan terkait penghapusan premium tidak bisa diterapkan segera karena masih terkendala kilang milik PT Pertamina (Persero).
"Saat ini mayoritas kilang hanya mampu memproduksi BBM kualitas rendah. Jadi, saya kira premium dengan RON 88 masih tetap ada tahun depan," ungkap Naryanto.
Tim Reformasi Tata Kelola Migas diketahui telah merekomendasikan agar impor RON 88 atau setara premium dihapus. Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Djoko Siswanto mengatakan, rekomendasi penghapusan premium agar bisnis PT Pertamina (persero) kuat terutama di negeri sendiri.
Di samping itu, penghapusan premium akan menguntungkan masyarakat karena konsumsi akan jauh pebih bagus ketimbang premium.
"Kita mendorong Pertamina untuk memproduksi BBM dengan kualitas yang jauh lebih baik dari RON 88 menjadi RON 92. Masyarakat juga tentunya diuntungkan karena mendapatkan BBM yang kualitasnya lebih baik yakni dari RON 88 ke RON 92," katanya.
Dia mengatakan bahwa setiap badan usaha yang mendistribusikan BBM diberikan peluang oleh pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk menyalurkan BBM bersubsidi. Bila pemerintah menyetujui BBM bersubsidi diganti pertamax, maka badan usaha bisa ikut lelang terbuka untuk menjadi perusahaan yang ikut bersama Pertamina menyalurkan pertamax bersubsidi.
Sebagai informasi, Pemerintah telah memutuskan dua badan usaha, yaitu Pertamina dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), mendistribusikan BBM subsidi tahun depan dengan kuota BBM sebesar 46 juta kiloliter. Kuota BBM bersubsidi tersebut sama dengan tahun ini.
Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin mengatakan, rencananya penghapusan subsidi BBM jenis premium ini akan dilaksanakan pada 1 Januari 2015. Artinya, BBM jenis premium akan mengikuti fluktuasi harga minyak dunia.
"Tinggal menunggu Peraturan Presiden. Saat ini, masih dibahas di Kemenko (Perekonomian), mungkin hari ini sudah diteken. Kalau tidak hari ini, mungkin besok," kata dia di Jakarta, Senin (29/12/2014).
Menurut Naryanto, pemerintah pada awal tahun depan juga akan menerapkan subsidi tetap untuk BBM bersubsidi jenis solar. Adapun saat ini perhitungan masih dibahas di Kementerian Keuangan.
"Itu merupakan opsi kedua besarannya Rp500-Rp1.000 per liter. Harga jual solar nanti berfluktuasi (menyesuaikan harga minyak dunia)," kata Naryanto.
Naryanto menjelaskan, alasannya kenapa pemerintah tetap memberikan subsidi tetap BBM jenis solar, sedangkan premium tidak disubsidi sama sekali. Dia berdalih bahwa BBM jenis solar masih digunakan untuk kalangan menengah ke bawah. Meski demikian pemerintah tidak akan memberikan subsidi bagi pelaku industri.
"Saat ini sedang dibahas patokan harga minyaknya nanti bagaimana kalau naik atau turun. Kita masih bahas harga patokannya," kata Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas tersebut.
Di sisi lain, Naryanto mengungkapkan terkait penghapusan premium tidak bisa diterapkan segera karena masih terkendala kilang milik PT Pertamina (Persero).
"Saat ini mayoritas kilang hanya mampu memproduksi BBM kualitas rendah. Jadi, saya kira premium dengan RON 88 masih tetap ada tahun depan," ungkap Naryanto.
Tim Reformasi Tata Kelola Migas diketahui telah merekomendasikan agar impor RON 88 atau setara premium dihapus. Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Djoko Siswanto mengatakan, rekomendasi penghapusan premium agar bisnis PT Pertamina (persero) kuat terutama di negeri sendiri.
Di samping itu, penghapusan premium akan menguntungkan masyarakat karena konsumsi akan jauh pebih bagus ketimbang premium.
"Kita mendorong Pertamina untuk memproduksi BBM dengan kualitas yang jauh lebih baik dari RON 88 menjadi RON 92. Masyarakat juga tentunya diuntungkan karena mendapatkan BBM yang kualitasnya lebih baik yakni dari RON 88 ke RON 92," katanya.
Dia mengatakan bahwa setiap badan usaha yang mendistribusikan BBM diberikan peluang oleh pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk menyalurkan BBM bersubsidi. Bila pemerintah menyetujui BBM bersubsidi diganti pertamax, maka badan usaha bisa ikut lelang terbuka untuk menjadi perusahaan yang ikut bersama Pertamina menyalurkan pertamax bersubsidi.
Sebagai informasi, Pemerintah telah memutuskan dua badan usaha, yaitu Pertamina dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), mendistribusikan BBM subsidi tahun depan dengan kuota BBM sebesar 46 juta kiloliter. Kuota BBM bersubsidi tersebut sama dengan tahun ini.
(rna)