OJK Prediksi Aset Industri Keuangan Nonbank Tumbuh 20%
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis industri keuangan nonbank (IKNB) mampu mencatatkan pertumbuhan aset hingga 20% pada tahun depan. Sektor asuransi dan pembiayaan akan menjadi penggerak utama pertumbuhan.
Hingga kuartal tiga 2014, sektor asuransi mencatatkan aset sebesar Rp733,9 triliun atau tumbuh 18,09%. Sementara Dana pensiun sebesar Rp180,22 triliun atau tumbuh 9,97%.
Lembaga pembiayaan mencatatkan aset sebesar Rp439,81 triliun atau tumbuh 19,44%. Lembaga jasa keuangan lain sebesar Rp110,36 triliun. Industri jasa penunjang IKNB sebesar Rp4,94 triliun.
Sehingga, posisi total aset IKNB menyumbang sebesar Rp1.469,24 Triliun per kuartal tiga 2014. Masih kecil dibandingkan Bank Rp4.811,75 triliun atau pasar modal sebesar Rp5.701,41 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Firdaus Djaelani mengatakan, tahun depan akan terjadi pertumbuhan di industri asuransi dan pembiayaan. Walaupun tren lesu terjadi di tahun ini namun diharapkan ke depan jadi penggerak pertumbuhan di tahun depan.
"Kami berharap, pertumbuhan aset mencapai 15%-20% di tahun depan,” ujar Firdaus beberapa waktu lalu di Jakarta.
Di industri asuransi jiwa, misalnya, pendapatan preminya cuma tumbuh tipis 2% hingga kuartal ketiga ini. Begitu pula dengan pertumbuhan sektor pembiayaan yang melambat menjadi hanya 5% atau jauh dari target pelaku industri yang sekitar 10%. Lini bisnis pembiayaan alat berat menjadi beban terberat pelaku industri.
"Untuk pembiayaan memang melambat kemungkinan karena penurunan permintaan kredit kendaraan bermotor akibat aturan LTV. Sementara dana pensiun harus bersaing dengan BPJS Tenaga kerja dan menunggu revisi regulasi soal pungutannya," ujarnya.
Namun sektor pembiayaan disebutnya sudah diberikan kelonggaran dengan menggarap produk yang lebih variatif. Mulai dari penyaluran modal kerja hingga produk keuangan seperti reksadana. Perbankan juga membutuhkan pembiayaan untuk berkerjasama dalam menyalurkan kredit. Sehingga diharapkan bank bisa kembangkan branchless banking.
"Produknya sudah lebih variatif. Tantangannya ada di permodalan. Sebaiknya mereka bisa kombinasikan sumber kredit perbankan dan obligasi. Saat ini memang mereka masih andalkan kredit luar negeri karena lebih murah. Tidak apa asalkan ada lindung nilai," jelas Firdaus.
Sementara untuk asuransi umum masih membukukan pertumbuhan premi sekitar 14,8% pada kuartal ketiga ini. Industri keuangan non bank menghadapi tahun yang berat di sepanjang tahun ini, terutama bagi industri pembiayaan, dan asuransi yang umumnya dominan menggerakkan pertumbuhan.
Di industri pembiayaan terganjal dengan perlambatan permintaan pembiayaan otomotif dan produksi otomotif. Belum lagi aturan pembatasan uang muka atau LTV. Padahal, lini usaha pembiayaan otomotif yang dikategorikan sebagai pembiayaaan konsumen mendominasi bisnis industri pembiayaan sekitar 65%.
Regulator akan memperbolehkan industri multifinance menyalurkan pembiayaan multiguna kepada debitur sebagai bagian dari memperluas kegiatan usaha. Contoh pembiayaan multiguna tersebut antara lain pembiayaan untuk sekolah atau keperluan ibadah haji. Pengaturan mengenai pembiayaan multiguna tersebut disiapkan dalam peraturan baru yang merupakan revisi dari PMK No 84/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Pada saat ini, perusahaan pembiayaan hanya diperkenankan melakukan bisnis pembiayaan konsumen, anjak piutang, sewa guna usaha dan kartu kredit. Perusahaan pembiayaan belum diperkenankan menyalurkan pembiayaan multiguna.
Selain pembiayaan multiguna, regulator bakal memperbolehkan industri multifinance menyalurkan pembiayaan kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Rencana tersebut dianggap regulator sebagai bagian dari upaya memperbesar UMKM.
Sementara, di industri asuransi jiwa, perlambatan pertumbuhan diklaim karena kondisi pasar dan angka tertanggung yang menurun tajam. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), premi lanjutan memberikan kontribusi positif dengan pertumbuhan 22,7%, namun premi bisnis baru turun 9,6%. Hal ini dikarenakan jumlah tertanggungnya merosot 37,9% menjadi hanya 54,51 juta orang.
Sementara, industri dana pensiun, pertumbuhannya nyaris lambat dari tahun ke tahun dikarenakan jumlah pelakunya tidak mengalami peningkatan.
“Pertumbuhan industri dana pensiun memang agak lambat jika dibandingkan industri non bank lainnya. Karenanya, kami ingin segera buatkan Undang-undangnya untuk mendorong pertumbuhan,” tandas Firdaus.
Hingga kuartal tiga 2014, sektor asuransi mencatatkan aset sebesar Rp733,9 triliun atau tumbuh 18,09%. Sementara Dana pensiun sebesar Rp180,22 triliun atau tumbuh 9,97%.
Lembaga pembiayaan mencatatkan aset sebesar Rp439,81 triliun atau tumbuh 19,44%. Lembaga jasa keuangan lain sebesar Rp110,36 triliun. Industri jasa penunjang IKNB sebesar Rp4,94 triliun.
Sehingga, posisi total aset IKNB menyumbang sebesar Rp1.469,24 Triliun per kuartal tiga 2014. Masih kecil dibandingkan Bank Rp4.811,75 triliun atau pasar modal sebesar Rp5.701,41 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Firdaus Djaelani mengatakan, tahun depan akan terjadi pertumbuhan di industri asuransi dan pembiayaan. Walaupun tren lesu terjadi di tahun ini namun diharapkan ke depan jadi penggerak pertumbuhan di tahun depan.
"Kami berharap, pertumbuhan aset mencapai 15%-20% di tahun depan,” ujar Firdaus beberapa waktu lalu di Jakarta.
Di industri asuransi jiwa, misalnya, pendapatan preminya cuma tumbuh tipis 2% hingga kuartal ketiga ini. Begitu pula dengan pertumbuhan sektor pembiayaan yang melambat menjadi hanya 5% atau jauh dari target pelaku industri yang sekitar 10%. Lini bisnis pembiayaan alat berat menjadi beban terberat pelaku industri.
"Untuk pembiayaan memang melambat kemungkinan karena penurunan permintaan kredit kendaraan bermotor akibat aturan LTV. Sementara dana pensiun harus bersaing dengan BPJS Tenaga kerja dan menunggu revisi regulasi soal pungutannya," ujarnya.
Namun sektor pembiayaan disebutnya sudah diberikan kelonggaran dengan menggarap produk yang lebih variatif. Mulai dari penyaluran modal kerja hingga produk keuangan seperti reksadana. Perbankan juga membutuhkan pembiayaan untuk berkerjasama dalam menyalurkan kredit. Sehingga diharapkan bank bisa kembangkan branchless banking.
"Produknya sudah lebih variatif. Tantangannya ada di permodalan. Sebaiknya mereka bisa kombinasikan sumber kredit perbankan dan obligasi. Saat ini memang mereka masih andalkan kredit luar negeri karena lebih murah. Tidak apa asalkan ada lindung nilai," jelas Firdaus.
Sementara untuk asuransi umum masih membukukan pertumbuhan premi sekitar 14,8% pada kuartal ketiga ini. Industri keuangan non bank menghadapi tahun yang berat di sepanjang tahun ini, terutama bagi industri pembiayaan, dan asuransi yang umumnya dominan menggerakkan pertumbuhan.
Di industri pembiayaan terganjal dengan perlambatan permintaan pembiayaan otomotif dan produksi otomotif. Belum lagi aturan pembatasan uang muka atau LTV. Padahal, lini usaha pembiayaan otomotif yang dikategorikan sebagai pembiayaaan konsumen mendominasi bisnis industri pembiayaan sekitar 65%.
Regulator akan memperbolehkan industri multifinance menyalurkan pembiayaan multiguna kepada debitur sebagai bagian dari memperluas kegiatan usaha. Contoh pembiayaan multiguna tersebut antara lain pembiayaan untuk sekolah atau keperluan ibadah haji. Pengaturan mengenai pembiayaan multiguna tersebut disiapkan dalam peraturan baru yang merupakan revisi dari PMK No 84/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Pada saat ini, perusahaan pembiayaan hanya diperkenankan melakukan bisnis pembiayaan konsumen, anjak piutang, sewa guna usaha dan kartu kredit. Perusahaan pembiayaan belum diperkenankan menyalurkan pembiayaan multiguna.
Selain pembiayaan multiguna, regulator bakal memperbolehkan industri multifinance menyalurkan pembiayaan kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Rencana tersebut dianggap regulator sebagai bagian dari upaya memperbesar UMKM.
Sementara, di industri asuransi jiwa, perlambatan pertumbuhan diklaim karena kondisi pasar dan angka tertanggung yang menurun tajam. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), premi lanjutan memberikan kontribusi positif dengan pertumbuhan 22,7%, namun premi bisnis baru turun 9,6%. Hal ini dikarenakan jumlah tertanggungnya merosot 37,9% menjadi hanya 54,51 juta orang.
Sementara, industri dana pensiun, pertumbuhannya nyaris lambat dari tahun ke tahun dikarenakan jumlah pelakunya tidak mengalami peningkatan.
“Pertumbuhan industri dana pensiun memang agak lambat jika dibandingkan industri non bank lainnya. Karenanya, kami ingin segera buatkan Undang-undangnya untuk mendorong pertumbuhan,” tandas Firdaus.
(dmd)