Maskapai Rusia Tertekan Penurunan Rubel
A
A
A
MOSKOW - Berbagai maskapai internasional mungkin diuntungkan dengan penurunan harga minyak. Meski demikian, melemahnya rubel mengakibatkan tekanan keuangan bagi semua maskapai asal Rusia yang pengeluarannya dihitung dengan mata uang asing.
Nilai rubel turun hingga 40% pada tahun ini terhadap dolar dan euro, sebagian besar akibat penurunan harga minyak hingga setengahnya dalam enam bulan terakhir. Sementara, ekonomi Rusia sangat bergantung pada ekspor minyak. Lantaran biaya bahan bakar mencakup seperempat dari biaya penerbangan, sebagian besar maskapai di dunia akan mengalami peningkatan laba akibat penurunan harga minyak.
Maskapai Rusia juga diuntungkan dengan penurunan harga minyak. Meski demikian, keuntungan itu harus digunakan untuk membayar semua tagihan pengeluaran akibat turunnya nilai rubel. Lalu lintas di rute-rute internasional paling menguntungkan mereka telah turun saat warga Rusia berhenti berjalanjalan akibat turunnya daya beli mereka. Adapun harga tiket naik dua kali hingga 10%.
Selain itu, sejumlah maskapai asal Rusia harus mempertimbangkan biaya dalam mata uang asing, yang sebagian besar untuk membayar leasing pesawat. Tagihan sewa pesawat pun naik hampir dua kali lipat dalam rubel, saat mata uang Rusia itu melemah. Menurut Deutsche Bank, maskapai utama Rusia, Aeroflot, memiliki 90% pendapatan yang dihitung dengan rubel. Adapun 60% biayanya dihitung dengan mata uang asing.
“Situasinya sangat serius. Hasilnya tentu saja karena penurunan lalu lintas tidak dapat dihindari, mereka harus mengembalikan pesawat-pesawat kepada para penyewa, mengurangi biaya mata uang asing, dan mengurangi jumlah pesawat dan penerbangan,” sebut Oleg Panteleyev, pemimpin redaksi website penerbangan AviaPort , dikutip kantor berita AFP.
Dengan lalu lintas yang naik 15%-20% per tahun dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah maskapai Rusia harus menyewa dan memesan pesawat baru dari Airbus dan Boeing untuk mengganti armada mereka yang telah tua dan boros bahan bakar. Ketidakpastian juga menghadang maskapai terbesar ketiga di Rusia, Utair. Keti-dakmampuan membayar beberapa utangnya, Alfa Bank berencana menarik pesawat-pesawat maskapai itu.
Pekan lalu kekhawatiran juga muncul terkait kondisi keuangan maskapai nomor dua terbesar di Rusia, Transaero, yang menawarkan lebih dari 100 pesawat Boeing. Kantor berita TASS melaporkan, maskapai itu meminta pemerintah membantu untuk menghindari terjadinya penghentian penerbangan.
Meskipun Transaero menyangkal laporan itu sebagai upaya mengacaukan maskapai itu oleh para pesaingnya, kemungkinan ribuan pelancong Rusia terkatung-katung di luar negeri telah terjadi musim panas lalu saat sejumlah biro perjalanan mengalami kebangkrutan. Kondisi itu sebenarnya sudah cukup untuk mendesak pemerintah Rusia segera bertindak.
Keadaan ini menunjukkan dampak dari krisis mata uang. Pemerintah berjanji membantu maskapai-maskapai itu dengan menyubsidi rute-rute domestik dan memberikan jaminan pinjaman untuk memastikan maskapai itu memiliki akses terhadap dana.
Syarifudin
Nilai rubel turun hingga 40% pada tahun ini terhadap dolar dan euro, sebagian besar akibat penurunan harga minyak hingga setengahnya dalam enam bulan terakhir. Sementara, ekonomi Rusia sangat bergantung pada ekspor minyak. Lantaran biaya bahan bakar mencakup seperempat dari biaya penerbangan, sebagian besar maskapai di dunia akan mengalami peningkatan laba akibat penurunan harga minyak.
Maskapai Rusia juga diuntungkan dengan penurunan harga minyak. Meski demikian, keuntungan itu harus digunakan untuk membayar semua tagihan pengeluaran akibat turunnya nilai rubel. Lalu lintas di rute-rute internasional paling menguntungkan mereka telah turun saat warga Rusia berhenti berjalanjalan akibat turunnya daya beli mereka. Adapun harga tiket naik dua kali hingga 10%.
Selain itu, sejumlah maskapai asal Rusia harus mempertimbangkan biaya dalam mata uang asing, yang sebagian besar untuk membayar leasing pesawat. Tagihan sewa pesawat pun naik hampir dua kali lipat dalam rubel, saat mata uang Rusia itu melemah. Menurut Deutsche Bank, maskapai utama Rusia, Aeroflot, memiliki 90% pendapatan yang dihitung dengan rubel. Adapun 60% biayanya dihitung dengan mata uang asing.
“Situasinya sangat serius. Hasilnya tentu saja karena penurunan lalu lintas tidak dapat dihindari, mereka harus mengembalikan pesawat-pesawat kepada para penyewa, mengurangi biaya mata uang asing, dan mengurangi jumlah pesawat dan penerbangan,” sebut Oleg Panteleyev, pemimpin redaksi website penerbangan AviaPort , dikutip kantor berita AFP.
Dengan lalu lintas yang naik 15%-20% per tahun dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah maskapai Rusia harus menyewa dan memesan pesawat baru dari Airbus dan Boeing untuk mengganti armada mereka yang telah tua dan boros bahan bakar. Ketidakpastian juga menghadang maskapai terbesar ketiga di Rusia, Utair. Keti-dakmampuan membayar beberapa utangnya, Alfa Bank berencana menarik pesawat-pesawat maskapai itu.
Pekan lalu kekhawatiran juga muncul terkait kondisi keuangan maskapai nomor dua terbesar di Rusia, Transaero, yang menawarkan lebih dari 100 pesawat Boeing. Kantor berita TASS melaporkan, maskapai itu meminta pemerintah membantu untuk menghindari terjadinya penghentian penerbangan.
Meskipun Transaero menyangkal laporan itu sebagai upaya mengacaukan maskapai itu oleh para pesaingnya, kemungkinan ribuan pelancong Rusia terkatung-katung di luar negeri telah terjadi musim panas lalu saat sejumlah biro perjalanan mengalami kebangkrutan. Kondisi itu sebenarnya sudah cukup untuk mendesak pemerintah Rusia segera bertindak.
Keadaan ini menunjukkan dampak dari krisis mata uang. Pemerintah berjanji membantu maskapai-maskapai itu dengan menyubsidi rute-rute domestik dan memberikan jaminan pinjaman untuk memastikan maskapai itu memiliki akses terhadap dana.
Syarifudin
(ars)