Pertumbuhan Ekonomi Diyakini Bisa 6%

Selasa, 30 Desember 2014 - 11:32 WIB
Pertumbuhan Ekonomi...
Pertumbuhan Ekonomi Diyakini Bisa 6%
A A A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi tahun depan diyakini bisa mencapai 6% seiring dengan program pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke sektor produktif.

Menurut pengamat ekonomi Faisal Basri, angka pertumbuhan tersebut bukan mustahil tercapai apabila dibarengi dengan sejumlah langkah seperti meningkatkan investasi asing langsung (foreign direct investment /FDI) dan pengembangan infrastruktur. Selain itu, yang tak kalah penting adalah pengembangan energi dan penurunan biaya logistik dengan memperbaiki konektivitas antarwilayah.

“Selama lima tahun terakhir ini pertumbuhan melambat karena subsidi BBM yang selalu merongrong APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” ujar Faisal Basri saat diskusi Outlook Ekonomi 2015 di MNC Tower, Jakarta, kemarin.

Dia bahkan yakin pada periode 2015-2019 ekonomi Indonesia bisa mencapai ratarata di atas 7% dengan catatan harus dapat menaikkan rasio pajak (tax ratio) , menggalakkan pasar modal, serta memperbanyak perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) dan swasta yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI). “Pertumbuhan ekonomi 2014-2019 bisa moderat rata-rata di atas 6%. Dan, pada 2017 baru bisa mencapai di atas 7%,” ucapnya.

Kendati demikian, masih ada sejumlah kendalanya untuk dapat merealisasi pertumbuhan sebesar itu. Misalnya ketersediaan infrastruktur seperti listrik, jalan, pelabuhan, dan irigasi. Selain itu, kemampuan fiskal dan daya dukung perbankan untuk memacu investasi juga masih terbatas dan tidak bisa digenjot dalam jangka pendek.

Meskipun secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi melambat, Faisal yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik. Ini ditandai dengan investasi asing yang kembali masuk. Selain itu, Indonesia akan tetap di jalur perekonomian terbuka dan menghargai komitmen yang telah disepakati, khususnya dengan negara kawasan ASEAN.

Di samping itu, dampak positif dari kenaikan harga BBM pada November lalu adalah dapat menekan laju inflasi. Faisal menjelaskan, semenjak harga BBM dinaikkan inflasi tidak lagi naik turun, sehingga diharapkan menstabilkan suku bunga dalam jangka panjang. “Nah, yang buat inflasi naik turun itu karena BBM. Tapi semenjak harga BBM dinaikkan November lalu inflasi sekitar 4,5%.

Ini luar biasa efeknya dari BBM untuk ekonomi kita. Selain itu, saya perkirakan suku juga turun menjadi di level 6% pada paruh kedua 2015,” paparnya. Faisal juga menjelaskan, apabila besaran subsidi dikunci pada level Rp50 triliun dengan skema subsidi tetap, maka akan terjadi realokasi dari pengeluaran konsumtif ke produktif sekitar Rp150 triliun.

“Selama ini kan subsidi BBM telah membebani APBN, di mana dalam10 tahun terakhir hampir selalu subsidi BBM lebih besar dari nilai defisit APBN,” ujarnya. Terkait kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang akan menaikkan suku bunga, menurut Faisal, tidak dimungkiri bahwa nilai tukar dolar AS akan semakin menguat.

Dengan begitu, dapat menyebabkan ekspor melemah dan impor melonjak sehingga menimbulkan ancaman baru peningkatan defisit perdagangan dan angka pengangguran. Pada kesempatan yang sama pengamat ekonomi Didin S Damanhuri mengatakan, perlu kebijakan komprehensif dalam memperbaiki perekonomian nasional. Menurut dia, secara historis, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat disokong oleh sumber daya alam (SDA), salah satunya minyak bumi.

“Dulu minyak jadi andalan untuk membangun. APBN kita dulu hampir 70% didanai dari hasil minyak, sekarang malah terbalik, kita yang terperangkap minyak karena impor untuk BBM,” ujar dia.

Dia menyarankan, salah satu solusi jangka panjang dalam pengelolaan energi adalah dengan segera merevisiUndang-Undang Nomor 22/2001 tentang Migas. “Harus dilihat lagi apakah undang- undang tersebut masih sejalan dengan visi pemerintah saat ini atau tidak,” katanya.

Kunthi fahmar sandy
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6563 seconds (0.1#10.140)