BI Perkirakan Inflasi Desember Lebih Tinggi
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memaparkan, pada Desember 2014 inflasi kemungkinan akan sedikit lebih tinggi dari yang dilihat sebelumnya di kisaran 8,1%-8,3%.
"Mungkin, bisa di 8,2%-8,4%. Kita lihat inflasi di Desember itu secara mtm bisa di 2,2%-2,4%," kata Agus di Jakarta, Rabu (31/12/2014).
Menurutnya, angka itu dikontribusikan dari kenaikan harga BBM yang berperan sebesar 0,61%- 0,65%. Kemudian, ada pengaruh dari komoditi lainnya seperti cabai rawit atau cabai merah yang di beberapa daerah harganya naik sehingga menyumbang inflasi 0,4%.
"Inflasi juga sudah sesuai target yakni di 4,5 plus minus 1% malah sudah di level 4,5%. Nah tetapi karena mau ada penyehatan di menajemen energi, makanya inflasi meningkat. Tapi kami yakini sifatnya temporer dan akan kembali normal. Mudah-mudahan nanti inflasi bisa stabil dan rendah," harap dia.
Agus menuturkan, kondisi 2014, di mana harga minyak dunia turun dan kalau pemerintah mengambil kebijakan untuk mengelola energi dengan lebih tajam itu secara umum kami sambut baik.
Hal itu karena memang pengelolaan energi dan pengelolaan pangan disertai pembangunan modal dasar untuk pembangunan Indonesia itu adalah PR yang perlu diatasi Indonesia secara jangka menengah-panjang.
"Jadi mengelola energi termasuk BBM dan listrik, mengelola pangan dan membangun modal dasar pembangunan seperti infrastruktur dan SDM itu tantangan struktural kita," ujarnya.
Menurutnya, jika kebijakan dikeluarkan untuk menurunkan subsidi premium tidak ada lagi, dia yakin bahwa saving yang terwujud akan digunakan untuk memberikan perhatian kepada kaum miskin atau bahkan akan dilakukan dengan melakukan transfer scara elektronik, sehingga langsung kepada yang membutuhkan.
Agus juga meyakini jika seandainya subsidi yang sifatnya konsumtif tadi dirubah menjadi bantuan sosial yang targeted atau langsung pada individu yang membutuhkan maka itu akan membuat dana anggaran negara efektif digunakan.
Adapun terkait dengan masih diberikan subsidi kepada solar dan dimasukkan dalam skema fix subsidi, pihaknya menyambut baik karena menunjukan dukungan pemerintah kepada dunia usaha dan tetap dilakukan dengan terukur.
Sehingga, kalau terjadi harga minyak dunia berubah tinggi di masa depan tidak kemudian menjadi tambahan beban yang tidak terduga yang selama ini selalu menjadi momok bagi ekonomi Indonesia.
"Kita bisa bayangkan, saving yang ada di atas Rp200 triliun dan ini kalau nanti sistem penyusunan APBN perubahan bisa efektif," ujar dia.
Dia mengatakan, persiapan dalam pengertian lembaga mempersiapkan anggaran belanja untuk infrastruktur atau pembiayaan produktif itu dapat selesai dan dapat dicairkan.
"Pencairan tidak perlu menunggu sampai bulan-bulan terakhir setiap tahun itu dampaknya akan baik sekali pada PE Indonesia," tutupnya.
"Mungkin, bisa di 8,2%-8,4%. Kita lihat inflasi di Desember itu secara mtm bisa di 2,2%-2,4%," kata Agus di Jakarta, Rabu (31/12/2014).
Menurutnya, angka itu dikontribusikan dari kenaikan harga BBM yang berperan sebesar 0,61%- 0,65%. Kemudian, ada pengaruh dari komoditi lainnya seperti cabai rawit atau cabai merah yang di beberapa daerah harganya naik sehingga menyumbang inflasi 0,4%.
"Inflasi juga sudah sesuai target yakni di 4,5 plus minus 1% malah sudah di level 4,5%. Nah tetapi karena mau ada penyehatan di menajemen energi, makanya inflasi meningkat. Tapi kami yakini sifatnya temporer dan akan kembali normal. Mudah-mudahan nanti inflasi bisa stabil dan rendah," harap dia.
Agus menuturkan, kondisi 2014, di mana harga minyak dunia turun dan kalau pemerintah mengambil kebijakan untuk mengelola energi dengan lebih tajam itu secara umum kami sambut baik.
Hal itu karena memang pengelolaan energi dan pengelolaan pangan disertai pembangunan modal dasar untuk pembangunan Indonesia itu adalah PR yang perlu diatasi Indonesia secara jangka menengah-panjang.
"Jadi mengelola energi termasuk BBM dan listrik, mengelola pangan dan membangun modal dasar pembangunan seperti infrastruktur dan SDM itu tantangan struktural kita," ujarnya.
Menurutnya, jika kebijakan dikeluarkan untuk menurunkan subsidi premium tidak ada lagi, dia yakin bahwa saving yang terwujud akan digunakan untuk memberikan perhatian kepada kaum miskin atau bahkan akan dilakukan dengan melakukan transfer scara elektronik, sehingga langsung kepada yang membutuhkan.
Agus juga meyakini jika seandainya subsidi yang sifatnya konsumtif tadi dirubah menjadi bantuan sosial yang targeted atau langsung pada individu yang membutuhkan maka itu akan membuat dana anggaran negara efektif digunakan.
Adapun terkait dengan masih diberikan subsidi kepada solar dan dimasukkan dalam skema fix subsidi, pihaknya menyambut baik karena menunjukan dukungan pemerintah kepada dunia usaha dan tetap dilakukan dengan terukur.
Sehingga, kalau terjadi harga minyak dunia berubah tinggi di masa depan tidak kemudian menjadi tambahan beban yang tidak terduga yang selama ini selalu menjadi momok bagi ekonomi Indonesia.
"Kita bisa bayangkan, saving yang ada di atas Rp200 triliun dan ini kalau nanti sistem penyusunan APBN perubahan bisa efektif," ujar dia.
Dia mengatakan, persiapan dalam pengertian lembaga mempersiapkan anggaran belanja untuk infrastruktur atau pembiayaan produktif itu dapat selesai dan dapat dicairkan.
"Pencairan tidak perlu menunggu sampai bulan-bulan terakhir setiap tahun itu dampaknya akan baik sekali pada PE Indonesia," tutupnya.
(izz)