Penurunan Harga Premium Jebakan Batman
A
A
A
JAKARTA - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) menilai langkah penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dianggap sebagai 'jebakan batman' bagi masyarakat.
Hal itu lantaran premium atau BBM dengan nomor oktan (RON) 88 tersebut harganya telah dilepas kepada mekanisme pasar, dan mengikuti naik turunnya harga minyak dunia, atau tidak lagi mendapatkan subsidi dari pemerintah.
"Tentu kebijakan ini disambut gembira oleh masyarakat. Tapi, pada dasarnya adalah jebakan batman. Karena ketika harga minyak melambung tinggi maka harganya juga akan ikut terkerek," ujar Direktur Puskepi Sofyano Zakaria di Jakarta, Jumat (2/1/2015).
Menurutnya, melepas harga premium terhadap mekanisme pasar dan tidak lagi mendapatkan subsidi merupakan kebijakan tidak adil. Padahal, harga BBM jenis solar mendapatkan subsidi tetap.
"Jelas ini tidak memenuhi rasa keadilan, karena premium dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke bawah," jelasnya.
Sofyano mencontohkan, transportasi seperti angkutan pedesaan, angkutan kota sejenis mikrolet milik perorangan masih menggunakan premium. Angkutan-angkutan tersebut pun mayoritas dikonsumsi oleh masyarakat kecil.
"Angkutan seperti ini banyak digunakan wong cilik. Mereka tentu tidak lagi diperhitungkan oleh pemerintah, dan bisa menimbulkan protes," ungkapnya.
Puskepi, lanjut dia, menyayangkan kebijakan pemerintah melepas harga BBM jenis premium kepada pasar dengan dalih menurunkan harga premium.
"Sangat disayangkan, mengapa hal ini tidak menjadi pertimbangan bagi pemerintah ketika menetapkan kebijakan tersebut," tandasnya.
Hal itu lantaran premium atau BBM dengan nomor oktan (RON) 88 tersebut harganya telah dilepas kepada mekanisme pasar, dan mengikuti naik turunnya harga minyak dunia, atau tidak lagi mendapatkan subsidi dari pemerintah.
"Tentu kebijakan ini disambut gembira oleh masyarakat. Tapi, pada dasarnya adalah jebakan batman. Karena ketika harga minyak melambung tinggi maka harganya juga akan ikut terkerek," ujar Direktur Puskepi Sofyano Zakaria di Jakarta, Jumat (2/1/2015).
Menurutnya, melepas harga premium terhadap mekanisme pasar dan tidak lagi mendapatkan subsidi merupakan kebijakan tidak adil. Padahal, harga BBM jenis solar mendapatkan subsidi tetap.
"Jelas ini tidak memenuhi rasa keadilan, karena premium dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke bawah," jelasnya.
Sofyano mencontohkan, transportasi seperti angkutan pedesaan, angkutan kota sejenis mikrolet milik perorangan masih menggunakan premium. Angkutan-angkutan tersebut pun mayoritas dikonsumsi oleh masyarakat kecil.
"Angkutan seperti ini banyak digunakan wong cilik. Mereka tentu tidak lagi diperhitungkan oleh pemerintah, dan bisa menimbulkan protes," ungkapnya.
Puskepi, lanjut dia, menyayangkan kebijakan pemerintah melepas harga BBM jenis premium kepada pasar dengan dalih menurunkan harga premium.
"Sangat disayangkan, mengapa hal ini tidak menjadi pertimbangan bagi pemerintah ketika menetapkan kebijakan tersebut," tandasnya.
(izz)