Pasokan Melimpah, Minyak WTI Dekati USD48/Barel
A
A
A
SEOUL - Minyak West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan mendekati USD48 per barel di tengah spekulasi bahwa persediaan minyak Amerika Serikat (AS) akan memperburuk melimpahnya pasokan global lantaran harga menuju ke level terendah dalam lebih dari lima tahun terakhir.
Kontrak berjangka (futures) di New York sedikit berubah setelah empat hari terkoreksi. Survei Bloomberg sebelum laporan pemerintah menunjukkan, stok minyak di negara konsumen minyak terbesar dunia tersebut kemungkinan naik 700 ribu barel pekan lalu.
Minyak merosot hampir separuh pada tahun lalu, terbesar sejak krisis keuangan tahun 2008 karena Amerika Serikat (AS) memproduksi minyak pada laju tertinggi dalam lebih dari tiga dekade dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menolak memangkas produksi.
Sementara Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh sebelumnya mengatakan bahwa Iran telah mengadakan pembicaraan dengan Rusia untuk mengurangi produksi.
"Permintaan minyak terus melemah. Permintaan bukanlah sesuatu yang dapat dipulihkan dalam jangka pendek, sementara hal-hal yang kelihatannya tidak hebat bagi China dan Eropa diperkirakan akan memukul kondisi suram di Rusia," kata analis komoditas di Samsung Futures Inc Hong Sung Ki seperti dilansir dari Bloomberg, Rabu (7/1/2014).
WTI di New York Mercantile Exchange untuk pengiriman Februari naik 19 sen atau 0,4% menjadi USD48,12 per barel pada pukul 08:33 pagi waktu Singapura.
Futures turun USD2,11 ke USD47,93 kemarin, penutupan terendah sejak 21 April 2009. Semua volume berjangka yang diperdagangkan sebesar 68% di bawah rata-rata 100 hari.
Sementara Brent di London ICE Futures Europe Exchange untuk pengiriman Februari turun USD2,01 atau 3,8% ke USD51,10 per barel, kemarin. Itu penutupan terendah sejak 30 April 2009. Premi minyak patokan Eropa tersebut terhadap WTI sebesar USD3,17.
Kontrak berjangka (futures) di New York sedikit berubah setelah empat hari terkoreksi. Survei Bloomberg sebelum laporan pemerintah menunjukkan, stok minyak di negara konsumen minyak terbesar dunia tersebut kemungkinan naik 700 ribu barel pekan lalu.
Minyak merosot hampir separuh pada tahun lalu, terbesar sejak krisis keuangan tahun 2008 karena Amerika Serikat (AS) memproduksi minyak pada laju tertinggi dalam lebih dari tiga dekade dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menolak memangkas produksi.
Sementara Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh sebelumnya mengatakan bahwa Iran telah mengadakan pembicaraan dengan Rusia untuk mengurangi produksi.
"Permintaan minyak terus melemah. Permintaan bukanlah sesuatu yang dapat dipulihkan dalam jangka pendek, sementara hal-hal yang kelihatannya tidak hebat bagi China dan Eropa diperkirakan akan memukul kondisi suram di Rusia," kata analis komoditas di Samsung Futures Inc Hong Sung Ki seperti dilansir dari Bloomberg, Rabu (7/1/2014).
WTI di New York Mercantile Exchange untuk pengiriman Februari naik 19 sen atau 0,4% menjadi USD48,12 per barel pada pukul 08:33 pagi waktu Singapura.
Futures turun USD2,11 ke USD47,93 kemarin, penutupan terendah sejak 21 April 2009. Semua volume berjangka yang diperdagangkan sebesar 68% di bawah rata-rata 100 hari.
Sementara Brent di London ICE Futures Europe Exchange untuk pengiriman Februari turun USD2,01 atau 3,8% ke USD51,10 per barel, kemarin. Itu penutupan terendah sejak 30 April 2009. Premi minyak patokan Eropa tersebut terhadap WTI sebesar USD3,17.
(rna)