Pemerintah Akan Naikkan Royalti Batu Bara
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan royalti batu bara bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) pada tahun ini.
Langkah tersebut guna menggenjot target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp44,3 triliun. Adapun, kenaikan royalti rencananya akan dimasukkan ke dalam revisi peraturan pemerintah (PP) No 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP.
“Kami berencana meningkatkan tarif PNPB batu bara pemegang IUP menjadi 7%, 9% dan 13,5%,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sukhyar di Jakarta kemarin. Menurut dia, revisi PP 9/2012 menyebutkan, royalti dari 3% menjadi 7% untuk batu bara dengan kalori kurang dari 5.100 kalori/kg (Kkal/kg), royalti sebesar 5% menjadi 9% untuk batu bara dengan tingkat kalori antara 5.100-6.100 Kkal/kg, dan sebesar 7% menjadi 9% untuk batu bara dengan tingkat kalori lebih dari 6.100 Kkal/kg.
Langkah itu ditempuh karena pihaknya sudah mengoptimalkan piutang negara dari sektor pertambangan guna mencapai target PNBP 2014 sebesar Rp39 triliun. Sedangkan, untuk capaian PNBP tahun ini mencapai Rp36 triliun. Tidak tercapainya realisasi itu, lanjut Sukhyar, lantaran melemahnya harga batu bara yang menyentuh level USD65 per ton di akhir 2014.
Bahkan, hingga saat ini tidak ada perusahaan yang menunggak royalti baik kontrak karya maupun perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). “Tahun ini tidak ada lagi yang bisa diambil dari piutang,” tandasnya.
Dia juga menegaskan, saat ini batu bara masih menjadi sektor dominan dalam pemasukan negara. Lantaran sektor mineral belum bisa optimal menambah penerimaan negara disebabkan karena ada kebijakan larangan ekspor mineral mentah sejak awal 2014. “Di samping itu, kebijakan peningkatan nilai tambah mineral melalui pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter ) juga belum dapat optimal di 2015,” kata dia.
Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala menyampaikan, hingga kini rencana kenaikan masih dibahas di Kementerian ESDM dan Kementerian Koordinator Perekonomian. Tidak hanya berhenti di situ, kebijakankenaikanroyaltiharusdisetujui oleh presiden. “Sebelum PP ditandatangani presiden, harus dibahas di lintas kementerian dan berakhir di menteri perekonomian,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, APBI sebelumnya mengusulkan penerapan kenaikan royalti berdasarkan indeks harga jika HBA sudah di atas USD100 per ton. Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) APBI, pengenaan kenaikan royalti diminta tidak diterapkan jika harga batu bara di bawah USD100 per ton.
Nanang wijayanto
Langkah tersebut guna menggenjot target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp44,3 triliun. Adapun, kenaikan royalti rencananya akan dimasukkan ke dalam revisi peraturan pemerintah (PP) No 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP.
“Kami berencana meningkatkan tarif PNPB batu bara pemegang IUP menjadi 7%, 9% dan 13,5%,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sukhyar di Jakarta kemarin. Menurut dia, revisi PP 9/2012 menyebutkan, royalti dari 3% menjadi 7% untuk batu bara dengan kalori kurang dari 5.100 kalori/kg (Kkal/kg), royalti sebesar 5% menjadi 9% untuk batu bara dengan tingkat kalori antara 5.100-6.100 Kkal/kg, dan sebesar 7% menjadi 9% untuk batu bara dengan tingkat kalori lebih dari 6.100 Kkal/kg.
Langkah itu ditempuh karena pihaknya sudah mengoptimalkan piutang negara dari sektor pertambangan guna mencapai target PNBP 2014 sebesar Rp39 triliun. Sedangkan, untuk capaian PNBP tahun ini mencapai Rp36 triliun. Tidak tercapainya realisasi itu, lanjut Sukhyar, lantaran melemahnya harga batu bara yang menyentuh level USD65 per ton di akhir 2014.
Bahkan, hingga saat ini tidak ada perusahaan yang menunggak royalti baik kontrak karya maupun perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). “Tahun ini tidak ada lagi yang bisa diambil dari piutang,” tandasnya.
Dia juga menegaskan, saat ini batu bara masih menjadi sektor dominan dalam pemasukan negara. Lantaran sektor mineral belum bisa optimal menambah penerimaan negara disebabkan karena ada kebijakan larangan ekspor mineral mentah sejak awal 2014. “Di samping itu, kebijakan peningkatan nilai tambah mineral melalui pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter ) juga belum dapat optimal di 2015,” kata dia.
Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala menyampaikan, hingga kini rencana kenaikan masih dibahas di Kementerian ESDM dan Kementerian Koordinator Perekonomian. Tidak hanya berhenti di situ, kebijakankenaikanroyaltiharusdisetujui oleh presiden. “Sebelum PP ditandatangani presiden, harus dibahas di lintas kementerian dan berakhir di menteri perekonomian,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, APBI sebelumnya mengusulkan penerapan kenaikan royalti berdasarkan indeks harga jika HBA sudah di atas USD100 per ton. Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) APBI, pengenaan kenaikan royalti diminta tidak diterapkan jika harga batu bara di bawah USD100 per ton.
Nanang wijayanto
(ars)