Mantan Wakil Kepala BIN Jadi Dirut Freeport

Kamis, 08 Januari 2015 - 10:37 WIB
Mantan Wakil Kepala...
Mantan Wakil Kepala BIN Jadi Dirut Freeport
A A A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia menunjuk mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Maroef Sjamsuddin sebagai presiden direktur baru, menggantikan Rozik B Soetjipto yang akan memasuki masa pensiun.

Maroef bergabung di Freeport Indonesia setelah menyelesaikan karier panjangnya di TNI. “Terakhir, beliau adalah purnawirawan marsekal muda TNI AU,” kata Juru Bicara Freeport Daisy Primayanti dalam keterangan tertulisnya kemarin. Maroef yang menjabat Wakil Kepala BIN periode 2011- 2014 meraih gelar Master of Business Administration dari Jakarta Institute Management Studies.

Sementara Rozik mengharapkan, Maroef bisa membawa kinerja Freeport lebih baik lagi. Maroef berharap, kerja sama semua pemangku kepentingan sejalan pelaksanaan strategi investasi jangka panjang di Papua.

“Ini merupakan saat yang paling menarik bagi Freeport yang akan mengembangkan tambang baru di Papua dengan memberikan banyak manfaat bagi karyawan, masyarakat setempat, pemerintah Indonesia, dan seluruh pemangku kepentingan sepanjang beberapa dekade yang akan datang,” katanya.

Penunjukkan Maroef dilakukan saat isu kelanjutan operasi Freeport di Papua tengah berlangsung. Sementara, pemerintah hingga kini belum menyetujui perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia sebelum peru s a h a a n tambang asal AS ini merealisasikan pembangunan smelter.

“Di dalam MoU dikatakan bahwa pemerintah akan memperpanjang, tidak akan memperlambat, ataupun menundanunda manakala Freeport membangun smelter dan membayar kewajiban,” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Sukhyar di Jakarta kemarin.

Menurut Sukhyar, Freeport dalam perjalanannya meminta kepada pemerintah terkait kepastian perpanjangan kontrak yang habis pada 2021. Namun, permohonan tersebut belum disepakati oleh pemerintah.

Sukhyar mengakui, terdapat aturan yang memuat ketentuan pengajuan permohonan perpanjangan dilakukan paling cepat dua tahun atau paling lambat enam bulan sebelum masa kontrak berakhir sesuai dengan peraturan pemerintah (PP) No 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP No 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.

“Tapi tentunya mesti harus ada kesepahaman, kan MoU sudah ada. Apakah kita menjalankan MoU atau tidak,” tandasnya. Hingga kini pemerintah dan Freeport masih melanjutkan pembahasan penyusunan amendemen kontrak pertambangan.

Dalam draf amandemen kontrak, Freeport tidak hanya meminta kepastian perpanjangan kontrak namun juga mengajukan perubahan kapasitas smelter dari 400.000 ton tembaga katoda menjadi 500.000 ton tembaga katoda karena perusahaan asal AS ini mengganti rekanan konstruksi dari Outotech menjadi Mitsubishi.

“Terdapat dua hal yang diminta oleh Freeport, perubahan rencana smelter dan kepastian keberlangsungan operasi. Dia mintanya sekarang juga,” ungkap Sukhyar. Dia menjelaskan, smelter tembaga yang akan dibangun PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport McMoran Copper& Gold Inc ini hingga saat ini belum ada kemajuan.

“Tidak ada progres, baik lokasi maupun lahan. Masih berjalan. Kalau ditanya kemajuan, belum ada, kecuali dana kesungguhan USD115 juta,” ungkap dia. Di sisi lain Sukhyar menyebut, terdapat tiga smelter yang akan mulai beroperasi komersial tahun ini. Adapun, smelter yang mulai berproduksi tahun ini berasal dari PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Pomalaa, Sulawesi Tenggara; PT Indonesia Chemical Alumina di Tayan, Kalimantan Barat, dan PT Bintang Delapan Energi.

“Tahun ini ada tambahan untuk smelter pasir besi, sehingga smelter yang produksi pig iron akan bertambah. Yang lainnya sama saja,” paparnya.

Nanang wijayanto/ant
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0591 seconds (0.1#10.140)