Tax Ratio Ditingkatkan 13,5% Cuma Pencitraan
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Perpajakan Universitas Indonesia Gunadi menilai target pemerintah menaikkan tax ratio 2015 menjadi 13,5% hanya pencitraan semata.
Pasalnya, pemerintah menargetkan kenaikan tax ratio tapi sekaligus mengubah definisi tax ratio. “Itu lebih enteng, nampaknya window dressing saja, make up, orang kan perlu pencitraan,” ujar Gunadi pada KORAN SINDO kemarin.
Dia mengatakan, definisi tax ratio yang diubah dari hanya perhitungan pajak dan bea cukai menjadi ditambah dengan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) migas dan umum tidak lazim digunakan untuk menghitung tax ratio. Selain itu, ia menilai tambahan target penerimaan pajak sebesar Rp100 triliun masih ringan.
Jika dihitung dengan target pertumbuhan ekonomi 5,8% dan inflasi 5% sesuai RAPBNP 2015, maka pertumbuhan basis alamiah akan mencapai 11%. Dengan demikian, pertumbuhan pajak juga akan mengikuti. Dia menghitung target penerimaan pajak seharusnya bisa lebih dinaikkan di Rp120 triliun.
Target penerimaan yang terlalu rendah, tidak merangsang pegawai pajak untuk bekerja lebih keras. “Kalau ini (Rp100 triliun) kanmereka kerja seperti kemarin saja itu tercapai. Kalau perhitungan dulu ditambah 6-7%, jadi mestinya tambah Rp150 triliun,” kata dia.
Dia menyarankan, untuk menggenjot penerimaan pajak, perlu terobosan model ekstensifikasi. Misalnya, kewajiban memiliki NPWP yang diperluas, serta penegakan hukum terkait transaksi-transaksi mencurigakan. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro akhir pekan lalu mengatakan, pemerintah akan meningkatkan target penerimaan pajak Rp100 triliun dalam RAPBNP 2015.
“Tax ratio akan kita ubah definisinya, yang lama kan pajak dan bea cukai, sekarang ditambah PNBP dan migas dan umum, itu juga diterapkan negara lain,” kata Bambang.
Ria Martati
Pasalnya, pemerintah menargetkan kenaikan tax ratio tapi sekaligus mengubah definisi tax ratio. “Itu lebih enteng, nampaknya window dressing saja, make up, orang kan perlu pencitraan,” ujar Gunadi pada KORAN SINDO kemarin.
Dia mengatakan, definisi tax ratio yang diubah dari hanya perhitungan pajak dan bea cukai menjadi ditambah dengan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) migas dan umum tidak lazim digunakan untuk menghitung tax ratio. Selain itu, ia menilai tambahan target penerimaan pajak sebesar Rp100 triliun masih ringan.
Jika dihitung dengan target pertumbuhan ekonomi 5,8% dan inflasi 5% sesuai RAPBNP 2015, maka pertumbuhan basis alamiah akan mencapai 11%. Dengan demikian, pertumbuhan pajak juga akan mengikuti. Dia menghitung target penerimaan pajak seharusnya bisa lebih dinaikkan di Rp120 triliun.
Target penerimaan yang terlalu rendah, tidak merangsang pegawai pajak untuk bekerja lebih keras. “Kalau ini (Rp100 triliun) kanmereka kerja seperti kemarin saja itu tercapai. Kalau perhitungan dulu ditambah 6-7%, jadi mestinya tambah Rp150 triliun,” kata dia.
Dia menyarankan, untuk menggenjot penerimaan pajak, perlu terobosan model ekstensifikasi. Misalnya, kewajiban memiliki NPWP yang diperluas, serta penegakan hukum terkait transaksi-transaksi mencurigakan. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro akhir pekan lalu mengatakan, pemerintah akan meningkatkan target penerimaan pajak Rp100 triliun dalam RAPBNP 2015.
“Tax ratio akan kita ubah definisinya, yang lama kan pajak dan bea cukai, sekarang ditambah PNBP dan migas dan umum, itu juga diterapkan negara lain,” kata Bambang.
Ria Martati
(ftr)