Energi Mahal dan Birokrasi Rumit, Banyak Bisnis Hengkang dari Uni Eropa

Senin, 13 Januari 2025 - 12:03 WIB
loading...
Energi Mahal dan Birokrasi...
Uni Eropa (UE) kehilangan daya tarik bisnis akibat harga energi yang mahal serta birokrasi yang rumit dan berbiaya tinggi. FOTO/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Uni Eropa ( UE ) kehilangan daya tariknya bagi bisnis , dengan banyaknya perusahaan yang memilih untuk memindahkan bisnisnya ke lokasi lain. Hal itu diungkapkan kantor berita Jerman dpa, mengutip rancangan makalah ekonomi oleh Komisi Eropa.

Laporan tersebut mencatat bahwa hanya empat dari 50 perusahaan teknologi terbesar di dunia saat ini yang berasal dari Eropa. "Daya tarik Eropa sebagai lokasi bisnis menurun," demikian ungkap laporan tersebut, yang akan dirilis secara resmi minggu depan.

Laporan tersebut mencatat bahwa antara tahun 2008 dan 2021, hampir sepertiga dari apa yang disebut perusahaan rintisan unicorn yang didirikan di UE memindahkan kantor pusat mereka ke luar negeri, sebagian besar ke Amerika Serikat (AS). Unicorn adalah perusahaan swasta yang bernilai lebih dari USD1 miliar, dan sering kali berfokus pada teknologi, tumbuh sangat cepat, dan menarik banyak investasi. Dengan menetapkan standar industri baru melalui kemajuan teknologi, para unicorn ini diyakini akan menguntungkan perekonomian pada tingkat makro.



Beberapa unicorn terkemuka yang didirikan di Eropa tetapi kemudian memindahkan kantor pusat mereka ke AS adalah perusahaan fintech Swedia Klarna, UiPath yang didirikan di Rumania yang mengkhususkan diri dalam proses robotik, dan layanan streaming musik Swedia Spotify.

Draf dokumen tersebut menyoroti harga energi yang tinggi secara struktural di Eropa, yang dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada di AS, sebagai salah satu kelemahan utama dalam daya saing ekonomi blok tersebut. Selanjutnya adalah birokrasi yang juga menjadi masalah, karena meningkatkan biaya dan mempersulit proses pendirian dan pemeliharaan bisnis, menghambat kemampuan mereka untuk berinovasi dan berkembang dengan cepat.

Selain itu, menurut laporan tersebut, produktivitas di UE, atau seberapa banyak nilai tambah yang diciptakan oleh satu jam kerja, telah menurun, dan jauh tertinggal dari AS. Laporan tersebut juga merinci kekurangan pekerja yang berkualifikasi di blok tersebut, yang mencegah pasar internal Eropa mencapai potensi penuhnya.



Mengomentari laporan tersebut, Anggota Parlemen Eropa Markus Ferber mengatakan laporan tersebut harus dilihat sebagai seruan untuk bertindak bagi para pembuat kebijakan UE, yang menekankan urgensi penerapan reformasi struktural.

"Laporan tersebut menunjukkan bahwa masalah daya saing harus menjadi tema utama dalam pekerjaan Komisi di masa mendatang. Ada risiko hilangnya kemakmuran yang signifikan," ungkapnya seperti dilansir Russia Today, Senin (13/1/2025).

Pada bulan November, mantan Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi juga memperingatkan bahwa UE sangat membutuhkan perombakan ekonomi besar-besaran untuk mendapatkan kembali daya saing dan mencegah penurunan lebih lanjut. Draghi menekankan perlunya investasi substansial dalam inovasi untuk menutup kesenjangan dengan AS dan China, memperkirakan bahwa hingga 800 miliar euro (sekitar USD820 miliar) per tahun, atau sekitar 5% dari PDB UE, mungkin diperlukan.

Komisi Eropa diperkirakan akan mengajukan proposal legislatif utama pada akhir Februari untuk mengatasi tantangan ekonomi saat ini dalam blok tersebut.
(fjo)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1030 seconds (0.1#10.173)