Harmonisasi Regulasi Investasi Kembalikan Dana di Luar Negeri
A
A
A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meyakini harmonisasi regulasi investasi antar sektor dapat menarik kembali dana yang terparkir di luar negeri.
Ekonom Indef, Enny Sri Hartati menyebutkan, 50% dari Rp4.000 triliun potensi dana yang terparkir di luar negeri bisa kembali dengan harmonisasi regulasi.
Selama ini, pemerintah memiliki kendala menarik investor domestik atau asing masuk kembali ke Indonesia, serta menyelesaikan kendala infrastruktur.
"Melalui harmonisasi regulasi investasi antara sektor, maka 50% dari potensi Rp4.000 triliun bisa kembali ke Indonesia," ujar Enny dalam seminar bertajuk Komitmen Perbankan dalam Pembangunan Nasional di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (13/1/2015).
Dia menuturkan, pemerintah juga harus mengembalikan pengelolaan sektor strategis kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar pembiayaan bisa terpenuhi. Sebab anggaran pemerintah saat ini, tidak akan mencukupi pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Selain itu, keuangan global yang sedang mengalami likuiditas berlebih (over liquidity) menyebabkan, surat utang yang diterbitkan pemerintah, serta pinjaman utang kepada lembaga bilateral dan multilateral tidak efektif.
"Jika masuk dari APBN (anggaran infrastruktur), akan mengganggu anggaran mandatori, seperti pendidikan dan kesehatan. Jadi, fokus untuk infrastruktur justru tidak akan sampai," tandasnya.
Ekonom Indef, Enny Sri Hartati menyebutkan, 50% dari Rp4.000 triliun potensi dana yang terparkir di luar negeri bisa kembali dengan harmonisasi regulasi.
Selama ini, pemerintah memiliki kendala menarik investor domestik atau asing masuk kembali ke Indonesia, serta menyelesaikan kendala infrastruktur.
"Melalui harmonisasi regulasi investasi antara sektor, maka 50% dari potensi Rp4.000 triliun bisa kembali ke Indonesia," ujar Enny dalam seminar bertajuk Komitmen Perbankan dalam Pembangunan Nasional di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (13/1/2015).
Dia menuturkan, pemerintah juga harus mengembalikan pengelolaan sektor strategis kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar pembiayaan bisa terpenuhi. Sebab anggaran pemerintah saat ini, tidak akan mencukupi pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Selain itu, keuangan global yang sedang mengalami likuiditas berlebih (over liquidity) menyebabkan, surat utang yang diterbitkan pemerintah, serta pinjaman utang kepada lembaga bilateral dan multilateral tidak efektif.
"Jika masuk dari APBN (anggaran infrastruktur), akan mengganggu anggaran mandatori, seperti pendidikan dan kesehatan. Jadi, fokus untuk infrastruktur justru tidak akan sampai," tandasnya.
(dmd)