Musuh Terberat dari Internal Pajak
A
A
A
PANITIA seleksi pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah sukses melakukan proses penyaringan calon Direktur Jenderal Pajak. Mulai dari 28 pendaftar, tim pansel berhasil menyaring hingga tujuh nama.
“Dari tujuh nama, Pak Menteri menyaring lagi hingga menjadi empat. Nah, keempat nama ini yang diserahkan ke Presiden (Joko Widodo) dan salah satunya akan dipilih jadi Dirjen Pajak,” ujar Plt Dirjen Pajak yang juga Ketua Pansel Dirjen Pajak, Mardiasmo.
Berikut kutipan wawancara Wahyu Arifin dari SINDO Weekly dengan Mardiasmo yang juga merupakan Wakil Menteri Keuangan saat jeda rapat yang berlangsung di kantornya, Selasa pekan ini.
Sepertinya seleksi Dirjen Pajak berlangsung alot?
Harus diakui jabatan ini sangat strategis. Bahkan, Presiden dan Wakil Presiden begitu concern soal ini. Hampir semua pihak melihat jabatan ini. Bukan hanya strategis, tapi juga banyak tantangannya.
Apa tantangannya?
Bagi orang internal ya ini terkait karier. Bagi yang sudah pernah jadi Dirjen Pajak bisa menjadi menteri dan lain-lain. Saya sendiri merasakan itu. Dirjen Pajak bukan hanya soal kompetensi, tapi juga integritas, visi dan terobosan untuk memaksimalkan potensi sumber pajak. Memang di Indonesia jadi orang kaya sangat enak. Punya Lamborghini, tapi tidak bayar pajak. Di sini pemeriksaan pajak hanya mencapai 1% karena tingkat kepatuhannya rendah.
Persoalannya, orang-orang seperti itu difasilitasi oleh orang pajak sendiri?
Saya sebagai Ketua Pansel dan tim, ingin benar-benar mencari figur yang berintegritas dan berani memberantas mafia pajak. Integritas ini akan terbukti ketika dia melibas mafia pajak, termasuk karyawannya sendiri.
Saat saya wawancara satu persatu, pertanyaan yang saya tanyakan, ”Kamu berani lawan mafia apapun risikonya?” termasuk saya tegaskan musuh utamanya ya internal kita sendiri. Nah, saya pastikan mereka juga bersih dan track record-nya bagus. Termasuk dugaan rekening gendut.
Bagaimana soal rekening gendut itu?
Dari 11 orang yang saya tanya dan menjadi 7, mereka memaparkan bukti kekayaannya. Mereka melaporkannya lewat LHKPN. Ada yang memang dasarnya kaya, ada yang kaya dari warisan dan juga dari istrinya. Mereka, yang saya wawancarai dan seleksi sudah menyatakan siap dengan semua risiko termasuk menindak keluarganya jika salah.
Tapi, kita harus membangun infrastruktur yang baik dan pengawasan yang mumpuni. Sehingga kinerja dan integritas mereka terjaga, ada pakta integritasnya, reward and punishment-nya. Nah, jika Dirjen Pajak ini bermasalah ya harus dilibas. Untuk melakukan itu, harus ada kekuatan kelembagaan untuk memakai kekuatan hukum.
Untuk menyaring dan menemukan figur seperti itu, ada pelibatan PPATK dan KPK?
Dari seleksi administrasi sudah sangat ketat, banyak yang tidak lolos. Termasuk terobosan dan ide mereka yang dituliskan dalam makalah yang akan diuji oleh tim pansel. Lulus di sini, kami wawancarai. Nah, data-data mereka kami kirim ke PPATK, Itjen Kemenkeu dan KPK untuk ditelusuri. Termasuk ke BIN.
Dari PPATK, ada beberapa laporan yang mencurigakan, semisal pencucian uang ke keluarganya. Dari laporan PPATK, ini kami bisa menentukan orang-orang ini jangan karena dicurigai rekeningnya.
Bagaimana yang dari KPK?
KPK juga memberikan catatan. Dari dua lembaga ini kami menyaring. Tidak lupa juga kesehatan mental. Tujuh orang terakhir kami kasih ke Pak Menteri. Kemudian beliau menyaring menjadi empat dan itu yang diserahkan ke Presiden.
Jadi, dari 11 menjadi tujuh, lalu empat calon itu yang tersingkir dicurigai terkait rekening gendut?
Menurut PPATK ada transaksi mencurigakan. Dari KPK juga ada laporan.
(Baca selengkapnya di SINDO Weekly No 46 Tahun 3, terbit Kamis 15 Januari 2015)
“Dari tujuh nama, Pak Menteri menyaring lagi hingga menjadi empat. Nah, keempat nama ini yang diserahkan ke Presiden (Joko Widodo) dan salah satunya akan dipilih jadi Dirjen Pajak,” ujar Plt Dirjen Pajak yang juga Ketua Pansel Dirjen Pajak, Mardiasmo.
Berikut kutipan wawancara Wahyu Arifin dari SINDO Weekly dengan Mardiasmo yang juga merupakan Wakil Menteri Keuangan saat jeda rapat yang berlangsung di kantornya, Selasa pekan ini.
Sepertinya seleksi Dirjen Pajak berlangsung alot?
Harus diakui jabatan ini sangat strategis. Bahkan, Presiden dan Wakil Presiden begitu concern soal ini. Hampir semua pihak melihat jabatan ini. Bukan hanya strategis, tapi juga banyak tantangannya.
Apa tantangannya?
Bagi orang internal ya ini terkait karier. Bagi yang sudah pernah jadi Dirjen Pajak bisa menjadi menteri dan lain-lain. Saya sendiri merasakan itu. Dirjen Pajak bukan hanya soal kompetensi, tapi juga integritas, visi dan terobosan untuk memaksimalkan potensi sumber pajak. Memang di Indonesia jadi orang kaya sangat enak. Punya Lamborghini, tapi tidak bayar pajak. Di sini pemeriksaan pajak hanya mencapai 1% karena tingkat kepatuhannya rendah.
Persoalannya, orang-orang seperti itu difasilitasi oleh orang pajak sendiri?
Saya sebagai Ketua Pansel dan tim, ingin benar-benar mencari figur yang berintegritas dan berani memberantas mafia pajak. Integritas ini akan terbukti ketika dia melibas mafia pajak, termasuk karyawannya sendiri.
Saat saya wawancara satu persatu, pertanyaan yang saya tanyakan, ”Kamu berani lawan mafia apapun risikonya?” termasuk saya tegaskan musuh utamanya ya internal kita sendiri. Nah, saya pastikan mereka juga bersih dan track record-nya bagus. Termasuk dugaan rekening gendut.
Bagaimana soal rekening gendut itu?
Dari 11 orang yang saya tanya dan menjadi 7, mereka memaparkan bukti kekayaannya. Mereka melaporkannya lewat LHKPN. Ada yang memang dasarnya kaya, ada yang kaya dari warisan dan juga dari istrinya. Mereka, yang saya wawancarai dan seleksi sudah menyatakan siap dengan semua risiko termasuk menindak keluarganya jika salah.
Tapi, kita harus membangun infrastruktur yang baik dan pengawasan yang mumpuni. Sehingga kinerja dan integritas mereka terjaga, ada pakta integritasnya, reward and punishment-nya. Nah, jika Dirjen Pajak ini bermasalah ya harus dilibas. Untuk melakukan itu, harus ada kekuatan kelembagaan untuk memakai kekuatan hukum.
Untuk menyaring dan menemukan figur seperti itu, ada pelibatan PPATK dan KPK?
Dari seleksi administrasi sudah sangat ketat, banyak yang tidak lolos. Termasuk terobosan dan ide mereka yang dituliskan dalam makalah yang akan diuji oleh tim pansel. Lulus di sini, kami wawancarai. Nah, data-data mereka kami kirim ke PPATK, Itjen Kemenkeu dan KPK untuk ditelusuri. Termasuk ke BIN.
Dari PPATK, ada beberapa laporan yang mencurigakan, semisal pencucian uang ke keluarganya. Dari laporan PPATK, ini kami bisa menentukan orang-orang ini jangan karena dicurigai rekeningnya.
Bagaimana yang dari KPK?
KPK juga memberikan catatan. Dari dua lembaga ini kami menyaring. Tidak lupa juga kesehatan mental. Tujuh orang terakhir kami kasih ke Pak Menteri. Kemudian beliau menyaring menjadi empat dan itu yang diserahkan ke Presiden.
Jadi, dari 11 menjadi tujuh, lalu empat calon itu yang tersingkir dicurigai terkait rekening gendut?
Menurut PPATK ada transaksi mencurigakan. Dari KPK juga ada laporan.
(Baca selengkapnya di SINDO Weekly No 46 Tahun 3, terbit Kamis 15 Januari 2015)
(dmd)