Alasan BI Rate Harus Dipertahankan Versi Pengamat
A
A
A
JAKARTA - Kepala Riset PT Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada memperkirakan, suku bunga Bank Indonesia (BI rate) bertahan di level 7,75%.
Menurut dia, beberapa hal yang menjadi alasan dipertahankannya BI rate di level tersebut, yakni selama ini BI rate dinilai tidak cukup ampuh menahan pelemahan laju rupiah terhadap USD. Spekulasi akan membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS) membuat USD diburu oleh para pelaku pasar termasuk para spekulan.
"Dengan meningkatnya permintaan terhadap USD, maka harganya pun meningkat. Di sisi lain, kecenderungan harga minyak yang menunjukkan penurunan juga telah membuat pelaku pasar beralih ke mata uang safe heaven, salah satunya USD," ujar dia, Kamis (15/1/2015).
Kemudian, selam ini laju inflsi juga masih cenderung tinggi karena kurangnya pasokan, terutama dari sisi bahan makanan dan barang-barang konsumsi pokok.
"Permasalahan utama inflasi pada bahan makanan dan barang-barang konsumsi pokok adalah pada ketersediaannya (suplai), sehingga seharusnya diatasi dari sisi menambah pasokannya, bukan menambah suku bunga acuan," papar dia.
Kemudian, kenaikan BI rate telah membuat perbankan harus melakukan penyesuaian suku bunga, sehingga lebih tinggi dari sebelumnya. Kenaikan suku bunga perbankan telah membuat pertumbuhan kredit melambat.
Diperkirakan hingga akhir 2014, suku bunga perbankan hanya akan bertumbuh 10,20% dibandingkan akhir 2013 sebesar 21,80%.
"Dengan melambatnya tingkat suku bunga kredit membuat konsumsi masyarakat berkurang dan berpengaruh pada penurunan PDB, terbukti hingga kuartal III hanya tumbuh 5,01% (yoy) dan secara full year, kami perkirakan hanya akan tumbuh 5,15%," terangnya.
Menurut Reza, kenaikan BI rate hanya berpengaruh sedikit pada neraca perdagangan yang hingga akhir 2014 diperkirakan masih mencatatkan defisit USD2,2 miliar, meskipun sudah lebih baik dari akhir 2013 seebsar USD4,08 miliar.
Menurut dia, masih melambatnya ekonomi global, terutama China sebagai mitra dagang utama Indonesia membuat nilai ekspor Indonesia mengalami perlambatan, sehingga tidak dapat secara signfikan diatasi dengan kenaikan suku bunga acuan.
"Semoga kali ini Bank Indonesia tidak terlalu reaktif dalam memutuskan level BI rate dan mau berbaik hati untuk dapat mempertahankan level BI rate di level saat ini," harapnya.
Menurut dia, beberapa hal yang menjadi alasan dipertahankannya BI rate di level tersebut, yakni selama ini BI rate dinilai tidak cukup ampuh menahan pelemahan laju rupiah terhadap USD. Spekulasi akan membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS) membuat USD diburu oleh para pelaku pasar termasuk para spekulan.
"Dengan meningkatnya permintaan terhadap USD, maka harganya pun meningkat. Di sisi lain, kecenderungan harga minyak yang menunjukkan penurunan juga telah membuat pelaku pasar beralih ke mata uang safe heaven, salah satunya USD," ujar dia, Kamis (15/1/2015).
Kemudian, selam ini laju inflsi juga masih cenderung tinggi karena kurangnya pasokan, terutama dari sisi bahan makanan dan barang-barang konsumsi pokok.
"Permasalahan utama inflasi pada bahan makanan dan barang-barang konsumsi pokok adalah pada ketersediaannya (suplai), sehingga seharusnya diatasi dari sisi menambah pasokannya, bukan menambah suku bunga acuan," papar dia.
Kemudian, kenaikan BI rate telah membuat perbankan harus melakukan penyesuaian suku bunga, sehingga lebih tinggi dari sebelumnya. Kenaikan suku bunga perbankan telah membuat pertumbuhan kredit melambat.
Diperkirakan hingga akhir 2014, suku bunga perbankan hanya akan bertumbuh 10,20% dibandingkan akhir 2013 sebesar 21,80%.
"Dengan melambatnya tingkat suku bunga kredit membuat konsumsi masyarakat berkurang dan berpengaruh pada penurunan PDB, terbukti hingga kuartal III hanya tumbuh 5,01% (yoy) dan secara full year, kami perkirakan hanya akan tumbuh 5,15%," terangnya.
Menurut Reza, kenaikan BI rate hanya berpengaruh sedikit pada neraca perdagangan yang hingga akhir 2014 diperkirakan masih mencatatkan defisit USD2,2 miliar, meskipun sudah lebih baik dari akhir 2013 seebsar USD4,08 miliar.
Menurut dia, masih melambatnya ekonomi global, terutama China sebagai mitra dagang utama Indonesia membuat nilai ekspor Indonesia mengalami perlambatan, sehingga tidak dapat secara signfikan diatasi dengan kenaikan suku bunga acuan.
"Semoga kali ini Bank Indonesia tidak terlalu reaktif dalam memutuskan level BI rate dan mau berbaik hati untuk dapat mempertahankan level BI rate di level saat ini," harapnya.
(rna)