HPP Beras Naik 10%
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah sepakat menaikkan harga pokok pembelian (HPP) beras pada tahun ini. Kenaikannya diputuskan sebesar 10% dari HPP yang berlaku saat ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memastikan hal itu setelah melakukan rapat koordinasi di kantornya sejak Rabu sore (14/ 01) hingga malam. Kenaikan HPP beras sebesar 10% diusulkan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman.
”Ya, tadi diusulkan dan diputuskan naik 10%, mulai pembelian tahun ini,” ujar Sofyan. Sofyan belum bisa menjelaskan lebih rinci mengenai bagaimana penentuan kenaikan HPP tersebut. Namun, akan ada pengumuman lebih lanjut mengenai hal ini. Selama ini Perum Bulog melakukan pembelian gabah maupun beras ke petani berdasarkan Inpres No 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras.
Dalam inpres tersebut ditetapkan HPP untuk gabah kering giling (GKG) Rp4.200 per kilogram, sementara HPP beras Rp6.600 per kg. Beras petani yang akan dibeli Bulog pun naik dari Rp6.600 menjadi Rp7.260 per kg. HPP merupakan instrumen pemerintah untuk melindungi harga gabah dan beras yang dihasilkan petani.
Pengamat pertanian Khudori menilai, kenaikan HPP sekitar 10% dinilai tak akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Sebab, kenaikan HPP tidak sebanding dengan kenaikan inflasi yang terjadi selama dua tahun terakhir. ”Sebetulnya petani pasti minta jauh lebih tinggi. Kalau mengacu dari inflasi kemarin, terus kenaikan beberapa ongkos produksi (biaya tanam), kenaikan 10% ini sangat kecil,” ujar Khudori kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Khudori mengatakan, HPP hanyalah salah satu komponen untuk menjamin kesejahteraan petani. Pemerintah tidak boleh hanya mengotak-atik HPP tanpa memperbaiki faktor lain seperti ketersediaan lahan dan produktivitas pertanian. Oleh karena itu, ia mendorong program pemerintah untuk peningkatan perluasan lahan pertanian. Soal produktivitas pertanian pun, menurutnya, perlu perbaikan.
Meski saat ini produktivitas pertanian Indonesia lebih baik ketimbang negara-negara lain, belum ada terobosan yang berarti dalam upaya menaikkan produktivitas. ”Produktivitas padi, walaupun bagus, hanya kalah dari China, tapi selama bertahuntahun tidak ada terobosan baru. Padahal, tahun 1970- 1980-an itu luar biasa. Sekarang kita produksi rata-rata 5,4 kg/ha. Gak bergerak dari (angka) itu,” tambahnya.
Pemerintah juga harus bisa menjamin nilai tukar petani (NTP) agar tidak turun. HPP belum naik sejak 2012 lalu, namun harga di pasaran sudah lebih tinggi dibanding HPP. Khudori pun menilai, HPP relatif tidak efektif sebagai acuan, namun penting untuk menjaga harga ketika terjadi penurunan agar petani tetap mendapat harga yang memadai.
Oleh karena itu, kenaikan HPP 10% tidak akan terlalu berpengaruh pada terjadinya lonjakan inflasi. Apalagi jika kinerja pemerintah dalam mengendalikan inflasi baik. ”Kalaupun naik 10%, gak besar ke inflasi kalau pemerintah bisa menjaga kinerjanya,” imbuhnya. Sementara, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, kenaikan HPP 10% cukup menutup ongkos produksi karena harga bahan bakar minyak (BBM) yang sudah kembali turun.
”Yang penting raskin tetap diadakan sehingga Bulog tetap bisa menyerap beras petani,” ujarnya pada KORAN SINDO kemarin. Di sisi lain, pemerintah tetap melanjutkan program raskin meski selama 3 bulan pertama tahun ini akan terus dievaluasi untuk menjamin ketepatan sasaran, ketepatan jumlah, ketepatan waktu, serta ketepatan kualitas beras. Pemerintah menganggarkan Rp18,9 triliun untuk pengadaan raskin.
Ria martati
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memastikan hal itu setelah melakukan rapat koordinasi di kantornya sejak Rabu sore (14/ 01) hingga malam. Kenaikan HPP beras sebesar 10% diusulkan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman.
”Ya, tadi diusulkan dan diputuskan naik 10%, mulai pembelian tahun ini,” ujar Sofyan. Sofyan belum bisa menjelaskan lebih rinci mengenai bagaimana penentuan kenaikan HPP tersebut. Namun, akan ada pengumuman lebih lanjut mengenai hal ini. Selama ini Perum Bulog melakukan pembelian gabah maupun beras ke petani berdasarkan Inpres No 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras.
Dalam inpres tersebut ditetapkan HPP untuk gabah kering giling (GKG) Rp4.200 per kilogram, sementara HPP beras Rp6.600 per kg. Beras petani yang akan dibeli Bulog pun naik dari Rp6.600 menjadi Rp7.260 per kg. HPP merupakan instrumen pemerintah untuk melindungi harga gabah dan beras yang dihasilkan petani.
Pengamat pertanian Khudori menilai, kenaikan HPP sekitar 10% dinilai tak akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Sebab, kenaikan HPP tidak sebanding dengan kenaikan inflasi yang terjadi selama dua tahun terakhir. ”Sebetulnya petani pasti minta jauh lebih tinggi. Kalau mengacu dari inflasi kemarin, terus kenaikan beberapa ongkos produksi (biaya tanam), kenaikan 10% ini sangat kecil,” ujar Khudori kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Khudori mengatakan, HPP hanyalah salah satu komponen untuk menjamin kesejahteraan petani. Pemerintah tidak boleh hanya mengotak-atik HPP tanpa memperbaiki faktor lain seperti ketersediaan lahan dan produktivitas pertanian. Oleh karena itu, ia mendorong program pemerintah untuk peningkatan perluasan lahan pertanian. Soal produktivitas pertanian pun, menurutnya, perlu perbaikan.
Meski saat ini produktivitas pertanian Indonesia lebih baik ketimbang negara-negara lain, belum ada terobosan yang berarti dalam upaya menaikkan produktivitas. ”Produktivitas padi, walaupun bagus, hanya kalah dari China, tapi selama bertahuntahun tidak ada terobosan baru. Padahal, tahun 1970- 1980-an itu luar biasa. Sekarang kita produksi rata-rata 5,4 kg/ha. Gak bergerak dari (angka) itu,” tambahnya.
Pemerintah juga harus bisa menjamin nilai tukar petani (NTP) agar tidak turun. HPP belum naik sejak 2012 lalu, namun harga di pasaran sudah lebih tinggi dibanding HPP. Khudori pun menilai, HPP relatif tidak efektif sebagai acuan, namun penting untuk menjaga harga ketika terjadi penurunan agar petani tetap mendapat harga yang memadai.
Oleh karena itu, kenaikan HPP 10% tidak akan terlalu berpengaruh pada terjadinya lonjakan inflasi. Apalagi jika kinerja pemerintah dalam mengendalikan inflasi baik. ”Kalaupun naik 10%, gak besar ke inflasi kalau pemerintah bisa menjaga kinerjanya,” imbuhnya. Sementara, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, kenaikan HPP 10% cukup menutup ongkos produksi karena harga bahan bakar minyak (BBM) yang sudah kembali turun.
”Yang penting raskin tetap diadakan sehingga Bulog tetap bisa menyerap beras petani,” ujarnya pada KORAN SINDO kemarin. Di sisi lain, pemerintah tetap melanjutkan program raskin meski selama 3 bulan pertama tahun ini akan terus dievaluasi untuk menjamin ketepatan sasaran, ketepatan jumlah, ketepatan waktu, serta ketepatan kualitas beras. Pemerintah menganggarkan Rp18,9 triliun untuk pengadaan raskin.
Ria martati
(bbg)