Tuntaskan Masalah, Jangan Kerja Setengah-Setengah
A
A
A
Alkisah, di sebuah negara bernama Wei, hiduplah seorang pria yang dipanggil Leyangtsi. Ia mempunyai seorang istri yang sangat luhur budi dan cerdas.
Mereka hidup harmonis karena saling mencintai satu sama lain. Suatu hari Leyangtsi dalam perjalanan pulang dari bekerja, menemukan sebongkah emas. Baginya, itu adalah harta yang sangat berharga. Karena itu, saking senang, ia pun segera berlari menuju rumah untuk memberitahukan penemuan itu pada istrinya. Ia sudah membayangkan istrinya pun pasti akan sangat gembira mendapat rezeki yang tak dikira-kira.
Namun ternyata sampai di rumah, ia justru mendapat “sambutan” yang berbeda. Istrinya berkata, “Seperti yang kamu tahu, laki-laki sejati tak akan pernah meminum air curian. Jadi bagaimana bisa kamu membawa emas yang bukan milikmu..?” Mendengar ucapan itu, Leyangtsi pun terbuka kesadarannya. Ia lantas segera mengembalikan emas itu ke tempat di mana ia menemukannya. Begitulah, sang istri selalu mendampingi Leyangtsi.
Keduanya saling mengingatkan satu sama lain. Hingga suatu ketika, Leyangtsi pergi untuk belajar pada seorang guru, yang membuatnya berpisah dengan sang istri untuk beberapa lama. Pada suatu hari, setelah mereka berpisah cukup lama, Leyangtsi datang ke rumah. Saat itu istrinya sedang menenun kain. Melihat kedatangan suaminya yang tiba-tiba, sang istri bertanya dengan nada khawatir, apa yang membuatnya kembali sebelum waktunya.
Leyangtsi menjawab, dirinya sangat sedih berpisah lama dengan istrinya, dan ia sangat merindukannya. Namun, sang istri ternyata malah bereaksi kurang sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan, tanpa diduga, sang istri mengambil gunting dan langsung memotong kain tenunan yang hampir diselesaikannya.
“Aku tahu kamu memang mencintaiku. Begitu juga sebaliknya. Tapi seperti halnya kain ini, tidak akan menjadi kain yang indah jika aku tidak menyelesaikannya. Kalau hanya separuh saja, ini tak akan laku dijual atau tak akan bisa dipakai. Begitu juga denganmu. Saat kamu hanya menjalani setengahnya, ilmumu tak akan pernah cukup!” seru sang istri. Leyangtsi pun sadar, ada kepentingan yang lebih besar daripada sekadar memenuhi rasa kangen pada istrinya. Maka ia pun berjanji, baru akan kembali setelah menyelesaikan masa belajar dan mencetak prestasi yang mengagumkan.
The Cup of Wisdom
Kisah tersebut mencerminkan pengertian bahwa pekerjaan apa pun tak akan selesai tanpa kita sendiri yang berjuang menyelesaikannya. Jika kita hanya setengah-setengah dalam usaha mewujudkan target, hasilnya pasti tak akan pernah maksimal. Sayangnya,banyak orang yang justru menyerah saat sudah jalan setengah atau sudah terlanjur “basah”.
Mereka takut “tenggelam”, meski di seberang sana ada banyak peluang. Atau, ada kalanya, seseorang merasa harus beristirahat untuk mengumpulkan tenaga kembali untuk bisa terus melaju. Sayangnya yang terjadi, ia “terjebak” di zona nyaman yang membuatnya berhenti melangkah ke hasil yang lebih gemilang. Bagi mereka yang berada pada kondisi ini, tantangan sebenarnya hanya satu: bagaimana menaklukkan diri.
Mau terus melaju, atau berhenti di tengah jalan? Hanya mereka yang punya komitmen penuh untuk terus berjuang dan berjuang, selangkah demi selangkah, hingga sampai “garis finis” yang akan mendapat hasil seperti yang diharapkan. Bahkan saat sudah selesai pun, sebenarnya jika ada kesempatan untuk menyempurnakan, kita masih bisa terus meraih hasil yang jauh lebih maksimal.
Hal ini juga sering kita kenal dengan istilah Kaizen dalam bahasa Jepang, yang berarti perbaikan terus-menerus. Dengan terus melangkah, melakukan perbaikan,kita akan sampai pada tujuan. Mari jangan berhenti saat dihadapkan pada masalah.
Tuntaskan segera dan jangan setengah- setengah! Jika kita bisa selalu menjalankan rencana dan tindakan hingga tuntas, hampir bisa dipastikan, impian apa pun, bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan. Salam sukses, luar biasa!
Mereka hidup harmonis karena saling mencintai satu sama lain. Suatu hari Leyangtsi dalam perjalanan pulang dari bekerja, menemukan sebongkah emas. Baginya, itu adalah harta yang sangat berharga. Karena itu, saking senang, ia pun segera berlari menuju rumah untuk memberitahukan penemuan itu pada istrinya. Ia sudah membayangkan istrinya pun pasti akan sangat gembira mendapat rezeki yang tak dikira-kira.
Namun ternyata sampai di rumah, ia justru mendapat “sambutan” yang berbeda. Istrinya berkata, “Seperti yang kamu tahu, laki-laki sejati tak akan pernah meminum air curian. Jadi bagaimana bisa kamu membawa emas yang bukan milikmu..?” Mendengar ucapan itu, Leyangtsi pun terbuka kesadarannya. Ia lantas segera mengembalikan emas itu ke tempat di mana ia menemukannya. Begitulah, sang istri selalu mendampingi Leyangtsi.
Keduanya saling mengingatkan satu sama lain. Hingga suatu ketika, Leyangtsi pergi untuk belajar pada seorang guru, yang membuatnya berpisah dengan sang istri untuk beberapa lama. Pada suatu hari, setelah mereka berpisah cukup lama, Leyangtsi datang ke rumah. Saat itu istrinya sedang menenun kain. Melihat kedatangan suaminya yang tiba-tiba, sang istri bertanya dengan nada khawatir, apa yang membuatnya kembali sebelum waktunya.
Leyangtsi menjawab, dirinya sangat sedih berpisah lama dengan istrinya, dan ia sangat merindukannya. Namun, sang istri ternyata malah bereaksi kurang sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan, tanpa diduga, sang istri mengambil gunting dan langsung memotong kain tenunan yang hampir diselesaikannya.
“Aku tahu kamu memang mencintaiku. Begitu juga sebaliknya. Tapi seperti halnya kain ini, tidak akan menjadi kain yang indah jika aku tidak menyelesaikannya. Kalau hanya separuh saja, ini tak akan laku dijual atau tak akan bisa dipakai. Begitu juga denganmu. Saat kamu hanya menjalani setengahnya, ilmumu tak akan pernah cukup!” seru sang istri. Leyangtsi pun sadar, ada kepentingan yang lebih besar daripada sekadar memenuhi rasa kangen pada istrinya. Maka ia pun berjanji, baru akan kembali setelah menyelesaikan masa belajar dan mencetak prestasi yang mengagumkan.
The Cup of Wisdom
Kisah tersebut mencerminkan pengertian bahwa pekerjaan apa pun tak akan selesai tanpa kita sendiri yang berjuang menyelesaikannya. Jika kita hanya setengah-setengah dalam usaha mewujudkan target, hasilnya pasti tak akan pernah maksimal. Sayangnya,banyak orang yang justru menyerah saat sudah jalan setengah atau sudah terlanjur “basah”.
Mereka takut “tenggelam”, meski di seberang sana ada banyak peluang. Atau, ada kalanya, seseorang merasa harus beristirahat untuk mengumpulkan tenaga kembali untuk bisa terus melaju. Sayangnya yang terjadi, ia “terjebak” di zona nyaman yang membuatnya berhenti melangkah ke hasil yang lebih gemilang. Bagi mereka yang berada pada kondisi ini, tantangan sebenarnya hanya satu: bagaimana menaklukkan diri.
Mau terus melaju, atau berhenti di tengah jalan? Hanya mereka yang punya komitmen penuh untuk terus berjuang dan berjuang, selangkah demi selangkah, hingga sampai “garis finis” yang akan mendapat hasil seperti yang diharapkan. Bahkan saat sudah selesai pun, sebenarnya jika ada kesempatan untuk menyempurnakan, kita masih bisa terus meraih hasil yang jauh lebih maksimal.
Hal ini juga sering kita kenal dengan istilah Kaizen dalam bahasa Jepang, yang berarti perbaikan terus-menerus. Dengan terus melangkah, melakukan perbaikan,kita akan sampai pada tujuan. Mari jangan berhenti saat dihadapkan pada masalah.
Tuntaskan segera dan jangan setengah- setengah! Jika kita bisa selalu menjalankan rencana dan tindakan hingga tuntas, hampir bisa dipastikan, impian apa pun, bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan. Salam sukses, luar biasa!
(ars)