Integritas Bukan Diucapkan tapi Dilakukan!
A
A
A
Kalau Anda menyalakan televisi dan menyaksikan berita, sering terdengar kata “integritas”. Bahkan, dalam masa-masa pemilihan umum (pemilu), baik itu legislatif maupun pemilihan presiden, istilah ini begitu “laku” dijual.
Sama halnya jika Anda membaca surat kabar yang memuat berita-berita politik atau kasus korupsi. Banyak pengamat dan ahli hukum mencoba mengaitkan dengan nilai-nilai integritas. Begitu sering diucapkan, tetapi begitu sering pula kita melihat praktik-praktik yang tidak sejalan dengan pemahaman integritas. Kadang-kadang muncul pikiran di benak saya, apakah memang integritas itu sulit dipahami atau justru begitu sulit dijalankan.
Mungkin ada pribadi yang paham makna di balik integritas, bahkan bisa dijadikan “nilai jualnya” di mata publik. Akan tetapi, paham saja tidak cukup untuk menarik simpati publik. Pintar dalam berkata-kata memang nikmat ketika mendengarnya, tapi jujur dalam perkataan dan perbuatan akan jauh lebih mendamaikan.
Dalam kamus Bahasa Inggris, integritas (integrity ) diartikan sebagai the quality of being honest and having strong moral principles; moral uprightness dan sumber lain ada pula yang mengatakan internal consistency . Kualitas diri seseorang untuk berani jujur dan memiliki prinsip moral yang kuat dalam menjunjung tinggi kebenaran, serta berani konsisten dalam perkataan dan perbuatannya.
Melawan Godaan dan Tekanan
Mengapa saya katakan menjunjung tinggi integritas indah untuk dikatakan, karena “tekanan” atau “godaan” belum ada di depan mata. Namun, ceritanya akan berbeda manakala situasi tersebut ada di hadapan seseorang, dan di situlah ujian terbesar bagi seseorang dalam memegang teguh integritas pribadi. Contohnya begini, seorang karyawan yang dihadapkan dengan situasi, di mana ia harus membeli ratusan barang untuk kebutuhan perusahaan.
Terkadang, dalam situasi semacam ini, godaan tersebut datang dari luar, yakni sang penjual menawarkan iming-iming potongan harga namun tidak tertulis dalam bukti pembayaran melainkan secara pribadi diberikan kepada si karyawan. Apakah mungkin hal ini terjadi? Situasi tersebut mungkin bisa terjadi tetapi apakah si karyawan bisa tetap memegang integritasnya?
Di situlah ujiannya! Jadi, dari lingkungan yang paling dekat yakni di mana kita bekerja, hal semacam ini pun bisa terjadi. Godaan tidak mengenal di mana Anda bekerja, bisa saja di pemerintahan maupun di perusahaan. Berbeda pula dengan “tekanan”, seseorang bisa menjadi “salah” dalam bertindak hanya karena berada dalam lingkaran tekanan dari berbagai pihak yang seolah membuat dirinya tak lagi bisa berbuat apaapa.
Seperti layaknya permainan catur, di mana sang raja seperti tak berdaya lagi karena sudah tergempur oleh “tekanan” lawan. Lantas, kita mungkin bertanya: kalau itu terjadi pada saya, bagaimana melawannya? Ini bukan soal matematika yang ada formula untuk menjawabnya. Ini erat kaitannya bagaimana kita mau melatih untuk lebih peka mendengar hati nurani dan merefleksi kembali nilai atau prinsip apa yang ingin kita pegang dalam hidup ini.
Kalau cara berpikir hanya sekadar mengisi penuh kantung dan tabungan, atau hanya berpikir untuk menyenangi pihak-pihak tertentu dan melayani mereka dengan mengorbankan kepentingan yang lebih besar, maka bisa jadi ini awal di mana kita mempertaruhkan integritas pribadi. Berani taat bukan pada pihak tertentu melainkan patuh terhadap aturan dan nilai/ prinsip kebaikan dan kebenaran yang kita anut. Berani untuk berkata ya bila itu memang baik dan benar dan berani untuk berkata tidak apabila memang itu tidak sesuai dengan nurani Anda.
Berani Jujur
Saya percaya setiap orang terlahir baik namun seseorang mungkin menjadi lupa, nuraninya menjadi kurang peka, ambisi untuk meraih mimpinya mendominasi kehidupannya sampai mengabaikan nilai kebenaran, keserakahan untuk memiliki lebih banyak sudah menjadi pola pikir yang terpelihara. Dan, celakanya kalau ada pribadi yang menganggap hal yang dilakukannya tidak bersalah, sah-sah saja, dan sama sekali tidak paham apa yang di maksud dengan integritas tapi berperilaku seolah-olah yang paling berintegritas.
Beranikah kita jujur dalam diri kita sendiri, apakah perilaku semacam ini yang ingin kita warisi kepada anak cucu kita kelak? Banggakah kita kalau kelak anak kita melihat profil kita bukan dalam deretan orang yang memegang teguh integritas, tapi menjadi orang yang memperjualbelikan nilai integritas itu sendiri hanya untuk sejumlah uang ataupun kekuasaan.
Ingat, yang terpenting bukan apa yang kita katakan, tapi apa yang kita perbuat dan kita tinggalkan untuk diri kita dan orang lain, itulah yang terpenting! Mengutip sebuah pepatah, “Your reputation and integrity are everything. Follow through on what you say you “Your reputation and integrity are everything. Follow through on what you say youre going to do. Your credibility can only be built over time, and it is built from the history of your words and actions.”
MUK KUANG
Professional Trainer,
Speaker Author-Messages of Hope,
Amazing Life,
Think and Act Like A Winner
Email : [email protected]
@mukkuang
Sama halnya jika Anda membaca surat kabar yang memuat berita-berita politik atau kasus korupsi. Banyak pengamat dan ahli hukum mencoba mengaitkan dengan nilai-nilai integritas. Begitu sering diucapkan, tetapi begitu sering pula kita melihat praktik-praktik yang tidak sejalan dengan pemahaman integritas. Kadang-kadang muncul pikiran di benak saya, apakah memang integritas itu sulit dipahami atau justru begitu sulit dijalankan.
Mungkin ada pribadi yang paham makna di balik integritas, bahkan bisa dijadikan “nilai jualnya” di mata publik. Akan tetapi, paham saja tidak cukup untuk menarik simpati publik. Pintar dalam berkata-kata memang nikmat ketika mendengarnya, tapi jujur dalam perkataan dan perbuatan akan jauh lebih mendamaikan.
Dalam kamus Bahasa Inggris, integritas (integrity ) diartikan sebagai the quality of being honest and having strong moral principles; moral uprightness dan sumber lain ada pula yang mengatakan internal consistency . Kualitas diri seseorang untuk berani jujur dan memiliki prinsip moral yang kuat dalam menjunjung tinggi kebenaran, serta berani konsisten dalam perkataan dan perbuatannya.
Melawan Godaan dan Tekanan
Mengapa saya katakan menjunjung tinggi integritas indah untuk dikatakan, karena “tekanan” atau “godaan” belum ada di depan mata. Namun, ceritanya akan berbeda manakala situasi tersebut ada di hadapan seseorang, dan di situlah ujian terbesar bagi seseorang dalam memegang teguh integritas pribadi. Contohnya begini, seorang karyawan yang dihadapkan dengan situasi, di mana ia harus membeli ratusan barang untuk kebutuhan perusahaan.
Terkadang, dalam situasi semacam ini, godaan tersebut datang dari luar, yakni sang penjual menawarkan iming-iming potongan harga namun tidak tertulis dalam bukti pembayaran melainkan secara pribadi diberikan kepada si karyawan. Apakah mungkin hal ini terjadi? Situasi tersebut mungkin bisa terjadi tetapi apakah si karyawan bisa tetap memegang integritasnya?
Di situlah ujiannya! Jadi, dari lingkungan yang paling dekat yakni di mana kita bekerja, hal semacam ini pun bisa terjadi. Godaan tidak mengenal di mana Anda bekerja, bisa saja di pemerintahan maupun di perusahaan. Berbeda pula dengan “tekanan”, seseorang bisa menjadi “salah” dalam bertindak hanya karena berada dalam lingkaran tekanan dari berbagai pihak yang seolah membuat dirinya tak lagi bisa berbuat apaapa.
Seperti layaknya permainan catur, di mana sang raja seperti tak berdaya lagi karena sudah tergempur oleh “tekanan” lawan. Lantas, kita mungkin bertanya: kalau itu terjadi pada saya, bagaimana melawannya? Ini bukan soal matematika yang ada formula untuk menjawabnya. Ini erat kaitannya bagaimana kita mau melatih untuk lebih peka mendengar hati nurani dan merefleksi kembali nilai atau prinsip apa yang ingin kita pegang dalam hidup ini.
Kalau cara berpikir hanya sekadar mengisi penuh kantung dan tabungan, atau hanya berpikir untuk menyenangi pihak-pihak tertentu dan melayani mereka dengan mengorbankan kepentingan yang lebih besar, maka bisa jadi ini awal di mana kita mempertaruhkan integritas pribadi. Berani taat bukan pada pihak tertentu melainkan patuh terhadap aturan dan nilai/ prinsip kebaikan dan kebenaran yang kita anut. Berani untuk berkata ya bila itu memang baik dan benar dan berani untuk berkata tidak apabila memang itu tidak sesuai dengan nurani Anda.
Berani Jujur
Saya percaya setiap orang terlahir baik namun seseorang mungkin menjadi lupa, nuraninya menjadi kurang peka, ambisi untuk meraih mimpinya mendominasi kehidupannya sampai mengabaikan nilai kebenaran, keserakahan untuk memiliki lebih banyak sudah menjadi pola pikir yang terpelihara. Dan, celakanya kalau ada pribadi yang menganggap hal yang dilakukannya tidak bersalah, sah-sah saja, dan sama sekali tidak paham apa yang di maksud dengan integritas tapi berperilaku seolah-olah yang paling berintegritas.
Beranikah kita jujur dalam diri kita sendiri, apakah perilaku semacam ini yang ingin kita warisi kepada anak cucu kita kelak? Banggakah kita kalau kelak anak kita melihat profil kita bukan dalam deretan orang yang memegang teguh integritas, tapi menjadi orang yang memperjualbelikan nilai integritas itu sendiri hanya untuk sejumlah uang ataupun kekuasaan.
Ingat, yang terpenting bukan apa yang kita katakan, tapi apa yang kita perbuat dan kita tinggalkan untuk diri kita dan orang lain, itulah yang terpenting! Mengutip sebuah pepatah, “Your reputation and integrity are everything. Follow through on what you say you “Your reputation and integrity are everything. Follow through on what you say youre going to do. Your credibility can only be built over time, and it is built from the history of your words and actions.”
MUK KUANG
Professional Trainer,
Speaker Author-Messages of Hope,
Amazing Life,
Think and Act Like A Winner
Email : [email protected]
@mukkuang
(bbg)