DPR Ragukan Proyek Listrik 35.000 MW

Kamis, 22 Januari 2015 - 10:12 WIB
DPR Ragukan Proyek Listrik 35.000 MW
DPR Ragukan Proyek Listrik 35.000 MW
A A A
JAKARTA - DPR pesimistis proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) bisa direalisasikan sesuai rencana dalam lima tahun ke depan. Keraguan itu didasari oleh molornya proyek pembangkit listrik 10.000 MW (fast track programme /FTP) tahap I dan II.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi program percepatan listrik tahap I hingga akhir 2014 baru mencapai 7.384,5 MW atau sekitar 74,4%. Sedangkan 2.542,5 MW atau 25,6% sisanya ditargetkan bisa diselesaikan pada 2016. Padahal, awalnya FTP tahap I (total 9.700 MW) ditargetkan selesai pada 2010.

Sementara realisasi FTP tahap II hingga 2014 hanya sebesar 55 MW dan diperkirakan baru akan rampung pada 2020. Padahal, FTP tahap II (total 17.800 MW) awalnya ditargetkan bisa rampung pada 2018. ”Surprise ketika melihat FTP I dan II tidak jalan, tapi pemerintah optimistis bisa merealisasikan tambahan kapasitas sebesar 35.000 MW,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Satya menegaskan, tanpa ada terobosan, DPR pesimistis pemerintah dapat memenuhi tambahan kapasitas listrik sebesar 35.000 MW seperti yang direncanakan. Dia berharap pemerintah betulbetul siap mengambil langkah baru agar program itu bisa terlaksana. Ancaman krisis listrik sudah nyata di depan mata. Terkait dengan itu, Wakil KetuaKomisiVIIZairullahAzhar mengatakan, DPR akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Ketenagalistrikan guna mengawal dan menyukseskan proyek percepatan pembangkit listrik 35.000 MW.

”Kami akan mencarikan solusi agar hambatan dapat diatasi segera. Hasil panja itu akan menjadi re-komendasi bagi pemerintah agar proyek itu dapat terwujud,” kata dia. Menurut Zairullah, Panja Ketenagalistrikan juga akan mengawal proyek FTP tahap I dan II yang hingga kini targetnya belum tercapai. Sektor ketenagalistrikan merupakan perhatian utama Komisi VII DPR. Saat ini antara pasokan dan kebutuhan listrik sudah tidak seimbang, bahkan telah mengarah pada krisis listrik.

”Saat ini kebutuhan listrik per tahun 7.000 MW, tapi yang bisa disediakan hanya 2.000 MW,” sebut dia. Dalam rangka menyukseskan proyek pembangkit 35.000 MW, pemerintah telah mengambil beberapa terobosan kendati baru berupa aturan dan pembentukan sejumlah gugus tugas.

Pemerintah antara lain telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3/2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batu Bara, PLTG/PLTMG dan PLTA oleh PLN, Melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukan Langsung. Pemerintah juga mengaktifkan pusat pelayanan perizinan satu pintu pada 15 Januari 2015 di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di mana salah satu layanannya adalah perizinan kelistrikan.

Pemerintah baru-baru ini juga mencetuskan rencana pembentukan Komite Gas guna mengurai sumbatansumbatan percepatan pembangkit listrik 35.000 MW terkait pemenuhan kebutuhan gas pembangkit. Terakhir, pemerintah akan membentuk Tim Nasional (Timnas) Percepatan Pembangkit Listrik 35.000 MW yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo. Para menteri terkait akan duduk di steering committee yang diketuai oleh menteri koordinator perekonomian dan menko maritim serta menteri ESDM sebagai ketua pelaksana.

Tambahan Anggaran

Di sisi lain, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR kemarin mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp1,3 triliun. Dana itu akan digunakan untuk menggenjot rasio elektrifikasi di wilayah terluar dan perbatasan. Usulan ini akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.

Jarman menyampaikan, dalam APBN 2015 alokasi dana untuk sektor kelistrikan mencapai Rp3,86 triliun. Namun, bila usulan tambahan Rp1,3 triliun diterima, total alokasi dana akan mencapai Rp5,3 triliun dalam APBN-P 2015. Adapun rincian dari seluruh alokasi dana, Rp2,5 triliun akan digunakan untuk listrik desa, pembangunan transmisi Rp1,7 triliun, dan operasi instansi Rp200 miliar.

Sementara tambahan anggaran yang diajukan sebesar Rp1,3 triliun digunakan untuk mengaliri listrik wilayah terluar dan perbatasan, terdiri atas Rp1 triliun untuk pembangkitan, dan Rp300 miliar untuk pembangunan infrastruktur pendukung. ”Sampai saat ini rasio elektrifikasi 84,12%. Dengan persentase tersebut, masyarakat yang belum menikmati listrik mencapai 10 juta jiwa,” kata Jarman.

Menurut Jarman, angka tersebut sebetulnya telah turun drastisdibandingpada 2011, dimana jumlah penduduk yang belum menikmati listrik mencapai 19 juta jiwa. Saat ini daerah yang paling kecil elektrivikasinya adalah Papua yakni 43,17%. Daerah lain adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan rasio elektrifikasi 59,52% dan NTB 65,57%.

Sementara untuk Indonesia bagian barat, rata-rata rasio elektrifikasi di atas 80%. Sebagai contoh, rasio elektrifikasi Jawa Timur sebesar 83,30%, Bali 85,30%, Jakarta 99%, dan Bangka-Belitung 95,58%. Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi nasional pada 2020 telah mencapai 99%.

Nanang wijayanto
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6172 seconds (0.1#10.140)