Freeport Khawatirkan Nasib Papua
A
A
A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia (PTFI) mengkhawatirkan nasib masyarakat Papua, jika izin ekspor dan operasional perusahaan dicabut.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengancam akan membekukan izin ekspor Freeport, jika proses pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tidak kunjung dilakukan.
"Kenapa ini tidak di speed up. Ini kan komitmen kalau tidak berjalan operasional, bagaimana dengan Papua itu sendiri?" ujar Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin di kantornya, Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Dia mengatakan, saat ini ada sekitar 13.000 warga Papua yang bekerja di perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut. Jika izin ekspor dicabut, pengangguran pasti akan mengancam para pekerja.
"Belum lagi yang sebagai kontraktor, saya jadi berpikiran kalau ini berhenti bagaimana nanti terjadi pengangguran. Dampak sosialnya, anak istrinya," tuturnya.
Mantan Wakil Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) ini menegaskan, pihaknya tidak boleh memberikan beban tambahan kepada pemerintah dengan semakin besarnya angka pengangguran yang terjadi.
Kendati demikian, Maroef mengakui memang izin ekspor Freeport telah mendekati tenggat waktu, yaitu 25 Januari 2015. Dia juga mengapresiasi langkah Sudirman yang menyentilnya dengan ancaman tersebut. (Baca: Pemerintah Ancam Bekukan Izin Ekspor Freeport)
"Saya sangat menanggapi positif apa yang disampaikan Bapak Menteri ESDM untuk mengingatkan PTFI, bahwa izin ekspornya sudah sangat mendekati waktu," tandas dia.
(Baca: Freeport Akui Lamban Jalankan Komitmen dengan Pemerintah)
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengancam akan membekukan izin ekspor Freeport, jika proses pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tidak kunjung dilakukan.
"Kenapa ini tidak di speed up. Ini kan komitmen kalau tidak berjalan operasional, bagaimana dengan Papua itu sendiri?" ujar Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin di kantornya, Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Dia mengatakan, saat ini ada sekitar 13.000 warga Papua yang bekerja di perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut. Jika izin ekspor dicabut, pengangguran pasti akan mengancam para pekerja.
"Belum lagi yang sebagai kontraktor, saya jadi berpikiran kalau ini berhenti bagaimana nanti terjadi pengangguran. Dampak sosialnya, anak istrinya," tuturnya.
Mantan Wakil Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) ini menegaskan, pihaknya tidak boleh memberikan beban tambahan kepada pemerintah dengan semakin besarnya angka pengangguran yang terjadi.
Kendati demikian, Maroef mengakui memang izin ekspor Freeport telah mendekati tenggat waktu, yaitu 25 Januari 2015. Dia juga mengapresiasi langkah Sudirman yang menyentilnya dengan ancaman tersebut. (Baca: Pemerintah Ancam Bekukan Izin Ekspor Freeport)
"Saya sangat menanggapi positif apa yang disampaikan Bapak Menteri ESDM untuk mengingatkan PTFI, bahwa izin ekspornya sudah sangat mendekati waktu," tandas dia.
(Baca: Freeport Akui Lamban Jalankan Komitmen dengan Pemerintah)
(izz)