Pemerintah Libatkan BPK Audit Freeport
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menegaskan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan dilibatkan dalam mengaudit PT Freeport Indonesia untuk menciptakan transparansi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar menuturkan, selama ini perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut telah diaudit oleh auditor independent.
Namun, dalam menciptakan transparansi pemerintah berkeinginan BPK turut melakukan audit terhadap Freeport.
"Pemerintah punya saham di Freeport, BPK bisa masuk untuk mengaudit. Audit lebih terkait keuangan, local content transfer teknologi dan lain-lain," ungkap Sukhyar saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/1/2015).
Menurutnya, semangat transparansi melakukan audit sebagai bentuk pengawasan pemerintah terhadap kegiatan bisnis tambang yang dilakukan Freeport di Indonesia.
Alhasil, pengawasan merupakan sebuah kewajiban sehingga tidak perlu dituangkan dalam amandemen kontrak antara pemerintah dan Freeport.
"Itu bagian dari pengawasan, sehingga cukup diawasi saja. Mereka sudah ada audit independen kita lihat hasil auditnya itu," kata dia.
Namun, hal berbeda diungkapkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said yang mengaku semangat transparansi audit terhadap Freeport harus dituangkan dalam amandemen kontrak yang akan dilakukan pada enam bulan ke depan.
"Spirit nota kesepakatan (memorandum of understanding/MoU) tahap dua ini kami ingin mendorong adanya transparansi, kontribusi yang lebih. Sehingga yang begitu itu yang ingin kami dorong," jelasnya.
Di sisi lain, Sudirman juga mengklarifikasi kabar yang beredar di masyarakat bahwa tidak benar jika pemerintah telah memperpanjang kontrak operasi tambang Freeport di Papua.
Dia menegaskan bahwa yang di perpanjang adalah ekspor Freeport dalam enam bulan ke depan, sembari menyelesaikan enam isu renegosiasi yang telah dibahas sejak 24 Juli 2014.
"Pemerintah belum memutuskan apapun (terkait kontrak Freeport)," ucapnya.
Tentu, kepastian perpanjangan ekapor Freeport berpengaruh besar terhadap kegiatan tambang di Papua. Pasalnya, Freeport berencana mengucurkan dana USD15 miliar di tambah USD2,3 miliar (untuk kegiatan penambangan bawah tanah).
"Aliran dana sebesar itu, tidak mungkin tanpa kepastian seberapa lama mereka masih akan beroperasi di sini," ungkap Sudirman.
Atas dasar itu, pemerintah melanjutkan negosiasi dengan Freeport terkait kelanjutan enam isu negosiasi yang belum sepakat. Dalam negosiasi tahap dua pemerintah berkeinginan kontribusi Freeport lebih maksimal untuk negara.
"Kami meminta bagian pemerintah di tambah untuk merealisasikan pembangunan di Papua," katanya.
Tidak hanya bagi hasil, dalam pembahasan negosiasi selanjutnya, pemerintah juga meminta Freeport meningkatkan keselamatan kerja dan local content. Pasalnya, dalam tahun terakhir ini, keselamatan kerja Freeport seolah diabaikan.
"Belakangan banyak kecelakaan, dalam empat tahun terakhir ada korban jiwa 50 orang di site tambang. Kita minta keselamatan kerja ditingkatkan," ujarterang dia.
Sebagai informasi, MoU tahap II merupakan nota kesepahaman yang ditandatangani ESDM dengan Freeport kemarin, melanjutkan MoU yang dilakukan pada 24 Juli 2014. MoU ini berisi kesepakatan untuk menyusun amendemen kontrak dalam waktu enam bulan ke depan.
MoU tahap I berlaku selama Juli 2014-Januari 2015 terkait kesepakatan penyusunan amendemen kontrak. Namun hingga habis masa berlaku amendemen kontrak belum mencapai kesepakatan.
Untuk mencapai kesepakatan tersebut pemerintah tetap perlu memberikan kepastian perpanjangan ekspor konsentrat.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar menuturkan, selama ini perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut telah diaudit oleh auditor independent.
Namun, dalam menciptakan transparansi pemerintah berkeinginan BPK turut melakukan audit terhadap Freeport.
"Pemerintah punya saham di Freeport, BPK bisa masuk untuk mengaudit. Audit lebih terkait keuangan, local content transfer teknologi dan lain-lain," ungkap Sukhyar saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/1/2015).
Menurutnya, semangat transparansi melakukan audit sebagai bentuk pengawasan pemerintah terhadap kegiatan bisnis tambang yang dilakukan Freeport di Indonesia.
Alhasil, pengawasan merupakan sebuah kewajiban sehingga tidak perlu dituangkan dalam amandemen kontrak antara pemerintah dan Freeport.
"Itu bagian dari pengawasan, sehingga cukup diawasi saja. Mereka sudah ada audit independen kita lihat hasil auditnya itu," kata dia.
Namun, hal berbeda diungkapkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said yang mengaku semangat transparansi audit terhadap Freeport harus dituangkan dalam amandemen kontrak yang akan dilakukan pada enam bulan ke depan.
"Spirit nota kesepakatan (memorandum of understanding/MoU) tahap dua ini kami ingin mendorong adanya transparansi, kontribusi yang lebih. Sehingga yang begitu itu yang ingin kami dorong," jelasnya.
Di sisi lain, Sudirman juga mengklarifikasi kabar yang beredar di masyarakat bahwa tidak benar jika pemerintah telah memperpanjang kontrak operasi tambang Freeport di Papua.
Dia menegaskan bahwa yang di perpanjang adalah ekspor Freeport dalam enam bulan ke depan, sembari menyelesaikan enam isu renegosiasi yang telah dibahas sejak 24 Juli 2014.
"Pemerintah belum memutuskan apapun (terkait kontrak Freeport)," ucapnya.
Tentu, kepastian perpanjangan ekapor Freeport berpengaruh besar terhadap kegiatan tambang di Papua. Pasalnya, Freeport berencana mengucurkan dana USD15 miliar di tambah USD2,3 miliar (untuk kegiatan penambangan bawah tanah).
"Aliran dana sebesar itu, tidak mungkin tanpa kepastian seberapa lama mereka masih akan beroperasi di sini," ungkap Sudirman.
Atas dasar itu, pemerintah melanjutkan negosiasi dengan Freeport terkait kelanjutan enam isu negosiasi yang belum sepakat. Dalam negosiasi tahap dua pemerintah berkeinginan kontribusi Freeport lebih maksimal untuk negara.
"Kami meminta bagian pemerintah di tambah untuk merealisasikan pembangunan di Papua," katanya.
Tidak hanya bagi hasil, dalam pembahasan negosiasi selanjutnya, pemerintah juga meminta Freeport meningkatkan keselamatan kerja dan local content. Pasalnya, dalam tahun terakhir ini, keselamatan kerja Freeport seolah diabaikan.
"Belakangan banyak kecelakaan, dalam empat tahun terakhir ada korban jiwa 50 orang di site tambang. Kita minta keselamatan kerja ditingkatkan," ujarterang dia.
Sebagai informasi, MoU tahap II merupakan nota kesepahaman yang ditandatangani ESDM dengan Freeport kemarin, melanjutkan MoU yang dilakukan pada 24 Juli 2014. MoU ini berisi kesepakatan untuk menyusun amendemen kontrak dalam waktu enam bulan ke depan.
MoU tahap I berlaku selama Juli 2014-Januari 2015 terkait kesepakatan penyusunan amendemen kontrak. Namun hingga habis masa berlaku amendemen kontrak belum mencapai kesepakatan.
Untuk mencapai kesepakatan tersebut pemerintah tetap perlu memberikan kepastian perpanjangan ekspor konsentrat.
(izz)