Defisit Perdagangan Jepang Meningkat

Selasa, 27 Januari 2015 - 10:55 WIB
Defisit Perdagangan Jepang Meningkat
Defisit Perdagangan Jepang Meningkat
A A A
TOKYO - Defisit perdagangan Jepang meningkat mencapai rekor USD109 miliar pada 2014 seiring kenaikan tagihan energi pascakrisis nuklir Fukushima. Meski demikian, penurunan harga minyak mungkin akan mengurangi defisit.

Jumlah defisit naik 11,4% dari 2013 dan yang terburuk sejak pencatatan pada 1979, menurut data Kementerian Keuangan Jepang. “Tahun lalu impor naik 5,7% mencapai rekor 85,89 triliun yen, melebihi kenaikan ekspor 4,8% mencapai 73,11 triliun yen,” ungkap pernyataan Kementerian Keuangan Jepang, dikutip kantor berita AFP.

Biaya energi meningkat di Jepang saat negara yang miskin sumber daya alam itu harus menutup kekurangan energi setelah krisis nuklir 2011 yang memaksa penonaktifan reaktor- reaktor nuklir. Sebelumnya nuklir menyuplai lebih dari seperempat kebutuhan energi Jepang. Masalah itu bertambah dengan penurunan nilai yen yang membuat biaya impor naik dalam mata uang asing.

Desember lalu defisit perdagangan Jepang mencapai hampir setengah sejak Desember 2013 sebesar 660,7 miliar yen akibat harga minyak yang terus turun. Neraca perdagangan bulan lalu juga dibantu oleh peningkatan ekspor 12,9% menjadi 6,90 triliun yen. Jumlah tersebut melebihi proyeksi analis.

“Defisit perdagangan Jepang akan semakin berkurang saat penurunan harga energi tidak sepenuhnya tercermin dalam biaya impor,” ungkap catatan analis Capital Economics. “Kunci pembangunan untuk neraca perdagangan dalam beberapa bulan mendatang tetap tergantung harga minyak mentah sejak musim panas lalu. Ini hanya mencerminkan biaya impor minyak,” papar Capital Economics.

“Sementara harga energi yang lebih rendah mungkin dapat mengembalikan neraca perdagangan menjadi surplus dalam beberapa bulan mendatang, sebelum yen melemah dan penguatan harga minyak yang dapat mendorong terjadi kembali defisit.” Harga minyak telah turun lebih dari 50% sejak Juni lalu mencapai kurang dari USD50 per barel.

Sebelumnya Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) memangkas outlook inflasi saat penurunan harga minyak mengganggu upaya mengatasi deflasi. Meski demikian, para pembuat kebijakan tetap meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dengan menyatakan perekonomian kembali menguat. BoJ menyatakan, inflasi untuk tahun fiskal yang dimulai April sebesar 1,0%, turun dari proyeksi sebelumnya 1,7%.

“Ekonomi akan tumbuh 2,1%, naik dari 1,5%,” ungkap laporan BoJ, dikutip kantor berita AFP . Penurunan harga menunjukkan, upaya BoJ mencapai target inflasi 2,0% pada awal tahun depan tampak tidak mungkin dan meningkatkan spekulasi bahwa BoJ akan menerapkan stimulus baru untuk mendorong perekonomian.

Target inflasi BoJ menjadi landasan upaya Jepang untuk meningkatkan pertumbuhan dengan mendorong kenaikan harga dan meminta perusahaan-perusahaan meningkatkan rencana inflasi dan penambahan tenaga kerja. Kendati demikian, kenaikan pajak penjualan pada April menekan belanja konsumen, mengakibatkan ekonomi mengalami resesi selama kuartal III/2013, dan menghambat proyek pertumbuhan ekonomi pemerintahan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe.

BoJ juga tetap yakin bahwa perekonomian dalam jalur untuk pemulihan dan menyatakan proyeksi inflasi jangka panjang tetap tidak terpengaruh. “Terkait dengan indeks harga konsumen (consumer price index /CPI), outlook untuk tren tersebut tetap tidak berubah, tapi tingkat peningkatan year on year akan lebih rendah pada tahun fiskal 2015 karena penurunan tajam harga minyak mentah,” ungkap BoJ.

Pernyataan BoJ lainnya mencerminkan pendapat yang diungkapkan setelah rapat pada Desember lalu saat BoJ menyatakan optimisme pada kondisi perekonomian, ekspor meningkat, dan output pabrik mulai membaik. Sebelumnya regulator keuangan Jepang memulai tes terhadap perbankan regional untuk mengetahui seberapa banyak pendapatan mereka akan turun jika suku bunga jangka panjang tetap mendekati rekor terendah sesuai kebijakan bank sentral.

“Badan Jasa Keuangan (Financial Services Agency/ FSA) mengkhawatirkan, dengan yield obligasi pemerintah Jepang 10 tahun yang mendekati rekor terendah sekitar 0,3%, perbankan regional dapat mengalami penurunan pendapatan karena perbedaan antara jumlah yang mereka bayar untuk tabungan dan jumlah yang mereka kumpulkan dari pinjaman dan obligasi akan berkurang,” ungkap pernyataan sumber yang mengetahui langsung tentang itu pada kantor berita Reuters.

Syarifudin
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5803 seconds (0.1#10.140)