Tahun 2025 Penuh Tantangan, Beban Kelas Menengah Kian Berat

Sabtu, 28 Desember 2024 - 14:33 WIB
loading...
Tahun 2025 Penuh Tantangan,...
Mahasiswa yang tergabung dalam Alisansi BEM Seluruh Indonesia berunjuk rasa menolak kenaikan tarif PPN 12% di Jakarta, Kamis (26/12/2024). FOTO/Arif J
A A A
JAKARTA - Tahun 2025 diperkirakan menjadi salah satu tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian global. Ketidakpastian yang disebabkan oleh konflik geopolitik, perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, dan dampak perubahan iklim diperkirakan bakal semakin memperumit keadaan.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, di sisi domestik, Indonesia juga menghadapi tekanan dari sejumlah kebijakan ekonomi yang diberlakukan pada 2024, yang secara signifikan memengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah.

"Dalam situasi ini, penting bagi kelas menengah Indonesia untuk mengambil langkah strategis guna bertahan dan tetap relevan di tengah ketidakpastian tersebut," ungkapnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (28/12/2024).

Achmad mengatakan, ketidakpastian ekonomi global menjadi isu utama yang tidak hanya dirasakan oleh negara-negara besar tetapi juga negara berkembang seperti Indonesia. Konflik geopolitik yang terus berlanjut, seperti perang dagang antara negara-negara besar, semakin menekan stabilitas ekonomi.



Fluktuasi harga komoditas global, terutama energi dan pangan, menjadi ancaman serius bagi negara yang bergantung pada impor seperti Indonesia.

Kemudian, perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama, seperti China dan Amerika Serikat (AS), semakin memperburuk kondisi dengan menurunkan potensi ekspor dan investasi. Di luar itu, perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem dan bencana alam juga kerap mengganggu produksi pangan global, yang pada akhirnya mendorong kenaikan harga pangan.

Sementara itu, lanjut dia, di dalam negeri kebijakan salah kaprah yang diterapkan pemerintah pada 2024 juga membawa dampak langsung pada kelas menengah di tahun berikutnya.

Salah satu kebijakan yang menonjol menurutnya adalah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kebijakan ini, meskipun bertujuan meningkatkan penerimaan negara, menimbulkan efek domino berupa kenaikan harga barang dan jasa di pasar.

"Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat miskin, tetapi juga kelas menengah yang menjadi tulang punggung konsumsi domestik. Ketika harga kebutuhan pokok melonjak, kemampuan belanja mereka tergerus, sehingga mengancam pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," tandasnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1344 seconds (0.1#10.140)