S&P Pangkas Rating Kredit Rusia Jadi Junk
A
A
A
MOSKOW - Standard and Poor’s (S&P) memangkas rating investasi Rusia kemarin, menjadi berstatus junk (sampah) dengan peringatan lemahnya pertumbuhan. S&P memangkas satu level menjadi BB+.
Penurunan harga minyak dan sanksi Barat atas peran Rusia dalam krisis Ukraina membuat ekonomi Rusia tertekan dalam beberapa bulan terakhir, ditambah lagi nilai rubel yang turun tajam. “Penurunan rating mencerminkan pendapat kami bahwa fleksibilitas kebijakan moneter Rusia menjadi lebih terbatas dan prospek pertumbuhan ekonominya melemah,” ungkap pernyataan S&P, dikutip kantor berita AFP.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov menjelaskan, penurunan rating menunjukkan pesimisme. “Ini tidak menyebut berbagai faktor yang menunjukkan sisi kuat ekonomi Rusia. Kami melihat tidak ada alasan untuk mendramatisasi situasi,” paparnya melalui kantor berita Rusia. S&P merupakan badan rating internasional pertama yang menurunkan rating Rusia menjadi spekulatif atau junk setelah penurunan peringkat Rusia sebelumnya pada April.
Moody’s awal bulan ini memangkas rating Rusia menjadi Baa3, satu level di atas junk. Adapun, Fitch menurunkan rating Rusia menjadi BBB-. Rubel Rusia melemah setelah penurunan rating tersebut, menyentuh 67,9 rubel terhadap dolar setelah penutupan sekitar 64 terhadap dolar pada Jumat (23/1).
Saat ini S&P memproyeksikan perekonomian Rusia akan menyusut hingga 2,6% pada 2015 karena penurunan harga minyakmentahdansanksiBarat atas Ukraina. S&P memproyeksikan ekonomi Rusia akan tumbuh sekitar 0,5% per tahun pada 2015-2018, di bawah 2,4% seperti yang terjadi selama empat tahun sebelumnya.
“Penurunan proyeksi pertumbuhan itu mencerminkan kurangnya keuangan eksternal akibat penerapan berbagai sanksi ekonomi dan penurunan tajam harga minyak. Kami juga memproyeksikan bahwa penurunan kekuatan pembelian domestik akibat depresiasi nilai tukar rubel dan penguatan inflasi akan mempengaruhi prospek pertumbuhan Rusia,” ungkap pernyataan S&P.
“Kami yakin sistem keuangan Rusia melemah dan membatasi kemampuan Bank Sentral Rusia untuk menerapkan kebijakan moneter,” papar S&P. Beberapa pejabat Rusia telah meramalkan penurunan rating tersebut. Menteri Ekonomi Rusia Alexei Ulyukayev bulan lalu menyatakan kekhawatiran pasar atas penurunan peringkat kredit Rusia menjadi level junk berkontribusi pada penurunan nilai rubel.
“Selain itu, penurunan menjadi rating junk membutuhkan USD20 miliar hingga USD30 miliar dalam pelunasan pinjaman asing sebagai syarat dalam kesepakatan utang,” paparnya kepada stasiun radio Business FM. Presiden Rusia Vladimir Putin awal pekan ini memimpin rapat masalah ekonomi untuk membahas rencana penanganan krisis yang disiapkan pemerintah.
“Rencana itu memerlukan sekitar USD21 miliar dana tambahan yang akan disahkan oleh perdana menteri (PM) pada Selasa (27/1),” katanya. Putin berupaya menghindari penggunaan kata “krisis” dan strategi pemerintah Rusia tetap tidak jelas. Dia menyatakan, “Kita perlu berpikir tentang pengoptimalan anggaran pengeluaran sehingga keuangan meningkat di beberapa bidang dan dikurangi di bidang lain.” Banyak pengamat menilai Pemerintah Rusia tampaknya tidak memiliki rencana yang jelas.
Laporan menyatakan, televisi pemerintah mengeluarkan larangan pernyataan “krisis ekonomi”. “Ini baru awal kejatuhan ekonomi Rusia,” papar analis Sergei Aleksashenko, mantan deputi kepala Bank Sentral kepada radio Echo of Moscow . Dia menambahkan, rencana penanganan krisis yang ada saat ini tidak akan berguna jika harga minyak tetap rendah seperti saat ini.
Harga minyak per barel telah turun dari lebih USD100 pada Juni menjadi di bawah USD50. S&P tidak yakin tentang kemampuan Pemerintah Rusia memulihkan pertumbuhan jangka panjang. “Kami saat ini tidak memperkirakan Pemerintah Rusia akan mampu secara efektif menangani masalah struktural jangka panjang untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi selama proyeksi 2015-2018,” ujar lembaga itu.
“Sejumlah masalah yang ada antara lain korupsi, lemahnya penegakan hukum, peran kuat negara dalam perekonomian, tantangan bisnis dan iklim investasi,” ungkap S&P yang menetapkan outlook pada level BB+ sebagai negatif.
Syarifudin
Penurunan harga minyak dan sanksi Barat atas peran Rusia dalam krisis Ukraina membuat ekonomi Rusia tertekan dalam beberapa bulan terakhir, ditambah lagi nilai rubel yang turun tajam. “Penurunan rating mencerminkan pendapat kami bahwa fleksibilitas kebijakan moneter Rusia menjadi lebih terbatas dan prospek pertumbuhan ekonominya melemah,” ungkap pernyataan S&P, dikutip kantor berita AFP.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov menjelaskan, penurunan rating menunjukkan pesimisme. “Ini tidak menyebut berbagai faktor yang menunjukkan sisi kuat ekonomi Rusia. Kami melihat tidak ada alasan untuk mendramatisasi situasi,” paparnya melalui kantor berita Rusia. S&P merupakan badan rating internasional pertama yang menurunkan rating Rusia menjadi spekulatif atau junk setelah penurunan peringkat Rusia sebelumnya pada April.
Moody’s awal bulan ini memangkas rating Rusia menjadi Baa3, satu level di atas junk. Adapun, Fitch menurunkan rating Rusia menjadi BBB-. Rubel Rusia melemah setelah penurunan rating tersebut, menyentuh 67,9 rubel terhadap dolar setelah penutupan sekitar 64 terhadap dolar pada Jumat (23/1).
Saat ini S&P memproyeksikan perekonomian Rusia akan menyusut hingga 2,6% pada 2015 karena penurunan harga minyakmentahdansanksiBarat atas Ukraina. S&P memproyeksikan ekonomi Rusia akan tumbuh sekitar 0,5% per tahun pada 2015-2018, di bawah 2,4% seperti yang terjadi selama empat tahun sebelumnya.
“Penurunan proyeksi pertumbuhan itu mencerminkan kurangnya keuangan eksternal akibat penerapan berbagai sanksi ekonomi dan penurunan tajam harga minyak. Kami juga memproyeksikan bahwa penurunan kekuatan pembelian domestik akibat depresiasi nilai tukar rubel dan penguatan inflasi akan mempengaruhi prospek pertumbuhan Rusia,” ungkap pernyataan S&P.
“Kami yakin sistem keuangan Rusia melemah dan membatasi kemampuan Bank Sentral Rusia untuk menerapkan kebijakan moneter,” papar S&P. Beberapa pejabat Rusia telah meramalkan penurunan rating tersebut. Menteri Ekonomi Rusia Alexei Ulyukayev bulan lalu menyatakan kekhawatiran pasar atas penurunan peringkat kredit Rusia menjadi level junk berkontribusi pada penurunan nilai rubel.
“Selain itu, penurunan menjadi rating junk membutuhkan USD20 miliar hingga USD30 miliar dalam pelunasan pinjaman asing sebagai syarat dalam kesepakatan utang,” paparnya kepada stasiun radio Business FM. Presiden Rusia Vladimir Putin awal pekan ini memimpin rapat masalah ekonomi untuk membahas rencana penanganan krisis yang disiapkan pemerintah.
“Rencana itu memerlukan sekitar USD21 miliar dana tambahan yang akan disahkan oleh perdana menteri (PM) pada Selasa (27/1),” katanya. Putin berupaya menghindari penggunaan kata “krisis” dan strategi pemerintah Rusia tetap tidak jelas. Dia menyatakan, “Kita perlu berpikir tentang pengoptimalan anggaran pengeluaran sehingga keuangan meningkat di beberapa bidang dan dikurangi di bidang lain.” Banyak pengamat menilai Pemerintah Rusia tampaknya tidak memiliki rencana yang jelas.
Laporan menyatakan, televisi pemerintah mengeluarkan larangan pernyataan “krisis ekonomi”. “Ini baru awal kejatuhan ekonomi Rusia,” papar analis Sergei Aleksashenko, mantan deputi kepala Bank Sentral kepada radio Echo of Moscow . Dia menambahkan, rencana penanganan krisis yang ada saat ini tidak akan berguna jika harga minyak tetap rendah seperti saat ini.
Harga minyak per barel telah turun dari lebih USD100 pada Juni menjadi di bawah USD50. S&P tidak yakin tentang kemampuan Pemerintah Rusia memulihkan pertumbuhan jangka panjang. “Kami saat ini tidak memperkirakan Pemerintah Rusia akan mampu secara efektif menangani masalah struktural jangka panjang untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi selama proyeksi 2015-2018,” ujar lembaga itu.
“Sejumlah masalah yang ada antara lain korupsi, lemahnya penegakan hukum, peran kuat negara dalam perekonomian, tantangan bisnis dan iklim investasi,” ungkap S&P yang menetapkan outlook pada level BB+ sebagai negatif.
Syarifudin
(bbg)