Fokus Pada Kualitas Individu

Kamis, 29 Januari 2015 - 12:13 WIB
Fokus Pada Kualitas...
Fokus Pada Kualitas Individu
A A A
Langgeng atau tidaknya sebuah perusahaan tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan pengembangan bisnis dan ekspansinya, melainkan juga penerapan etika. Sebagai perusahaan kosmetik terbesar di dunia, L’Oreal juga menempatkan etika sebagai jantung dari semua strategi perusahaan.

Tak heran jika perusahaan yang bermarkas di Clichy, Prancis, itu telah lima tahun berturut-turut meraih penghargaan sebagai perusahaan dengan etika terbaik. Etika dalam perusahaan erat kaitannya dengan budaya kerja dan cara perusahaan memperlakukan pekerja atau karyawannya. Lantas, seperti apa penerapan etika di L’Oreal? Berikut petikan wawancara dengan Senior Vice-President & Chief Ethics Officer L’Oreal Emmanuel Lulin saat berkunjung ke Jakarta beberapa waktu lalu:

Sejak kapan L’Oreal menerapkan etik atau etika di perusahaan?

Kami punya pengalaman panjang dengan etik. Bisa dikatakan sejak tahun-tahun awal didirikan L’Oreal kami sudah menerapkannya, yang berarti sudah 100 tahun lebih. Pada tahun 2000 L’Oreal merupakan salah satu perusahaan pionir di Prancis dalam hal penerapan kode etik bisnis, dan kemudian dilanjutkan dengan penunjukan Chief Ethics Officer di L’Oreal pada 2007.

Bagaimana Anda memaknai etika dalam perusahaan?

Kami menerapkan standar etika yang sama di perusahaan kami di seluruh dunia. Prinsip etika itu utamanya mencakup integritas, saling menghargai, keberanian dan transparansi. Tapi, etik itu tidak seperti DNA yang tidak akan berubah. Bagi perusahaan internasional seperti L’Oreal yang punya cabang di banyak negara, etika juga bisa disesuaikan lingkungan dan budaya masyarakat setempat.

Selain itu, juga dibutuhkan kerja sama yang baik. Bicara etika, kita bicara tentang budaya perusahaan, dan itu bisa saja berubah. Tapi, satu hal yang pasti adalah bahwa perusahaan punya etika dan budaya kerja yang bagus akan memiliki nilai lebih dibanding perusahaan yang lemah etika kerjanya.

Bagaimana mengukur kuat atau tidaknya praktik etika di suatu perusahaan?

Perilaku etika yang sering absen di banyak perusahaan adalah aspek keberanian. Banyak karyawan atau pegawai yang tidak berani bersuara dan tidak mau mengekspresikan diri. Seberapa kuat budaya etik, salah satu ukurannya adalah manakala setiap orang mau bersuara tanpa rasa takut.

Ketika Anda sebagai karyawan ataupun manajer sama-sama mau bicara tanpa rasa takut, berarti Anda sudah berada di organisasi yang bagus. Di L’Oreal, kami mengukurnya dengan tepat, termasuk di Indonesia. Sebanyak 95% pekerja L’Oreal merasa bebas bersuara. Kami juga meluncurkan e-learning terkait pembelajaran etik yang bersifat global, di mana semua orang bisa berpartisipasi.

Seberapa signifikan pengaruhnya terhadap operasional perusahaan?

Etik membantu meningkatkan operasional perusahaan dan mengembangkan integritas. Itulah mengapa kami menerapkannya, karena kami percaya ini hal yang baik untuk dilakukan. Hal yang menarik untuk dicermati bahwa pendekatan etik di L’Oreal bukan berdasarkan prosedur dan sistem, melainkan hanya berdasar kepercayaan, kepercayaan diri, dan loyalitas. Dengan kata lain, kami lebih mengedepankan sisi kemanusiaan ketimbang menjalankan berdasar prosedur dan sistem.

Bagaimana penjabarannya?

Kami fokus kepada kualitas individu dan bagaimana mereka berinteraksi dengan yang lain, dengan organisasi, dan semua stakeholder perusahaan.

Bagaimana Anda menanggapi penghargaan yang diterima L’Orealsebagai perusahaan beretika terbaik?

Kami sangat bangga mendapat pengakuan komunitas internasional terkait etik. Lima kali L’Orealdidaulat sebagai perusahaan dengan etik terbaik, penghargaan terakhir kami terima pada 2014. Fokusnya bukan tentang persepsi, tapi lebih kepada substansi. Hal itu membuat operasional perusahaan lebih baik dan kami juga bisa merekrut pekerja yang bagus. Kami lihat generasi muda termasuk juga di Indonesia membutuhkan perusahaan berbudaya baik, dan ini membuat kami bersemangat.

Anda menyinggung soal integritas, bagaimana cara mendorongnya?

Kultur integritas itu ada prasyaratnya. Pertama, orang bebas bicara. Kedua, untuk memiliki good organizational justice kita harus hidup di negara dengan hukum yang baik, dan bekerja di perusahaan yang menegakan hukum dan keadilan yang jelas. Elemen ketiga adalah memperkuat informasi antar karyawan, tapi tentunya harus tahu batasan informasi mana yang boleh dibagikan secara luas dan mana yang bersifat rahasia.

Keempat adalah liability organisasi untuk mengekspresikan harapanharapannya. Ketika Anda bekerja di organisasi, tentu Anda ingin tahu harapanharapan di dalamnya, serta arah dan kejelasan dari harapan itu. Terakhir, yang tak kalah penting adalah saling percaya dan bekerja sama dengan kolega.

Bagaimana sikap L’Oreal terhadap isu ras, mengingat perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 77.000 karyawan di seluruh dunia?

Jelas bahwa kami tidak menoleransi rasisme. Kami menghargai keberagaman agama, ras, dan kebangsaan. Kami yakin keberagaman itu justru meningkatkan nilai lebih bagi perusahaan. Kami juga menentang praktik bisnis yang tidak jujur, serta perilaku menyimpang seperti pencurian, kekerasan seksual dan kekerasan fisik lainnya. Kami berupaya keras melawannya.

Sebagai salah satu pimpinan di L’Oreal, bagaimana gaya kepemimpinan Anda terhadap anak buah?

Pemimpin yang baik itu akan memimpin dengan memberi contoh (lead by example). Dalam hal etika, tentunya pemimpin harus berkelakuan baik dan pantas. Bagi saya pribadi, yang penting memastikan bahwa kita bekerja dengan baik. Di sisi lain, kita harus berkomunikasi secara jelas dan proporsional dengan karyawan, memberi kejelasan atas harapanharapan, juga melatih dan mengedukasi mereka. Pintu kami juga selalu terbuka untuk siapa pun yang datang dan bertanya. Semua sangat transparan. Kalau ada isu atau masalah, kami mencoba mencari solusi.

Ngomong-ngomong, apa hobi Anda?

Saya suka memasak terutama ikan yang dikukus, biasanya ikan baramundi. Saya suka menghidangkannya untuk keluarga dan teman. Saya juga suka dengan alam.

Anda sudah coba masakan Indonesia?

Saya lahir, dibesarkan, dan kuliah di Paris, Prancis. Ketika saya kuliah, ada restoran kecil di dekat kampus yang menjual masakan Indonesia. Masakannya enak dan harganya murah. Itu adalah masakan non- Prancis pertama yang saya coba. Dalam kunjungan saya ke Jakarta kali ini, saya juga mencoba menu sate dan rendang. Melalui makanan, kita bisa punya pemahaman yang lebih baik tentang budaya suatu tempat.

Inda susanti
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8227 seconds (0.1#10.140)