Neraca Perdagangan 2014 Defisit USD1,89 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Neraca perdagangan Indonesia pada 2014 tercatat defisit USD1,89 miliar. Peningkatan surplus perdagangan nonmigas pada 2014 belum mampu meredam defisit di sektor migas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor 2014 senilai USD176,29 miliar sementara impor USD178,18 miliar sehingga terjadi defisit perdagangan senilai USD1,89 miliar. Kondisi defisit ini berkurang atau mengalami perbaikan dibanding pada 2013. “Defisit 2014 secara akumulasi menurun tajam dibanding pada 2013 yang tercatat defisit USD4,07 miliar,” ungkap Kepala BPS Suryamin dalam pemaparan Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia di Gedung BPS Jakarta kemarin.
Menurut Suryamin, perbaikan tersebut salah satunya didorong oleh peningkatan surplus nonmigas. BPS mencatat perdagangan minyak dan gas (migas) pada 2014 mengalami defisit USD13,12 miliar, sementara nonmigas tercatat surplus senilai USD11,24 miliar. Kendati surplus perdagangan nonmigas hingga kini masih belum bisa mengimbangi defisit migas, kinerjanya terus membaik dari tahun ke tahun.
“Pada 2012 dan 2013 surplus nonmigas itu hanya USD3,91 miliar dan USD8,55 miliar. Artinya, terjadi lonjakan surplus nonmigas yang cukup tinggi. Ini juga menandakan mulai adanya pergeseran ekspor barang migas menjadi nonmigas,” tuturnya. Kinerja ekspor 2014 yang senilai USD176,29 miliar mengalami penurunan 3,43% dibanding 2013.
Pencapaian ini juga meleset dari target ekspor 2014 yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yaitu senilai USD184,3 miliar. Adapun pada 2015 Kemendag telah merancang target ekspor senilai USD192,9 miliar. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo menilai tidak tercapainya target ekspor lebih disebabkan kondisi eksternal yaitu di negara tujuan ekspor Indonesia terutama pasar China dan India.
Sebagai catatan, ekonomi China pada 2014 tumbuh 7,4% atau menurun dibanding 2013 yang sebesar 7,7% dan terendah sejak 1990. “Yang paling luar biasa berpengaruh juga adalah permintaan impor batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil /CPO) kita dari China yang turun lebih dari 50% dibanding 2013. Bayangkan kalau impor mereka puluhan miliar dari kita, ekspor kita anjlok,” ungkapnya.
Kendati demikian, Sasmito melihat ada potensi perbaikan pada 2015. Salah satu indikatornya adalah perbaikan hargaharga. Menurut Sasmito, ekspor Indonesia ke Jepang dan China pada 2014 mengalami penurunan cukup tajam untuk tiga komoditas yaitu CPO, batu bara, dan karet. Kondisi ini diyakini akan berbalik tahun ini.
“Saya kira ini akan berbalik arah, bisa jadi mereka akan kehabisan stok sehingga saat harga masih rendah mereka akan meningkatkan ekspor batu bara. Begitu pun CPO akan punya peluang besar selain produk-produk industri kita,” tuturnya. Menurut BPS, ekspor nonmigas pada 2014 senilai USD145,96 miliar atau mengalami penurunan 2,64%.
Pangsa ekspor terbesar adalah dari jenis lemak dan minyak hewan/ nabati senilai USD21,06 miliar dan bahan bakar mineral senilai USD21,06 miliar. Nilai impor 2014 mencapai USD178,18 miliar atau turun 4,53% dibanding periode yang sama pada 2013. Kumulatif nilai impor terdiri atas impor migas USD43,46 miliar (turun 3,99%) dan nonmigas USD134,72 miliar (turun 4,70%).
Pangsa terbesar impor adalah mesin dan peralatan mekanik senilai USD25,83 miliar, serta mesin dan peralatan listrik senilai USD17,23 miliar. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menilai tren penurunan harga minyak dunia akan dapat membantu mengurangi tekanan pada defisit neraca migas yang kemudian diharapkan membantu perbaikan kinerja neraca perdagangan.
“Bank Indonesia memperkirakan perbaikan kinerja neraca perdagangan ke depan akan didukung oleh peningkatan aktivitas ekspor seiring perbaikan ekonomi global dan tren penurunan harga minyak dunia yang dapat mendorong berkurangnya tekanan pada defisit neraca migas,” kata Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs kemarin. Menurut dia, kinerja neraca perdagangan Indonesia membaik pada Desember 2014.
Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus USD0,19 miliar setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit USD0,42 miliar. Perbaikan kinerja tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan surplus nonmigas di tengah defisit migas yang juga menyempit. Dengan perkembangan tersebut, kinerja neraca perdagangan keseluruhan 2014 mencatat perbaikan cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, ekspor berbasis sumber daya alam yang meningkat adalah karet dan barang dari karet. Surplus neraca perdagangan nonmigas Desember 2014 tertahan oleh kenaikan impor nonmigas, terutama karena kenaikan impor besi dan baja, serealia, kapas, serta barang dari besi dan baja. Dia menambahkan, Bank Indonesia akan terus mencermati risiko global dan domestik yang dapat memengaruhi prospek defisit transaksi berjalan dan ketahanan eksternal.
Inda susanti/Kunthi fahmar sandy
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor 2014 senilai USD176,29 miliar sementara impor USD178,18 miliar sehingga terjadi defisit perdagangan senilai USD1,89 miliar. Kondisi defisit ini berkurang atau mengalami perbaikan dibanding pada 2013. “Defisit 2014 secara akumulasi menurun tajam dibanding pada 2013 yang tercatat defisit USD4,07 miliar,” ungkap Kepala BPS Suryamin dalam pemaparan Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia di Gedung BPS Jakarta kemarin.
Menurut Suryamin, perbaikan tersebut salah satunya didorong oleh peningkatan surplus nonmigas. BPS mencatat perdagangan minyak dan gas (migas) pada 2014 mengalami defisit USD13,12 miliar, sementara nonmigas tercatat surplus senilai USD11,24 miliar. Kendati surplus perdagangan nonmigas hingga kini masih belum bisa mengimbangi defisit migas, kinerjanya terus membaik dari tahun ke tahun.
“Pada 2012 dan 2013 surplus nonmigas itu hanya USD3,91 miliar dan USD8,55 miliar. Artinya, terjadi lonjakan surplus nonmigas yang cukup tinggi. Ini juga menandakan mulai adanya pergeseran ekspor barang migas menjadi nonmigas,” tuturnya. Kinerja ekspor 2014 yang senilai USD176,29 miliar mengalami penurunan 3,43% dibanding 2013.
Pencapaian ini juga meleset dari target ekspor 2014 yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yaitu senilai USD184,3 miliar. Adapun pada 2015 Kemendag telah merancang target ekspor senilai USD192,9 miliar. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo menilai tidak tercapainya target ekspor lebih disebabkan kondisi eksternal yaitu di negara tujuan ekspor Indonesia terutama pasar China dan India.
Sebagai catatan, ekonomi China pada 2014 tumbuh 7,4% atau menurun dibanding 2013 yang sebesar 7,7% dan terendah sejak 1990. “Yang paling luar biasa berpengaruh juga adalah permintaan impor batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil /CPO) kita dari China yang turun lebih dari 50% dibanding 2013. Bayangkan kalau impor mereka puluhan miliar dari kita, ekspor kita anjlok,” ungkapnya.
Kendati demikian, Sasmito melihat ada potensi perbaikan pada 2015. Salah satu indikatornya adalah perbaikan hargaharga. Menurut Sasmito, ekspor Indonesia ke Jepang dan China pada 2014 mengalami penurunan cukup tajam untuk tiga komoditas yaitu CPO, batu bara, dan karet. Kondisi ini diyakini akan berbalik tahun ini.
“Saya kira ini akan berbalik arah, bisa jadi mereka akan kehabisan stok sehingga saat harga masih rendah mereka akan meningkatkan ekspor batu bara. Begitu pun CPO akan punya peluang besar selain produk-produk industri kita,” tuturnya. Menurut BPS, ekspor nonmigas pada 2014 senilai USD145,96 miliar atau mengalami penurunan 2,64%.
Pangsa ekspor terbesar adalah dari jenis lemak dan minyak hewan/ nabati senilai USD21,06 miliar dan bahan bakar mineral senilai USD21,06 miliar. Nilai impor 2014 mencapai USD178,18 miliar atau turun 4,53% dibanding periode yang sama pada 2013. Kumulatif nilai impor terdiri atas impor migas USD43,46 miliar (turun 3,99%) dan nonmigas USD134,72 miliar (turun 4,70%).
Pangsa terbesar impor adalah mesin dan peralatan mekanik senilai USD25,83 miliar, serta mesin dan peralatan listrik senilai USD17,23 miliar. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menilai tren penurunan harga minyak dunia akan dapat membantu mengurangi tekanan pada defisit neraca migas yang kemudian diharapkan membantu perbaikan kinerja neraca perdagangan.
“Bank Indonesia memperkirakan perbaikan kinerja neraca perdagangan ke depan akan didukung oleh peningkatan aktivitas ekspor seiring perbaikan ekonomi global dan tren penurunan harga minyak dunia yang dapat mendorong berkurangnya tekanan pada defisit neraca migas,” kata Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs kemarin. Menurut dia, kinerja neraca perdagangan Indonesia membaik pada Desember 2014.
Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus USD0,19 miliar setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit USD0,42 miliar. Perbaikan kinerja tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan surplus nonmigas di tengah defisit migas yang juga menyempit. Dengan perkembangan tersebut, kinerja neraca perdagangan keseluruhan 2014 mencatat perbaikan cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, ekspor berbasis sumber daya alam yang meningkat adalah karet dan barang dari karet. Surplus neraca perdagangan nonmigas Desember 2014 tertahan oleh kenaikan impor nonmigas, terutama karena kenaikan impor besi dan baja, serealia, kapas, serta barang dari besi dan baja. Dia menambahkan, Bank Indonesia akan terus mencermati risiko global dan domestik yang dapat memengaruhi prospek defisit transaksi berjalan dan ketahanan eksternal.
Inda susanti/Kunthi fahmar sandy
(ftr)