DPR Kaji Ulang 30 BUMN Penerima PMN
A
A
A
JAKARTA - Komisi XI DPR akan mengkaji ulang 30 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengajukan penambahan modal melalui penyertaan modal negara (PMN).
Pengkajian ulang itu didasarkan sejumlah temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad mengatakan, pihaknya telah mengadakan rapat konsultasi pengawas dengan BPK.
Proses itu juga sesuai dengan amanat Undang-Undang No 17/2003 Pasal 3 ayat 8 yang menyatakan bahwa penggunaan surplus penerimaan negara untuk membentuk dana cadangan penyertaan BUMN harus mendapat persetujuan DPR. “Kami ingin mendapatkan angka-angka dan BPK yang lebih tahu, dari 35 BUMN ada beberapa kinerja audit keuangannya enggak bagus. Hal ini akan memperjelas langkah yang harus kami ambil,” kata Fadel di Jakarta kemarin.
Pemerintah melalui Kementerian BUMN telah mengusulkan dana PMN sebesar Rp72,9 triliun kepada negara dalam bentuk suntikan modal terhadap 40 perusahaan pelat merah. Namun, ada beberapa BUMN yang telah go public sehingga tidak perlu lagi mendapat PMN. Di sisi lain, sambungnya, ada sejumlah BUMN yang memang membutuhkan suntikan modal seperti PT Jamkrindo (Persero) dan PT Askrindo (Persero) malah tidak diajukan oleh pemerintah untuk memperoleh tambahan modal.
“Kami merasa sayang, uang Rp72,9 triliun digunakan kalau alasan yang ada tidak cukup kuat. Melihat penjelasan dan kinerja yang ada, kami merasa belum perlu dan juga butuh pendalaman bussiness plan,” tandasnya. Berdasarkan hasil temuan BPK, terdapat tiga perusahaan yang belum diperiksa. Sementara, 37 lainnya telah dilakukan pemeriksaan, di mana 14 BUMN memiliki temuan signifikan dan belum ditindaklanjuti.
Berdasarkan temuan BPK, terdapat 14 perusahaan yang harus ditindaklanjuti, yaitu PT Aneka Tambang, PT Angkasa Pura II, PT Pelayaran Nasional Indonesia, PT Garam, PT Pindad, PT Pelabuhan Indonesia IV, PT Kereta Api Indonesia, Perum Perumnas. Kemudian, PT Perikanan Nusantara, PT Sang Hyang Seri, Perum Perikanan Nusantara, PT Perkebunan Nusantara IX, PT Perkebunan Nusantara X, dan Perum Bulog.
“Untuk itu, temuan ini akan dibicarakan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, sehingga akan ditangguhkan atau bahasa kasarnya akan kita tolak,” tegas Fadel. Sebelumnya pemerintah menegaskan ada enam agenda prioritas yang membutuhkan keikutsertaan perusahaan milik negara.
Antara lain, program pembangunan maritim, pembangunan infrastruktur dan konektivitas, dan program ketahanan pangan. Selain itu, program industri pertahanan dan keamanan dan program kemandirian ekonomi nasional. Pemerintah menyatakan, penyuntikan modal BUMN bisa menjadi daya ungkit lima hingga enam kali lipat dari jumlah PMN menjadi keuntungan.
Kendati demikian, kata Fadel, Komisi XI DPR masih perlu melakukan pendalaman lebih lanjut terkait dana PMN, serta mempertimbangkan temuantemuan BPK terkait realisasi anggaran sejumlah BUMN. “Paling dari 40, kurang dari 10 saja yang akan diterima, kriteria utamanya untuk kepentingan rakyat, juga harus memenuhi apa yang dikehendaki BPK, boleh sehat asal alasannya cukup,” imbuhnya.
Salah satu BUMN yang diperkirakan tidak akan memperoleh dana PMN adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Fadel mengungkapkan, Bank Mandiri tidak perlu memperoleh dana tambahan dari pemerintah karena tujuan bank itu menerima PMN adalah untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur yang dinilai tidak jelas. Pasalnya, anggaran infrastruktur Bank Mandiri hanya meningkat 1% dibanding 2014.
“Mandiri misalnya, dana kita kanterbatas, jadi jangan berikan sangat besar untuk mereka, sedangkan yang lain reason behind requirement-nya kami anggap belum cukup untuk disetujui,” tuturnya. PMN Bank Mandiri yang direncanakan sebesar Rp5,6 triliun, lajut Fadel, juga harus mempertimbangkan situasi publik. Karena, jika PMN tersebut jadi dialokasikan, maka publik harus menyetor sekitar Rp3 triliun sampai Rp5 triliun.
“Mandiri dialokasikan Rp5,6 triliun, dia (Mandiri) kan public company, artinya publik harus menyetor lagi Rp3 triliun atau Rp5 triliun lagi, publik mau enggak. Pertanyaannya, buat apa. Akuisisi agar lebih besar?” ujar Fadel. Sementara, Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, keputusan BUMN mana yang akan memperoleh dana PMN dari pemerintah seutuhnya ada di tangan Komisi XI DPR. Meski demikian, BPK telah memberikan data terkait temuan sejumlah BUMN.
“Kalau mengacu UU, maka harus disetujui lima dari sembilan anggota BPK, kendati kami mendasarkan pemeriksaan BUMN tahun 2013, sementara tahun 2014 baru diketahui pada Maret atau paling lambat Juni 2015,” tuturnya.
Heru febrianto
Pengkajian ulang itu didasarkan sejumlah temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad mengatakan, pihaknya telah mengadakan rapat konsultasi pengawas dengan BPK.
Proses itu juga sesuai dengan amanat Undang-Undang No 17/2003 Pasal 3 ayat 8 yang menyatakan bahwa penggunaan surplus penerimaan negara untuk membentuk dana cadangan penyertaan BUMN harus mendapat persetujuan DPR. “Kami ingin mendapatkan angka-angka dan BPK yang lebih tahu, dari 35 BUMN ada beberapa kinerja audit keuangannya enggak bagus. Hal ini akan memperjelas langkah yang harus kami ambil,” kata Fadel di Jakarta kemarin.
Pemerintah melalui Kementerian BUMN telah mengusulkan dana PMN sebesar Rp72,9 triliun kepada negara dalam bentuk suntikan modal terhadap 40 perusahaan pelat merah. Namun, ada beberapa BUMN yang telah go public sehingga tidak perlu lagi mendapat PMN. Di sisi lain, sambungnya, ada sejumlah BUMN yang memang membutuhkan suntikan modal seperti PT Jamkrindo (Persero) dan PT Askrindo (Persero) malah tidak diajukan oleh pemerintah untuk memperoleh tambahan modal.
“Kami merasa sayang, uang Rp72,9 triliun digunakan kalau alasan yang ada tidak cukup kuat. Melihat penjelasan dan kinerja yang ada, kami merasa belum perlu dan juga butuh pendalaman bussiness plan,” tandasnya. Berdasarkan hasil temuan BPK, terdapat tiga perusahaan yang belum diperiksa. Sementara, 37 lainnya telah dilakukan pemeriksaan, di mana 14 BUMN memiliki temuan signifikan dan belum ditindaklanjuti.
Berdasarkan temuan BPK, terdapat 14 perusahaan yang harus ditindaklanjuti, yaitu PT Aneka Tambang, PT Angkasa Pura II, PT Pelayaran Nasional Indonesia, PT Garam, PT Pindad, PT Pelabuhan Indonesia IV, PT Kereta Api Indonesia, Perum Perumnas. Kemudian, PT Perikanan Nusantara, PT Sang Hyang Seri, Perum Perikanan Nusantara, PT Perkebunan Nusantara IX, PT Perkebunan Nusantara X, dan Perum Bulog.
“Untuk itu, temuan ini akan dibicarakan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, sehingga akan ditangguhkan atau bahasa kasarnya akan kita tolak,” tegas Fadel. Sebelumnya pemerintah menegaskan ada enam agenda prioritas yang membutuhkan keikutsertaan perusahaan milik negara.
Antara lain, program pembangunan maritim, pembangunan infrastruktur dan konektivitas, dan program ketahanan pangan. Selain itu, program industri pertahanan dan keamanan dan program kemandirian ekonomi nasional. Pemerintah menyatakan, penyuntikan modal BUMN bisa menjadi daya ungkit lima hingga enam kali lipat dari jumlah PMN menjadi keuntungan.
Kendati demikian, kata Fadel, Komisi XI DPR masih perlu melakukan pendalaman lebih lanjut terkait dana PMN, serta mempertimbangkan temuantemuan BPK terkait realisasi anggaran sejumlah BUMN. “Paling dari 40, kurang dari 10 saja yang akan diterima, kriteria utamanya untuk kepentingan rakyat, juga harus memenuhi apa yang dikehendaki BPK, boleh sehat asal alasannya cukup,” imbuhnya.
Salah satu BUMN yang diperkirakan tidak akan memperoleh dana PMN adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Fadel mengungkapkan, Bank Mandiri tidak perlu memperoleh dana tambahan dari pemerintah karena tujuan bank itu menerima PMN adalah untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur yang dinilai tidak jelas. Pasalnya, anggaran infrastruktur Bank Mandiri hanya meningkat 1% dibanding 2014.
“Mandiri misalnya, dana kita kanterbatas, jadi jangan berikan sangat besar untuk mereka, sedangkan yang lain reason behind requirement-nya kami anggap belum cukup untuk disetujui,” tuturnya. PMN Bank Mandiri yang direncanakan sebesar Rp5,6 triliun, lajut Fadel, juga harus mempertimbangkan situasi publik. Karena, jika PMN tersebut jadi dialokasikan, maka publik harus menyetor sekitar Rp3 triliun sampai Rp5 triliun.
“Mandiri dialokasikan Rp5,6 triliun, dia (Mandiri) kan public company, artinya publik harus menyetor lagi Rp3 triliun atau Rp5 triliun lagi, publik mau enggak. Pertanyaannya, buat apa. Akuisisi agar lebih besar?” ujar Fadel. Sementara, Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, keputusan BUMN mana yang akan memperoleh dana PMN dari pemerintah seutuhnya ada di tangan Komisi XI DPR. Meski demikian, BPK telah memberikan data terkait temuan sejumlah BUMN.
“Kalau mengacu UU, maka harus disetujui lima dari sembilan anggota BPK, kendati kami mendasarkan pemeriksaan BUMN tahun 2013, sementara tahun 2014 baru diketahui pada Maret atau paling lambat Juni 2015,” tuturnya.
Heru febrianto
(ftr)