Pertamina Dinilai Layak Jadi Agregator Tunggal

Jum'at, 06 Februari 2015 - 11:18 WIB
Pertamina Dinilai Layak Jadi Agregator Tunggal
Pertamina Dinilai Layak Jadi Agregator Tunggal
A A A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) dinilai layak menjadi agregator tunggal (single aggregator ) dalam pengelolaan gas nasional dari hulu ke hilir.

Selain memiliki kapabilitas dan pengalaman, posisi Pertamina sebagai badan usaha milik negara (BUMN) pun tepat untuk tugas tersebut. “Jadi, kalau menyebut siapa yang seharusnya menjadi aggregator gas, tentu Pertamina,” tegas Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Muhammad Budyatna di Jakarta kemarin.

Dia mengatakan, dalam hal ini yang terpenting adalah masalah kepemimpinan, transparansi, dan akuntabilitas. Namun, dia berharap tidak ada intervensi di tengah jalan, misalnya dengan menyusupkan kepentingan lain melalui Pertamina sebagai agregator gas. Dia mencontohkan, pengelolaan minyak di Blok Cepu yang akhirnya 55% dikuasai pihak swasta. Padahal, semula pemerintah menetapkan bahwa 85% dikelola pemerintah.

“Mengapa tiba-tiba di tengah jalan kewenangan pihak nonpemerintah melonjak? Hal-hal seperti ini yang tidak boleh lagi terjadi, termasuk dalam mengelola gas dari hulu ke hilir nantinya,” tegas Budyatna. Usulan agar Pertamina menjadi agregator gas tunggal sebelumnya juga disuarakan oleh pengamat kebijakan publik Sofyan Zakaria. Menurut Sofyan, saat ini memang hanya Pertamina yang memiliki kemampuan mengelola sektor gas secara komprehensif.

Dengan menjadikan Pertamina sebagai agregator tunggal gas, kemandirian energi yang menjadi tujuan pemerintahan menurutnya akan lebih mungkin tercapai. Sementara, pengamat migas Pri Agung Rakhmanto belum tahu persis wujud konkret agregator gas. Namun, hendaknya lembaga yang diberi kewenangan sebagai agregator gas bisa berperan selayaknya Badan Urusan Logistik (Bulog) di masa lampau.

Artinya, lembaga tersebut benar-benar memiliki kewenangan penuh sebagai stabilisator harga. Termasuk, di antaranya kewenangan membeli dan menjual. Kalau peran tersebut selama ini ternyata sudah dimainkan Pertamina, sebenarnya pemerintah tidak perlu membentuk agregator gas yang baru.

“Yang ada hanya memperjelas peran tersebut,” kata dia. Wacana tentang pembentukan aggregator gas tersebut, tak lepas dari platform energi pemerintah. Peneliti LIPI Syarif Hidayat menilai ide pembentukan agregator tunggal gas di dalam negeri sangat bagus dan harus didukung. Sebab, langkah tersebut adalah manifestasi layanan satu pintu (one stop service ) di sektor migas.

“Kalau selama ini pelayanan satu pintu dikenal dalam perizinan, maka sekarang bisa dalam bentuk lain, yakni pemenuhan kebutuhan energi bagi masyarakat,” ujarnya.

Nanang wijayanto
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9112 seconds (0.1#10.140)