Kerugian Pertamina Perlu Diantisipasi
A
A
A
JAKARTA - Kerugian yang diderita PT Pertamina (Persero) akibat kewajiban mendistribusikan bahan bakar subsidi (BBM PSO) ke seluruh pelosok Nusantara dinilai tidak seharusnya terjadi.
Pemerintah diminta melakukan antisipasi dengan mengubah formula PSO agar BUMN energi itu tak lagi rugi karena menjalankan kewajibannya mendistribusikan minyak tanah dan solar yang masih disubsidi tahun ini. Pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria mengatakan, berdasarkan perhitungannya, dengan formula PSO lama (tahun 2012), untuk mendistribusikan minyak tanah Pertamina bisa merugi Rp680 per liter.
Untuk solar, dengan dicoretnya subsidi bahan bakar nabati (BBN), sementara harga fatty acidmethyl ester(FAME) sebagai bahan campuran kini jauh di atas harga solar, Pertamina akan merugi berkisar Rp300 per liter. “Jika formula ini tidak diubah, saya yakin tahun ini Pertamina akan kembali mengalami kerugian. Ini harusnya jadi perhatian pemerintah dan DPR,” ujar Sofyano Zakaria di Jakarta kemarin.
Sebelumnya Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas M Riswi mengatakan, enam tahun terakhir (2009-2014) Pertamina terus merugi dalam mendistribusikan BBM bersubsidi. Pertamina terakhir kali menangguk laba dalam mendistribusikan BBM pada 2007 dan 2008. Pada 2009-2014 Pertamina secara total merugi hingga belasan triliun.
Sofyano mengatakan, tidak adil jika Pertamina dipaksa melaksanakan tugas pemerintah, namun juga dibiarkan merugi. Mendistribusikan BBM PSO ke seluruh pelosok Tanah Air bukanlah pekerjaan yang mudah. Karena itu, pemerintah harus memastikan Pertamina sebagai pelaksana kegiatan itu memperoleh untung untuk menjamin kelancaran tugasnya.
Dia menambahkan, untuk menyalurkan elpiji subsidi kemasan 3 kg ke seluruh pelosok negeri ini pun, Pertamina hanya diberi keuntungan minimum. Pemerintah menetapkan formula harga yang sejak 2009 hingga kini belum pernah diubah. Dengan formula harga tersebut, Pertamina pada 2014 hanya mendapat fee sebesar Rp34 per kg. Total perkiraan pendapatan Pertamina dari fee penyaluran elpiji 3 kg untuk 2014 hanya sekitar Rp180 miliar.
“Walau Pertamina adalah BUMN, pemerintah seharusnya tetap memberikan keuntungan dalam melaksanakan tugas PSO. PLN yang juga melaksanakan PSO listrik diberi keuntungan 7% oleh pemerintah. Pemerintah harusnya memberi perlakuan yang sama kepada Pertamina,” tuturnya.
Menurut dia, jika dibiarkan merugi, Pertamina bisa pula dinilai melanggar Undang- Undang Nomor 40/ 2007 tentang Perseroan Terbatas. Selain itu, Undang-Undang BUMN juga mengharuskan Pertamina memperoleh keuntungan.
Nanang wijayanto
Pemerintah diminta melakukan antisipasi dengan mengubah formula PSO agar BUMN energi itu tak lagi rugi karena menjalankan kewajibannya mendistribusikan minyak tanah dan solar yang masih disubsidi tahun ini. Pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria mengatakan, berdasarkan perhitungannya, dengan formula PSO lama (tahun 2012), untuk mendistribusikan minyak tanah Pertamina bisa merugi Rp680 per liter.
Untuk solar, dengan dicoretnya subsidi bahan bakar nabati (BBN), sementara harga fatty acidmethyl ester(FAME) sebagai bahan campuran kini jauh di atas harga solar, Pertamina akan merugi berkisar Rp300 per liter. “Jika formula ini tidak diubah, saya yakin tahun ini Pertamina akan kembali mengalami kerugian. Ini harusnya jadi perhatian pemerintah dan DPR,” ujar Sofyano Zakaria di Jakarta kemarin.
Sebelumnya Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas M Riswi mengatakan, enam tahun terakhir (2009-2014) Pertamina terus merugi dalam mendistribusikan BBM bersubsidi. Pertamina terakhir kali menangguk laba dalam mendistribusikan BBM pada 2007 dan 2008. Pada 2009-2014 Pertamina secara total merugi hingga belasan triliun.
Sofyano mengatakan, tidak adil jika Pertamina dipaksa melaksanakan tugas pemerintah, namun juga dibiarkan merugi. Mendistribusikan BBM PSO ke seluruh pelosok Tanah Air bukanlah pekerjaan yang mudah. Karena itu, pemerintah harus memastikan Pertamina sebagai pelaksana kegiatan itu memperoleh untung untuk menjamin kelancaran tugasnya.
Dia menambahkan, untuk menyalurkan elpiji subsidi kemasan 3 kg ke seluruh pelosok negeri ini pun, Pertamina hanya diberi keuntungan minimum. Pemerintah menetapkan formula harga yang sejak 2009 hingga kini belum pernah diubah. Dengan formula harga tersebut, Pertamina pada 2014 hanya mendapat fee sebesar Rp34 per kg. Total perkiraan pendapatan Pertamina dari fee penyaluran elpiji 3 kg untuk 2014 hanya sekitar Rp180 miliar.
“Walau Pertamina adalah BUMN, pemerintah seharusnya tetap memberikan keuntungan dalam melaksanakan tugas PSO. PLN yang juga melaksanakan PSO listrik diberi keuntungan 7% oleh pemerintah. Pemerintah harusnya memberi perlakuan yang sama kepada Pertamina,” tuturnya.
Menurut dia, jika dibiarkan merugi, Pertamina bisa pula dinilai melanggar Undang- Undang Nomor 40/ 2007 tentang Perseroan Terbatas. Selain itu, Undang-Undang BUMN juga mengharuskan Pertamina memperoleh keuntungan.
Nanang wijayanto
(bbg)