LPS Bayar Klaim Penjaminan Rp734,94 M
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah membayar klaim penjaminan simpanan pada bank yang dilikuidasi sebesar Rp734,94 miliar hingga 31 Desember 2014.
LPS telah melikuidasi sebanyak 62 bank yang terdiri atas 61 Bank Perkreditan Rakyat dan satu bank umum. Direktur Akuntansi dan Anggaran LPS Suwandi mengatakan, dari total simpanan tersebut, terdapat 62 bank yang dilikuidasi sebesar Rp1,258 triliun. “Sebenarnya yang dibayar oleh LPS sebesar Rp762 miliar, sedangkan yang tidak dibayar pengamanannya oleh LPS sebesar Rp506 miliar,” kata dia di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, pembayaran yang dilakukan LPS hanya Rp734,94 miliar karena ada nasabah yang punya kewajiban yang harus dibayar pada saat yang bersamaan. “Jadi tidak seluruhnya. Sesuai hasil rekonver, dari jumlah tersebut (Rp762 miliar) telah diambil nasabah sebesar Rp734,94 miliar,” ungkapnya.
Kepala Eksekutif LPS Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, total dana penjaminan saat ini Rp48,45 triliun, masih relatif rendah yakni 1,17% dari total simpanan perbankan Rp4.127 triliun. “Di undang-undang itu target sekitar 2,5%, artinya dengan kondisi yang sekarang idealnya kita punya dana sekitar Rp100 triliun,” ucapnya. Dia menjelaskan, angka ideal tersebut tidak bisa dicapai dalam waktu yang singkat.
Namun, pihaknya akan terus berupaya mewujudkannya dalam beberapa tahun ke depan. Total aset LPS pada 2014 mengalami kenaikan sekitar Rp6,5 triliun menjadi Rp49,78 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp43,29 triliun. “Kenaikan aset tersebut ditopang oleh meningkatnya pendapatan premi penjaminan dan pendapatan hasil investasi,” tambah Suwandi.
Pendapatan premi penjaminan LPS pada 2014 mencapai Rp10,8 triliun, dibandingkan pendapatan premi pada tahun sebelumnya Rp7 triliun. Sementara itu, pendapatan hasil investasi mencapai Rp2,8 triliun dibandingkan pendapatan investasi 2013 Rp2 triliun. “Proyeksi kami, pada 2032 pendapatan hasil investasi akan lebih besar dari pendapatan premi,” ujar Suwandi.
Berdasarkan data penerimaan premi dan hasil investasi kumulatif 2005-2014, pendapatan premi LPS mencapai Rp42,85 triliun, sedangkan pendapatan hasil investasi mencapai Rp12,56 triliun. Secara total, pendapatan LPS dari keduanya mencapai Rp55,41 triliun. Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS M Doddy Ariefianto menambahkan, perbankan harus berhati-hati terhadap penyaluran kredit tahun ini.
Saat ini masih banyak tantangan dari dalam negeri ataupun dari luar negeri. “Di mana, untuk di luar negeri kita tahu Fed akan ada kenaikan suku bunga. Itu harus dicermati benar,” katanya. Doddy mengatakan, kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM pada Januari 2015 dinilai sudah cukup baik. Namun, penurunan harga BBM tersebut harus diikuti dengan pembangunan infrastruktur.
Menurutnya, bila subsidi BBM bisa digunakan untuk hal yang lebih produktif, dapat menguntungkan Indonesia. Selain itu, kredit perbankan yang mayoritas terkait dengan perdagangan dirasa masih mencemaskan lantaran ada kenaikan kredit bermasalah (non performing loan /NPL). Bahkan banyak penyaluran kredit perbankan yang masuk ke sektor perdagangan (trading ) perlu mendapat perhatian lebih. Dia menilai kenaikan NPL di sektor perdagangan dan manufaktur turut terpengaruh oleh turunnya kinerja ekspor Indonesia.
Kunthi fahmar sandy
LPS telah melikuidasi sebanyak 62 bank yang terdiri atas 61 Bank Perkreditan Rakyat dan satu bank umum. Direktur Akuntansi dan Anggaran LPS Suwandi mengatakan, dari total simpanan tersebut, terdapat 62 bank yang dilikuidasi sebesar Rp1,258 triliun. “Sebenarnya yang dibayar oleh LPS sebesar Rp762 miliar, sedangkan yang tidak dibayar pengamanannya oleh LPS sebesar Rp506 miliar,” kata dia di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, pembayaran yang dilakukan LPS hanya Rp734,94 miliar karena ada nasabah yang punya kewajiban yang harus dibayar pada saat yang bersamaan. “Jadi tidak seluruhnya. Sesuai hasil rekonver, dari jumlah tersebut (Rp762 miliar) telah diambil nasabah sebesar Rp734,94 miliar,” ungkapnya.
Kepala Eksekutif LPS Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, total dana penjaminan saat ini Rp48,45 triliun, masih relatif rendah yakni 1,17% dari total simpanan perbankan Rp4.127 triliun. “Di undang-undang itu target sekitar 2,5%, artinya dengan kondisi yang sekarang idealnya kita punya dana sekitar Rp100 triliun,” ucapnya. Dia menjelaskan, angka ideal tersebut tidak bisa dicapai dalam waktu yang singkat.
Namun, pihaknya akan terus berupaya mewujudkannya dalam beberapa tahun ke depan. Total aset LPS pada 2014 mengalami kenaikan sekitar Rp6,5 triliun menjadi Rp49,78 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp43,29 triliun. “Kenaikan aset tersebut ditopang oleh meningkatnya pendapatan premi penjaminan dan pendapatan hasil investasi,” tambah Suwandi.
Pendapatan premi penjaminan LPS pada 2014 mencapai Rp10,8 triliun, dibandingkan pendapatan premi pada tahun sebelumnya Rp7 triliun. Sementara itu, pendapatan hasil investasi mencapai Rp2,8 triliun dibandingkan pendapatan investasi 2013 Rp2 triliun. “Proyeksi kami, pada 2032 pendapatan hasil investasi akan lebih besar dari pendapatan premi,” ujar Suwandi.
Berdasarkan data penerimaan premi dan hasil investasi kumulatif 2005-2014, pendapatan premi LPS mencapai Rp42,85 triliun, sedangkan pendapatan hasil investasi mencapai Rp12,56 triliun. Secara total, pendapatan LPS dari keduanya mencapai Rp55,41 triliun. Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS M Doddy Ariefianto menambahkan, perbankan harus berhati-hati terhadap penyaluran kredit tahun ini.
Saat ini masih banyak tantangan dari dalam negeri ataupun dari luar negeri. “Di mana, untuk di luar negeri kita tahu Fed akan ada kenaikan suku bunga. Itu harus dicermati benar,” katanya. Doddy mengatakan, kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM pada Januari 2015 dinilai sudah cukup baik. Namun, penurunan harga BBM tersebut harus diikuti dengan pembangunan infrastruktur.
Menurutnya, bila subsidi BBM bisa digunakan untuk hal yang lebih produktif, dapat menguntungkan Indonesia. Selain itu, kredit perbankan yang mayoritas terkait dengan perdagangan dirasa masih mencemaskan lantaran ada kenaikan kredit bermasalah (non performing loan /NPL). Bahkan banyak penyaluran kredit perbankan yang masuk ke sektor perdagangan (trading ) perlu mendapat perhatian lebih. Dia menilai kenaikan NPL di sektor perdagangan dan manufaktur turut terpengaruh oleh turunnya kinerja ekspor Indonesia.
Kunthi fahmar sandy
(bbg)