Pemenuhan Pangan Tak Perlu Impor
A
A
A
JAKARTA - Pemenuhan pangan dalam negeri sebaiknya tak perlu impor. Meski saat ini ketahanan pangan merupakan tantangan nyata bagi semua pihak di Indonesia dan di dunia.
”Indonesia memiliki sumber daya cukup besar namun dengan jumlah penduduk yang banyak dan cenderung meningkat setiap tahun, maka sumber daya tersebut harus dikelola secara maksimal agar dapat mencukupi kebutuhan mendasar penduduknya,” ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto pada acara Jakarta Food Security Summit- 3 di Jakarta kemarin.
Suryo ingin, ke depan tidak ada lagi kebijakan instan dengan cara mengimpor pangan. Meski, semua pihak menyadari bahwa pangan adalah sumber kehidupan bagi 250 juta penduduk Indonesia sekaligus 5 miliar manusia di dunia yang terus bertambah. Tekanan dan ketergantungan impor kebutuhan dasar manusia di era mendatang, kata Suryo, akan semakin berat bebannya dengan terbukanya pasar bebas baik di tingkat global maupun regional.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis dan Pangan Franky O. Widjaja mengatakan, kunci utama untuk dapat mewujudkan peningkatan produksi pangan dan produktivitas tinggi dan berdaya saing adalah dengan menerapkan pola bertani yang baik secara konsekuen dan komprehensif. ”Kita harus mendorong peningkatan produksi pangan nasional dan mewujudkan komitmen untuk menjadi negara yang mandiri dan berdaulat dalam penyedia pangan sekaligus sebagai pemasok pangan dunia,” katanya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Rahmat Gobel mengatakan, pangan menjadi industri strategis dalam membangun ketahanan pangan. ”Kita harus membangun industri dalam negerinya khususnya berbasis dari pertanian untuk bisa menghasilkan kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan teknologi sehingga kita bisa meningkatkan produktivitas,” ujarnya.
Menurutnya, jika bisa membangun pertanian yang terintegarasi dengan teknologi, Indonesia bisa menjadi lumbung pangan ASEAN. ”Semua sudah mengarah ke industrialisasi,” katanya. Namun, peningkatan produksi pertanian tidak bisa tercapai tanpa diiringi dengan peningkatan kesejahteraan petani. Petani harus menjadi fokus utama program ketahanan pangan.
Rahmat Gobel mengatakan, salah satu alasan mengapa para petani tidak bisa berkembang adalah mereka harus bersaing dengan produk impor yang harganya lebih murah. Untuk itu, Kemendag akan mengamankan pasar domestik dan melindungi konsumen dari produk impor yang berbahaya. ”Dengan begini, produk kita bisa dijaga dan produk kita akan meningkat,” ujar Gobel.
Dia menambahkan, program 5.000 pasar yang akan dibangun dalam lima tahun ke depan untuk mendorong hasil bumi di daerah tersebut. Keberadaan pasar itu akan menjadi tempat menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok dan bisa mengontrol harga. ”Ini akan sukses kalau kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Kita juga berharap dari Kementerian Pertanian menetapkan standar dari produk-produk (pertanian) itu sendiri,” jelasnya.
Menurutnya, lebih baik memberikan insentif kepada petani dalam negeri daripada petani luar. ”Kita berusaha membuat nilai tambah dari produkproduk pertanian,” katanya. Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Pangan Franciscus Welirang mengatakan, peran petani sangat penting, ironisnya regenerasi petani muda semakin berkurang. ”Waktu menanam dan panen butuh banyak orang, tetapi tenaga kerjanya sudah sedikit,” ungkapnya.
Untuk itu, perlu peran pemerintah dalam memberikan alat mesin pertanian (alsintan). Menurutnya, pembagian traktor tangan oleh pemerintah ke petani kurang bermanfaat karena selama ini petani sudah banyak yang memiliki traktor tangan. Justru yang diperlukan saat ini adalah alat penanam padi (paddy planter machine) dan mesin pemanen padi (combine harvester).
Sementara, di tempat yang sama Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimistis swasembada pangan bisa segera dicapai dalam empat tahun ke depan. “Semakin saya tahu lapangan, kunjungan daerah yang saya lakukan, semakin saya kenal medan, semakin saya yakin kedaulatan pangan, ketahanan pangan, swasembada pangan bisa kita capai dalam kurun waktu tidak lama,” kata Presiden.
Presiden menyatakan telah berdialog dengan para petani dan mendapati sudah banyak yang mengalami peningkatan produktivitas hingga berlipat ganda. “Saya berdialog dengan petani, yang dulu (produksinya) 2 ton, jadi 6 ton, yang dulu 1,5 ton jadi 3 ton. Kelipatan-kelipatan seperti itu contohnya sudah ada,” katanya.
Oktiani endarwati/Ant
”Indonesia memiliki sumber daya cukup besar namun dengan jumlah penduduk yang banyak dan cenderung meningkat setiap tahun, maka sumber daya tersebut harus dikelola secara maksimal agar dapat mencukupi kebutuhan mendasar penduduknya,” ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto pada acara Jakarta Food Security Summit- 3 di Jakarta kemarin.
Suryo ingin, ke depan tidak ada lagi kebijakan instan dengan cara mengimpor pangan. Meski, semua pihak menyadari bahwa pangan adalah sumber kehidupan bagi 250 juta penduduk Indonesia sekaligus 5 miliar manusia di dunia yang terus bertambah. Tekanan dan ketergantungan impor kebutuhan dasar manusia di era mendatang, kata Suryo, akan semakin berat bebannya dengan terbukanya pasar bebas baik di tingkat global maupun regional.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis dan Pangan Franky O. Widjaja mengatakan, kunci utama untuk dapat mewujudkan peningkatan produksi pangan dan produktivitas tinggi dan berdaya saing adalah dengan menerapkan pola bertani yang baik secara konsekuen dan komprehensif. ”Kita harus mendorong peningkatan produksi pangan nasional dan mewujudkan komitmen untuk menjadi negara yang mandiri dan berdaulat dalam penyedia pangan sekaligus sebagai pemasok pangan dunia,” katanya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Rahmat Gobel mengatakan, pangan menjadi industri strategis dalam membangun ketahanan pangan. ”Kita harus membangun industri dalam negerinya khususnya berbasis dari pertanian untuk bisa menghasilkan kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan teknologi sehingga kita bisa meningkatkan produktivitas,” ujarnya.
Menurutnya, jika bisa membangun pertanian yang terintegarasi dengan teknologi, Indonesia bisa menjadi lumbung pangan ASEAN. ”Semua sudah mengarah ke industrialisasi,” katanya. Namun, peningkatan produksi pertanian tidak bisa tercapai tanpa diiringi dengan peningkatan kesejahteraan petani. Petani harus menjadi fokus utama program ketahanan pangan.
Rahmat Gobel mengatakan, salah satu alasan mengapa para petani tidak bisa berkembang adalah mereka harus bersaing dengan produk impor yang harganya lebih murah. Untuk itu, Kemendag akan mengamankan pasar domestik dan melindungi konsumen dari produk impor yang berbahaya. ”Dengan begini, produk kita bisa dijaga dan produk kita akan meningkat,” ujar Gobel.
Dia menambahkan, program 5.000 pasar yang akan dibangun dalam lima tahun ke depan untuk mendorong hasil bumi di daerah tersebut. Keberadaan pasar itu akan menjadi tempat menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok dan bisa mengontrol harga. ”Ini akan sukses kalau kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Kita juga berharap dari Kementerian Pertanian menetapkan standar dari produk-produk (pertanian) itu sendiri,” jelasnya.
Menurutnya, lebih baik memberikan insentif kepada petani dalam negeri daripada petani luar. ”Kita berusaha membuat nilai tambah dari produkproduk pertanian,” katanya. Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Pangan Franciscus Welirang mengatakan, peran petani sangat penting, ironisnya regenerasi petani muda semakin berkurang. ”Waktu menanam dan panen butuh banyak orang, tetapi tenaga kerjanya sudah sedikit,” ungkapnya.
Untuk itu, perlu peran pemerintah dalam memberikan alat mesin pertanian (alsintan). Menurutnya, pembagian traktor tangan oleh pemerintah ke petani kurang bermanfaat karena selama ini petani sudah banyak yang memiliki traktor tangan. Justru yang diperlukan saat ini adalah alat penanam padi (paddy planter machine) dan mesin pemanen padi (combine harvester).
Sementara, di tempat yang sama Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimistis swasembada pangan bisa segera dicapai dalam empat tahun ke depan. “Semakin saya tahu lapangan, kunjungan daerah yang saya lakukan, semakin saya kenal medan, semakin saya yakin kedaulatan pangan, ketahanan pangan, swasembada pangan bisa kita capai dalam kurun waktu tidak lama,” kata Presiden.
Presiden menyatakan telah berdialog dengan para petani dan mendapati sudah banyak yang mengalami peningkatan produktivitas hingga berlipat ganda. “Saya berdialog dengan petani, yang dulu (produksinya) 2 ton, jadi 6 ton, yang dulu 1,5 ton jadi 3 ton. Kelipatan-kelipatan seperti itu contohnya sudah ada,” katanya.
Oktiani endarwati/Ant
(bbg)