Saham CPO Diyakini Akan Membaik

Selasa, 17 Februari 2015 - 05:31 WIB
Saham CPO Diyakini Akan Membaik
Saham CPO Diyakini Akan Membaik
A A A
PALEMBANG - Para pemodal di bursa saham disarankan mulai mengakumulasi saham-saham di sektor crude palm oil (CPO) atau kelapa sawit. Meski sempat menurun pada 2011-2013, diyakini emiten komoditas perkebunan ini akan membaik dalam 5-6 tahun mendatang.

“Sangat disarankan, sebab CPO akan membaik karena dipengaruhi kebutuhan masa mendatang. Bukan hanya untuk minyak makan, tapi dipastikan akan banyak digunakan untuk bahan industri baru seperti biofuel,” ujar Broker Client Priority Danareksa Palembang, Reynaldi di kantor Danareksa Jalan Kapten A Rivai, Palembang, Senin (16/2/2015).

Menurutnya, dengan kondisi perekonomian dunia saat ini, investasi CPO di pasar modal cukup menjanjikan. Mengingat, Indonesia memiliki lahan kelapa sawit terbesar di Asia, diikuti lahan Malaysia. Tidak hanya itu, teknologi biofuel sebagai bahan bakar industri sedang dibicarakan di tingkat pertemuan Eropa yang dilanjutkan peneliti Indonesia dan Malaysia.

Reynaldi mengakui, saat ini harga CPO masih rendah karena Amerika masih menganggapnya sebagai pasar baru sumber energi dunia. Ditambah pula kedelai masih dinaikkan Amerika sebagai komoditas minyak makan.

“Untuk saat ini memang permintaan sawit sangat rendah. Sementara suplai dari kita sangat banyak. Inilah kenapa CPO masih tertekan turun dengan minus 0,26% di harga USD2.293 per barel,” terangnya.

Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau tertekan -0,38% di angka 5,353,63. Penekanan ini terjadi dari sektor infrastruktur, consumer good, finance, dan agriculture.

Dia menilai, hampir seluruh saham-saham blue chips turun. Selain itu, sektor komoditi untuk minyak dunia tertinggi di kisaran USD61 per barel.

“Secara global, saham infrastruktur masih tertekan, tapi diprediksi segera membaik karena dari bursa regional tidak terlihat banyak penurunan. Di bursa Asia hanya Singapura dan Indonesia yang merah. Meski demikian, di Sumsel saat ini mendominasi orang menanam saham di bidang infrastruktur,” jelas D’One Trading Advisor Danareksa Sekuritas Palembang, Reny Rachmawaty.

Terkait BI rate sebagai suku bunga acuan di Indonesia, dia menegaskan, idealnya BI rate sebesar 8%. Jika tidak, tentu rupiah bisa terus turun yang tentu dianggap sebagai penguatan USD.
“Pemodal juga menunggu keputusan BI rate ini. Tapi secara umum, bukan rupiah yang melemah tapi USD memang sedang naik,” tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4675 seconds (0.1#10.140)