Pemerintah Kaji Pembatasan Kepemilikan Asing di Asuransi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah masih melakukan kajian untuk perusahaan asuransi yang dimiliki asing. Hal ini terkait rencana pengaturan sebagian saham yang harus dilepaskan atau kebijakan batasan kepemilikan asing di perusahaan asuransi tidak berlaku kebelakang.
Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal Isa Rachmatarwata mengatakan, saat ini pemerintah masih mengkaji mengenai porsi dan batasan kepemilikan asing pada perusahaan asuransi di Indonesia.
"Yang kita kaji itu untuk yang existing. Kita lihat manfaat atau buruknya," ujarnya saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Pihaknya berharap perusahaan asuransi asing saat ini dapat memberikan lapangan pekerjaan dan kemajuan terhadap ekonomi Indonesia. Ini dapat menjadi pertimbangan pemerintah. Sehingga tidak perlu dilakukan pembatasan kepemilikan asing, atau bahkan mengurangi.
"Kita tidak akan batasi dan kurangi. Namun, kalau besar manfaatnya tentu kita akan ambil sikap. Jadi belum tahu berapa porsinya," kata dia.
Sebelumnya, Isa mengatakan, perlu ada persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan asuransi asing jika ingin masuk ke Indonesia. Persyaratan ini bisa dalam bentuk legitimasi keberadaan asing di dalam negeri, agar melakukan bisnis di Indonesia tidak terlalu mudah.
"Itu yang saya lihat banyak orang asing bekerja mudah di Indonesia. Karena, tidak ada aturan secara legitimate masuknya mereka ke Indonesia," terangnya.
Menurut dia, masuknya perusahaan asing ke Indonesia harus disikapi dengan positif lantaran dapat mengembangkan industri asuransi dalam negeri. Dengan masuknya investasi dari luar negeri, maka potensi untuk menciptakan lapangan kerja baru di Indonesia akan semakin terbuka.
Di sisi lain, Indonesia harus bisa mempersiapkan sumber daya manusianya agar dapat bersaing di ASEAN. Pemerintah berharap kepada industri asuransi dalam negeri tak hanya fokus dalam menambah market share saja, melainkan juga fokus terhadap pemanfaatan kepada masyarakat.
Atas dasar itu, ketahanan industri menjadi penting sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat yang menggunakan asuransi. "Tidak hanya berpikir bisnis tapi berpikir proteksi tambahan bagi masyarakat," ujarnya.
Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal Isa Rachmatarwata mengatakan, saat ini pemerintah masih mengkaji mengenai porsi dan batasan kepemilikan asing pada perusahaan asuransi di Indonesia.
"Yang kita kaji itu untuk yang existing. Kita lihat manfaat atau buruknya," ujarnya saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Pihaknya berharap perusahaan asuransi asing saat ini dapat memberikan lapangan pekerjaan dan kemajuan terhadap ekonomi Indonesia. Ini dapat menjadi pertimbangan pemerintah. Sehingga tidak perlu dilakukan pembatasan kepemilikan asing, atau bahkan mengurangi.
"Kita tidak akan batasi dan kurangi. Namun, kalau besar manfaatnya tentu kita akan ambil sikap. Jadi belum tahu berapa porsinya," kata dia.
Sebelumnya, Isa mengatakan, perlu ada persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan asuransi asing jika ingin masuk ke Indonesia. Persyaratan ini bisa dalam bentuk legitimasi keberadaan asing di dalam negeri, agar melakukan bisnis di Indonesia tidak terlalu mudah.
"Itu yang saya lihat banyak orang asing bekerja mudah di Indonesia. Karena, tidak ada aturan secara legitimate masuknya mereka ke Indonesia," terangnya.
Menurut dia, masuknya perusahaan asing ke Indonesia harus disikapi dengan positif lantaran dapat mengembangkan industri asuransi dalam negeri. Dengan masuknya investasi dari luar negeri, maka potensi untuk menciptakan lapangan kerja baru di Indonesia akan semakin terbuka.
Di sisi lain, Indonesia harus bisa mempersiapkan sumber daya manusianya agar dapat bersaing di ASEAN. Pemerintah berharap kepada industri asuransi dalam negeri tak hanya fokus dalam menambah market share saja, melainkan juga fokus terhadap pemanfaatan kepada masyarakat.
Atas dasar itu, ketahanan industri menjadi penting sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat yang menggunakan asuransi. "Tidak hanya berpikir bisnis tapi berpikir proteksi tambahan bagi masyarakat," ujarnya.
(izz)