Saat Negara Akhirnya Hadir di Ilaga

Kamis, 19 Februari 2015 - 09:26 WIB
Saat Negara Akhirnya...
Saat Negara Akhirnya Hadir di Ilaga
A A A
Daerah manakah yang biaya hidupnya paling tinggi di negeri ini? Mengacu pada survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2012, jawabannya adalah Jakarta. Ibu Kota, kata survei tadi, menjadi tempat termahal karena butuh biaya hidup Rp7,5 juta per rumah tangga per bulan.

Mungkin banyak yang tak setuju dengan kesimpulan tersebut. Boleh jadi karena mahal adalah relatif, terutama bila dikaitkan dengan kemampuan untuk mencukupi pengeluaran tersebut. Apalagi saat masih tersedia banyak pilihan untuk terhindar dari keharusan mengeluarkan biaya nan mahal tersebut.

Namun, bagi masyarakat Kabupaten Puncak, Papua, mahalnya biaya hidup adalah absolut. Kombinasi antara rendahnya daya beli dan tingginya harga barang-barang akibat keterisolasian membuat penduduk yang rata-rata bermata pencaharian sebagai petani sederhana tak bisa mengelak dari tingkat kemahalan yang luar biasa. Berada di ketinggian lebih dari 2.000 m dpl, Kabupaten Puncak secara geografis adalah yang tertinggi di Indonesia.

Terletak di jantung Pegunungan Tengah, Papua, kabupaten yang terdiri atas delapan distrik Agandugume, Gome, Ilaga, Sinak, Pogoma, Wangbe, Beoga, dan Doufo itu secara alami dikelilingi gunung, tebing, dan belantara lebat. Akibatnya, sarana penghubung modern satu-satunya ke daerah itu adalah pesawat udara.

Itu pun jika cuaca mendukung. Bila cuaca tak mengizinkan, arus distribusi barang pun terhenti dengan sendirinya. Untuk mencapai kota-kota terdekat, jalur darat memang masih bisa ditempuh. Namun, masyarakat harus berjalan kaki menembus gunung dan belantara selama 2-4 hari. Akibat keterisolasian ini, harga barang-barang di Ilaga mahal luar biasa. Sebagai gambaran, sekarung beras di sana dihargai Rp600.000, sebungkus mi instan Rp5.000, dan sebutir telur Rp5.000.

Demikian pula lauk-pauk, ayam atau ikan, harus ditebus seharga Rp90.000 per kg, sementara cabai dihargai Rp150.000 per kg, dan minyak goreng Rp60.000 per liter. Bagaimana dengan bahan bakar? Bensin di Ilaga mencapai Rp50.000-60.000 per liter. Tak usah bermimpi pula membangun rumah seperti umumnya di Pulau Jawa karena harga semen per sak mencapai Rp1,5-2 juta.

Sementara kayu dihargai Rp8,5 juta per m3. Alhasil, untuk membangun sebuah rumah yang masih terbilang sederhana di Ilaga, ongkosnya bisa mencapai Rp2 miliar. Tingginya harga barangbarang, menyebabkan kebutuhan dasar seperti infrastruktur, telekomunikasi, kesehatan, dan pendidikan pun minim.

Pelayanan publik yang menandai kehadiran negara masih jauh dari sempurna. Itu pada akhirnya berujung pada ketidakpuasan, yang kemudian memicu konflik keamanan di Ilaga dan sekitarnya. Kondisi itu, diakui Bupati Kabupaten Puncak Willem Wandik, sebagai tantangan luar biasa bagi kabupaten hasil pemekaran yang berdiri pada 2008 itu. Willem yang baru menjabat pada 2013 mengatakan, bukan hal mudah membangun Puncak.

“Ini seperti lingkaran setan. Sulit menentukan harus mulai dari mana dulu,” ujarnya saat berdiskusi dengan sejumlah media belum lama ini. Membangun infrastruktur jalan untuk menembus keterisolasian dipilih sebagai langkah pertama, selain memantapkan fungsi-fungsi unit pemerintahan di daerahnya. Itu pun butuh upaya dan dana luar biasa. Willem mencontohkan, untuk mendatangkan alat berat, dana yang dibutuhkan mencapai dua-tiga kali lipat harga unitnya.

“Harga alatnya cuma Rp1,5 miliar, tapi mengangkutnya ke sini bisa Rp3-4 miliar karena harus menggunakan helikopter khusus,” katanya. Itu belum menghitung biaya tenaga kerja. Di luar itu, masalah kesehatan dan pendidikan pun butuh perhatian dari pemerintahannya. “Akhirnya kita hanya bisa jalan pelan-pelan. Apa yang kita mulai sekarang mungkin baru bisa terasa dampaknya limasepuluh tahun mendatang,” ucapnya.

Saat ini hal terpenting baginya adalah secepat mungkin membuka akses agar masyarakat Puncak bisa memperoleh kebutuhan utamanya. Guna mempercepat terbukanya isolasi, Willem dan bupati-bupati di sekitar wilayah Pegunungan Tengah kini tengah berjuang agar diizinkan mengakses jalan khusus Timika-Grasberg milik PT Freeport Indonesia.

Jika jalur itu bisa digunakan publik, mereka tinggal membangun jalan tembus dari Grasberg ke Ilaga sehingga akses langsung dari Ilaga dan distrik-distrik lain ke Kota Timika tercipta. Tapi, selama bertahun-tahun, izin itu tak juga diperoleh. Namun, kedatangan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Muljono serta Menteri ESDM Sudirman Said ke Timika dan Ilaga, Sabtu (14/2) lalu menumbuhkan kembali harapan mereka.

Ada janji dari pemerintah untuk mendorong Freeport membuka akses jalannya meski untuk sementara terbatas hanya bagi distribusi barang. Pemerintah juga menyatakan komitmen untuk membangun jalan Trans-Papua yang akan menghubungkan wilayah Pegunungan Tengah dengan Nabire hingga Wamena dan Jayapura. “Kami bersyukur. Memang itu yang selalu kami harapkan selama ini, kehadiran dan dukungan negara untuk Papua ini,” pungkas Willem.

M Faizal
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0666 seconds (0.1#10.140)