Pengamat: Wajar Smelter Konsorsium Dibangun di Gresik
A
A
A
JAKARTA - Pengamat minyak dan gas (migas) Tri Widodo menilai wajar pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter) di wilayah Gresik, Jawa Timur.
Pasalnya, infrastruktur yang memadai di wilayah tersebut berpotensi mengurangi ongkos yang harus dirogoh para raksasa tambang.
"Kalau dari sisi ekonomis, ya di Gresik ekonomis. Cost-nya terlalu tinggi kalau sumber daya manusia (SDM) ditempatin di daerah seperti Papua," ujarnya kepada Sindonews di Jakarta, Kamis (19/2/2015).
Lebih lanjut dia mengatakan, pembangunan smelter tentu membutuhkan pembangkit listrik berkapasitas besar. Sementara di wilayah Papua, infrastruktur listriknya tidak memadai.
"Kalau di Papua infrastruktur listrik saja tidak ada, kecuali di Jawa, itu alasannya. Di Papua itu minus listriknya," imbuhnya.
Sementara itu, gagasan pemerintah untuk membentuk konsorsium pembangunan smelter pun dianggap ide yang bagus. Terpenting menurutnya, raksasa tambang itu tidak diizinkan lagi untuk mengekspor tambang mentah atau setengah jadi.
"Kalau mahal, ya mereka bersama-sama bangun smelter patungan. Dari situ nanti bisa pembagian, yang penting tidak boleh lagi keluar ekspor dalam konsentrat, tapi yang sudah dimurnikan," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, pembangunan smelter konsorsium nasional bisa dibangun di Gresik, Jawa Timur.
Namun, kepastiannya masih menunggu hasil pembicaraan konsorsium yang merupakan perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK). Empat pemegang KK yang masuk dalam konsorsium pembangunan smelter, yaitu PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Gorontalo Mining dan PT Kalimantan Surya Kencana.
Pasalnya, infrastruktur yang memadai di wilayah tersebut berpotensi mengurangi ongkos yang harus dirogoh para raksasa tambang.
"Kalau dari sisi ekonomis, ya di Gresik ekonomis. Cost-nya terlalu tinggi kalau sumber daya manusia (SDM) ditempatin di daerah seperti Papua," ujarnya kepada Sindonews di Jakarta, Kamis (19/2/2015).
Lebih lanjut dia mengatakan, pembangunan smelter tentu membutuhkan pembangkit listrik berkapasitas besar. Sementara di wilayah Papua, infrastruktur listriknya tidak memadai.
"Kalau di Papua infrastruktur listrik saja tidak ada, kecuali di Jawa, itu alasannya. Di Papua itu minus listriknya," imbuhnya.
Sementara itu, gagasan pemerintah untuk membentuk konsorsium pembangunan smelter pun dianggap ide yang bagus. Terpenting menurutnya, raksasa tambang itu tidak diizinkan lagi untuk mengekspor tambang mentah atau setengah jadi.
"Kalau mahal, ya mereka bersama-sama bangun smelter patungan. Dari situ nanti bisa pembagian, yang penting tidak boleh lagi keluar ekspor dalam konsentrat, tapi yang sudah dimurnikan," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, pembangunan smelter konsorsium nasional bisa dibangun di Gresik, Jawa Timur.
Namun, kepastiannya masih menunggu hasil pembicaraan konsorsium yang merupakan perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK). Empat pemegang KK yang masuk dalam konsorsium pembangunan smelter, yaitu PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Gorontalo Mining dan PT Kalimantan Surya Kencana.
(rna)