Tahun Pasar Modal Syariah
A
A
A
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencanangkan 2015 sebagai tahun pasar modal syariah. Selain lebih aman dan nyaman, pasar modal syariah juga diyakini mampu berkontribusi lebih besar dalam pembiayaan pembangunan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, pasar modal syariah di Indonesia memiliki prospek perkembangan yang menjanjikan. Ini dapat dilihat dari pertumbuhan produk pasar modal syariah dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
”Untuk itu, kami mencanangkan 2015 sebagai tahun pasar modal syariah, di mana kami akan meluncurkan roadmap, paket regulasi dan produk baru, serta logo pasar modal syariah,” ungkap dia. Direktur Pasar Modal Syariah OJK Fadilah Kartikasasi mengatakan, berdasarkan pertumbuhan jumlah maupun nilai dari produk syariah di pasar modal dalam kurun lima tahun terakhir, sukuk negara memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi.
Dari sisi jumlah, pertumbuhan rata-rata sukuk negara mencapai 23,08%, sedangkan dari sisi nilai sebesar 38,74%. Adapun tingkat pertumbuhan tertinggi setelah sukuk negara yaitu reksa dana syariah dengan rata-rata pertumbuhan dari sisi jumlah sebesar 8,95%. Sedangkan dari sisi nilai sebesar 17,24%.
Pada periode yang sama, pertumbuhan saham syariah dari sisi jumlah juga tidak jauh berbeda dengan reksa dana syariah yaitu sebesar 8,95%. Dari sisi nilai, saham syariah mengalami pertumbuhan sebesar 8,65%. Di samping itu, jumlah saham syariah yang masuk dalam daftar efek syariah (DES) mengalami peningkatan.
Akhir 2014 jumlah saham syariah dalam DES meningkat 1,51% dibandingkan DES akhir 2013. Saat ini total saham syariah mencapai 336 dengan pangsa pasar sebesar 59,89% dari total emiten sebanyak 561. Dalam periode 2014, terdapat tujuh penerbitan sukuk korporasi dan total nilai emisi sukuk korporasi yang terbit selama 2014 mencapai Rp923 miliar.
Ke depan diharapkan akan lebih banyak emiten dan BUMN yang mulai memilih alternatif sumber pendanaan perusahaan dengan menerbitkan sukuk korporasi. Selama periode 2014 terdapat 19 reksa dana syariah efektif terbit dengan total nilai dana kelolaan mencapai Rp11,16 triliun. Penerbitan reksa dana syariah diharapkan bertambah seiring bertambahnya penerbitan sukuk korporasi, sukuk negara, dan saham syariah.
Selain itu, masih terdapat potensi penerbitan produk dan jasa syariah lain di pasar modal seperti penerbitan dana investasi real estat (DIRE) syariah, efek beragun aset (EBA) syariah, dan sukuk korporasi ritel. Dari sisi investor, produk dan/atau jasa syariah memiliki basis investor yang lebih luas.
Ini disebabkan investor yang membeli produk syariah bukan hanya investor syariah yang mempertimbangkan kesyariahan, tetapi juga investor umum yang mempertimbangkan risiko dan keuntungan investasi. Sedangkan produk konvensional hanya bisa dibeli oleh investor umum.
Ditambah lagi, jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) Friderica Widyasari Dewi mengatakan, jumlah investor syariah pada 2014 meningkat sebesar 455,5%, lebih tinggi dibandingkan peningkatan pada 2013. Jumlah investor syariah pada 2014 bahkan masih lebih banyak jika di- bandingkan dengan akumulasi jumlah investor syariah pada 2012 dan 2013.
”Pada 2012 investor syariahberjumlah531investor. Pada 2013 investor syariah berjumlah 803 investor. Sedangkan pada 2014 jumlahnya mencapai 4.476 investor,” katanya. Saat ini Mandiri Sekuritas masih menjadi penguasa pasar investor saham syariah yakni 52%. Diikuti oleh Indo Premier Sekuritas sebesar 32%. Kemudian KDB Daewoo Securities dan BNI Securities yang masing-masing sebesar 5%.
Selanjutnya adalah Phintraco Securities, Sucorinvest, dan Panin Sekuritas yang sama-sama menguasai 2%. Terakhir, Trimegah Sekuritas sebanyak 1%. Menurut Friderica, BEI akan lebih fokus pada upaya peningkatan kapasitas keuangan di pasar modal melalui pendekatan berbasis syariah.
Ini diharapkan mampu meningkatkan nilai investasi maupun jumlah investor lokal di pasar modal. Perkembangan industri pasar modal syariah Indonesia dinilai menjadi salah satu instrumen yang mendorong kepercayaan investor asing untuk masuk ke pasar dalam negeri.
Produk Syariah
Ada perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dan pasar modal syariah. Ini dapat dilihat dari instrumen dan mekanisme transaksinya. Dalam konsep pasar modal syariah, saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur riba.
Transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi. Produk syariah di pasar modal dapat berupa saham, reksa dana, sukuk negara, dan sukuk korporasi. Pasar modal syariah juga relatif lebih aman dan berkaitan erat dengan sektor riil.
Sebagai contoh saham syariah, agar bisa masuk dalam daftar efek syariah (DES), emiten harus memiliki rasio utang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45%. Dengan demikian, secara tidak langsung, emiten memiliki struktur keuangan yang lebih baik. Produk sukuk harus lebih dekat dengan sektor riil sebab setiap penerbitan sukuk harus memiliki aset yang mendasari (underlying asset).
Aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dapat berupa aset berwujud seperti gedung dan tanah atau aset tak berwujud berupa manfaat atas aset proyek pembangunan infrastruktur dan kegiatan usaha.
Hermansah
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, pasar modal syariah di Indonesia memiliki prospek perkembangan yang menjanjikan. Ini dapat dilihat dari pertumbuhan produk pasar modal syariah dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
”Untuk itu, kami mencanangkan 2015 sebagai tahun pasar modal syariah, di mana kami akan meluncurkan roadmap, paket regulasi dan produk baru, serta logo pasar modal syariah,” ungkap dia. Direktur Pasar Modal Syariah OJK Fadilah Kartikasasi mengatakan, berdasarkan pertumbuhan jumlah maupun nilai dari produk syariah di pasar modal dalam kurun lima tahun terakhir, sukuk negara memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi.
Dari sisi jumlah, pertumbuhan rata-rata sukuk negara mencapai 23,08%, sedangkan dari sisi nilai sebesar 38,74%. Adapun tingkat pertumbuhan tertinggi setelah sukuk negara yaitu reksa dana syariah dengan rata-rata pertumbuhan dari sisi jumlah sebesar 8,95%. Sedangkan dari sisi nilai sebesar 17,24%.
Pada periode yang sama, pertumbuhan saham syariah dari sisi jumlah juga tidak jauh berbeda dengan reksa dana syariah yaitu sebesar 8,95%. Dari sisi nilai, saham syariah mengalami pertumbuhan sebesar 8,65%. Di samping itu, jumlah saham syariah yang masuk dalam daftar efek syariah (DES) mengalami peningkatan.
Akhir 2014 jumlah saham syariah dalam DES meningkat 1,51% dibandingkan DES akhir 2013. Saat ini total saham syariah mencapai 336 dengan pangsa pasar sebesar 59,89% dari total emiten sebanyak 561. Dalam periode 2014, terdapat tujuh penerbitan sukuk korporasi dan total nilai emisi sukuk korporasi yang terbit selama 2014 mencapai Rp923 miliar.
Ke depan diharapkan akan lebih banyak emiten dan BUMN yang mulai memilih alternatif sumber pendanaan perusahaan dengan menerbitkan sukuk korporasi. Selama periode 2014 terdapat 19 reksa dana syariah efektif terbit dengan total nilai dana kelolaan mencapai Rp11,16 triliun. Penerbitan reksa dana syariah diharapkan bertambah seiring bertambahnya penerbitan sukuk korporasi, sukuk negara, dan saham syariah.
Selain itu, masih terdapat potensi penerbitan produk dan jasa syariah lain di pasar modal seperti penerbitan dana investasi real estat (DIRE) syariah, efek beragun aset (EBA) syariah, dan sukuk korporasi ritel. Dari sisi investor, produk dan/atau jasa syariah memiliki basis investor yang lebih luas.
Ini disebabkan investor yang membeli produk syariah bukan hanya investor syariah yang mempertimbangkan kesyariahan, tetapi juga investor umum yang mempertimbangkan risiko dan keuntungan investasi. Sedangkan produk konvensional hanya bisa dibeli oleh investor umum.
Ditambah lagi, jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) Friderica Widyasari Dewi mengatakan, jumlah investor syariah pada 2014 meningkat sebesar 455,5%, lebih tinggi dibandingkan peningkatan pada 2013. Jumlah investor syariah pada 2014 bahkan masih lebih banyak jika di- bandingkan dengan akumulasi jumlah investor syariah pada 2012 dan 2013.
”Pada 2012 investor syariahberjumlah531investor. Pada 2013 investor syariah berjumlah 803 investor. Sedangkan pada 2014 jumlahnya mencapai 4.476 investor,” katanya. Saat ini Mandiri Sekuritas masih menjadi penguasa pasar investor saham syariah yakni 52%. Diikuti oleh Indo Premier Sekuritas sebesar 32%. Kemudian KDB Daewoo Securities dan BNI Securities yang masing-masing sebesar 5%.
Selanjutnya adalah Phintraco Securities, Sucorinvest, dan Panin Sekuritas yang sama-sama menguasai 2%. Terakhir, Trimegah Sekuritas sebanyak 1%. Menurut Friderica, BEI akan lebih fokus pada upaya peningkatan kapasitas keuangan di pasar modal melalui pendekatan berbasis syariah.
Ini diharapkan mampu meningkatkan nilai investasi maupun jumlah investor lokal di pasar modal. Perkembangan industri pasar modal syariah Indonesia dinilai menjadi salah satu instrumen yang mendorong kepercayaan investor asing untuk masuk ke pasar dalam negeri.
Produk Syariah
Ada perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dan pasar modal syariah. Ini dapat dilihat dari instrumen dan mekanisme transaksinya. Dalam konsep pasar modal syariah, saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur riba.
Transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi. Produk syariah di pasar modal dapat berupa saham, reksa dana, sukuk negara, dan sukuk korporasi. Pasar modal syariah juga relatif lebih aman dan berkaitan erat dengan sektor riil.
Sebagai contoh saham syariah, agar bisa masuk dalam daftar efek syariah (DES), emiten harus memiliki rasio utang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45%. Dengan demikian, secara tidak langsung, emiten memiliki struktur keuangan yang lebih baik. Produk sukuk harus lebih dekat dengan sektor riil sebab setiap penerbitan sukuk harus memiliki aset yang mendasari (underlying asset).
Aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dapat berupa aset berwujud seperti gedung dan tanah atau aset tak berwujud berupa manfaat atas aset proyek pembangunan infrastruktur dan kegiatan usaha.
Hermansah
(ftr)