Perbedaan Pola Pikir
A
A
A
Suatu kali, sebuah keluarga yang cukup harmonis mengalami ujian yang cukup sulit. Sang ayah yang merupakan pencari nafkah satu-satunya, sakit keras.
Karena itulah, sang ibu dan dua anak kembar mereka yang masih berusia belasan tahun terpaksa harus bekerja keras. Sang ibu membuat kue dan dua anak mereka menjualnya sembari berangkat ke sekolah. Dalam masa enam bulan itu, kondisi sang ayah terus memburuk. Hingga suatu hari ia memanggil istri dan kedua anak kesayangannya.
“Istriku, waktuku sepertinya sudah tak lama lagi. Terima kasih sudah mendampingiku selama ini dan mendidik dua anak kita dengan baik. Tolong jaga mereka,” kata sang ayah. “Anakku yang sangat kusayangi. Aku juga berpesan dua hal kepada kalian. Pertama, jangan pernah menagih piutang kalian. Kedua, jangan biarkan diri kalian terbakar sinar matahari.”
Dua anak itu saling berpandangan. Mereka pun bertanya, “Apa maksud ucapan Ayah?” Namun, belum sempat dijawab, sang ayah sudah mengembuskan napas terakhirnya. Mereka pun menangisi kepergian orang yang sangat mereka cintai, sembari memikirkan, apa maksud pesan terakhir sang ayah. Waktu berganti, tahuntahun pun berlalu.
Dua pemuda kembar itu berpisah untuk mencari jalan hidupnya masing-masing. Hingga suatu hari ibu mereka berniat untuk mengunjungi dua anaknya yang tinggal berjauhan. Kali pertama, sang ibu mendatangi anak kedua. Saat itu ia baru tahu, mengapa anak keduanya kerap mengeluh di surat yang selalu dikirimnya. Dia hidup miskin, tubuhnya kurus kering. Ia pun bertanya, “Anakku, mengapa kamu bisa mengalami kondisi seperti ini?” tanyanya.
“Ibu... saya hanya menjalankan pesan ayah.” Jawabnya. “Yaitu, jangan pernah menagih piutang dan jangan sampai terbakar matahari. Pesan pertama saya laksanakan! Setiap ada yang berutang, saya tak pernah menagihnya kecuali mereka sendiri yang membayar. Itu membuat banyak orang yang berutang malah tak pernah membayar.
Yang kedua, karena tak boleh terbakar sinar matahari, ketika sedang ada uang, saya gunakan semuanya untuk membeli mobil sendiri. Akibatnya, saat ini uang saya tidak pernah cukup,” sebut si anak kedua memelas. Si ibu yang kasihan lantas meminta si anak kedua ikut kembali tinggal bersamanya. Namun, sebelum itu ia ingin menemui anak pertamanya.
Ternyata, dia hidup sukses dan bahagia. Apa yang membuat kondisi anak pertama sangat berbeda dengan anak kedua? Si anak pertama pun menjawab, “Ibu, saya hanya menjalankan pesan yang diberikan ayah dulu. Waktu itu, ayah meminta saya tidak boleh menagih piutang. Maka itu, saya pun berusaha semaksimal mungkin tidak pernah membiarkan orang berutang. Untuk setiap barang yang saya jual, saya wajibkan untuk bayar di awal. Kemudian untuk mematuhi pesan kedua, saya selalu pergi pagi-pagi sekali dan baru pulang saat sudah malam.
Saya pun bisa memaksimalkan waktu untuk bisa mencapai hasil hingga seperti sekarang.” Si ibu mengangguk-angguk perlahan. Rupanya, dua anak kembar itu punya perbedaan cara pandang dalam menerima pesan sang ayah yang belum sempat dijelaskan. Perbedaan itulah yang membuat mereka punya nasib yang berbeda.
The Cup of Wisdom
Dalam kisah tersebut, sangat jelas bahwa pesan yang sama bisa punya dua pemaknaan yang berbeda. Satu orang menyikapinya dengan cara yang positif, sedangkan yang kedua menerjemahkannya dengan cara yang berbeda sehingga pola pikirnya cenderung negatif.
Akibat itu, apa yang dilakukan, apa yang dikerjakan, sesuai pola pandangnya, memberi dampak yang berbeda pula. Hal yang sama bisa terjadi pada kita. Suatu kondisi dan keadaan yang menimpa misalnya krisis yang terjadi atau masalah yang menerjang akan memberi hasil yang berbeda jika kita bisa mengubah sudut pandang menjadi lebih positif.
Dengan pola pikir yang positif, kita akan mempunyai cara berpikir yang lebih luas untuk memperbaiki keadaan. Saat gagal, bisa menjadi momen untuk belajar memperbaiki apa yang salah. Saat terjatuh, bisa menjadi masa mengevaluasi diri agar mampu bangkit lagi.
Mari, kita perbaiki sudut pandang kita terhadap segala hal yang kita jumpai dengan pola pikir yang selalu positif. Sehingga, setiap hasil apa pun yang kita dapati dapat menjadi hal yang selalu penuh arti. Salam sukses luar biasa!
Adrie Wongso
Karena itulah, sang ibu dan dua anak kembar mereka yang masih berusia belasan tahun terpaksa harus bekerja keras. Sang ibu membuat kue dan dua anak mereka menjualnya sembari berangkat ke sekolah. Dalam masa enam bulan itu, kondisi sang ayah terus memburuk. Hingga suatu hari ia memanggil istri dan kedua anak kesayangannya.
“Istriku, waktuku sepertinya sudah tak lama lagi. Terima kasih sudah mendampingiku selama ini dan mendidik dua anak kita dengan baik. Tolong jaga mereka,” kata sang ayah. “Anakku yang sangat kusayangi. Aku juga berpesan dua hal kepada kalian. Pertama, jangan pernah menagih piutang kalian. Kedua, jangan biarkan diri kalian terbakar sinar matahari.”
Dua anak itu saling berpandangan. Mereka pun bertanya, “Apa maksud ucapan Ayah?” Namun, belum sempat dijawab, sang ayah sudah mengembuskan napas terakhirnya. Mereka pun menangisi kepergian orang yang sangat mereka cintai, sembari memikirkan, apa maksud pesan terakhir sang ayah. Waktu berganti, tahuntahun pun berlalu.
Dua pemuda kembar itu berpisah untuk mencari jalan hidupnya masing-masing. Hingga suatu hari ibu mereka berniat untuk mengunjungi dua anaknya yang tinggal berjauhan. Kali pertama, sang ibu mendatangi anak kedua. Saat itu ia baru tahu, mengapa anak keduanya kerap mengeluh di surat yang selalu dikirimnya. Dia hidup miskin, tubuhnya kurus kering. Ia pun bertanya, “Anakku, mengapa kamu bisa mengalami kondisi seperti ini?” tanyanya.
“Ibu... saya hanya menjalankan pesan ayah.” Jawabnya. “Yaitu, jangan pernah menagih piutang dan jangan sampai terbakar matahari. Pesan pertama saya laksanakan! Setiap ada yang berutang, saya tak pernah menagihnya kecuali mereka sendiri yang membayar. Itu membuat banyak orang yang berutang malah tak pernah membayar.
Yang kedua, karena tak boleh terbakar sinar matahari, ketika sedang ada uang, saya gunakan semuanya untuk membeli mobil sendiri. Akibatnya, saat ini uang saya tidak pernah cukup,” sebut si anak kedua memelas. Si ibu yang kasihan lantas meminta si anak kedua ikut kembali tinggal bersamanya. Namun, sebelum itu ia ingin menemui anak pertamanya.
Ternyata, dia hidup sukses dan bahagia. Apa yang membuat kondisi anak pertama sangat berbeda dengan anak kedua? Si anak pertama pun menjawab, “Ibu, saya hanya menjalankan pesan yang diberikan ayah dulu. Waktu itu, ayah meminta saya tidak boleh menagih piutang. Maka itu, saya pun berusaha semaksimal mungkin tidak pernah membiarkan orang berutang. Untuk setiap barang yang saya jual, saya wajibkan untuk bayar di awal. Kemudian untuk mematuhi pesan kedua, saya selalu pergi pagi-pagi sekali dan baru pulang saat sudah malam.
Saya pun bisa memaksimalkan waktu untuk bisa mencapai hasil hingga seperti sekarang.” Si ibu mengangguk-angguk perlahan. Rupanya, dua anak kembar itu punya perbedaan cara pandang dalam menerima pesan sang ayah yang belum sempat dijelaskan. Perbedaan itulah yang membuat mereka punya nasib yang berbeda.
The Cup of Wisdom
Dalam kisah tersebut, sangat jelas bahwa pesan yang sama bisa punya dua pemaknaan yang berbeda. Satu orang menyikapinya dengan cara yang positif, sedangkan yang kedua menerjemahkannya dengan cara yang berbeda sehingga pola pikirnya cenderung negatif.
Akibat itu, apa yang dilakukan, apa yang dikerjakan, sesuai pola pandangnya, memberi dampak yang berbeda pula. Hal yang sama bisa terjadi pada kita. Suatu kondisi dan keadaan yang menimpa misalnya krisis yang terjadi atau masalah yang menerjang akan memberi hasil yang berbeda jika kita bisa mengubah sudut pandang menjadi lebih positif.
Dengan pola pikir yang positif, kita akan mempunyai cara berpikir yang lebih luas untuk memperbaiki keadaan. Saat gagal, bisa menjadi momen untuk belajar memperbaiki apa yang salah. Saat terjatuh, bisa menjadi masa mengevaluasi diri agar mampu bangkit lagi.
Mari, kita perbaiki sudut pandang kita terhadap segala hal yang kita jumpai dengan pola pikir yang selalu positif. Sehingga, setiap hasil apa pun yang kita dapati dapat menjadi hal yang selalu penuh arti. Salam sukses luar biasa!
Adrie Wongso
(ftr)