Bea Keluar Rumput Laut Ditolak

Selasa, 24 Februari 2015 - 10:44 WIB
Bea Keluar Rumput Laut...
Bea Keluar Rumput Laut Ditolak
A A A
JAKARTA - Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) meminta pemerintah mengkaji kembali rencana pemberlakuan bea keluar (BK) untuk ekspor rumput laut kering.

Kebijakan tersebut dinilai tidak tepat karena akan membawa pengaruh terhadap produktivitas rumput laut nasional. “Produksi rumput laut cukup baik, namun penyerapan industri nasional untuk rumput laut sebagai bahan baku itu masih sangat rendah. Sehingga, para pelaku lebih memilih untuk mengekspornya, terlebih karena harga rumput laut di luar negeri nilainya lebih tinggi dan sistem pembayarannya pun lebih cepat,” kata Ketua ARLI Safari Azis akhir pekan lalu.

Menurut dia, ketersediaan bahan baku rumput laut di tingkat petani masih banyak tersedia. Hal ini terlihat dari data formal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mencatat bahwa produksi rumput laut mencapai lebih dari 10 juta ton basah jika dikonversi 10:1 menjadi kering, maka angkanya menjadi 1 juta ton rumput laut kering (tahun 2014). Sementara, kebutuhan Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (ASTRULI) hanya mencapai 87.429 ton (tahun 2015).

“Ketersediaan bahan baku rumput laut banyak, tapi serapan industri nasional masih kecil jumlahnya sehingga banyak diekspor karena tidak ada opsi lain. Jadi, seharusnya tidak ada istilah industri dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku. Selain itu, jika BK diberlakukan, petani tidak lagi berhasrat untuk menanam rumput laut karena keterbatasan serapan pasar,” ungkap Safari. Rencananya pemerintah akan menerapkan pengenaan BK sebesar 21% untuk rumput laut jenis E. Cottonii , 44% untuk Gracillaria , dan 12% untuk E. Spinosum.

Safari menilai penetapan BK ini akan berimbas pada menurunnya produksi rumput laut dan mengancam komoditas unggulan komparatif sebagai negara maritim. Menurut Safari, pengenaan BK rumput laut tidak jelas dasar-dasarnya dan pemerintah tidak pernah melakukan konsultasi dengan para gubernur dan bupati daerah penghasil rumput laut maupun dengan produsennya, sehingga berkesan ada kesewenangan pemerintah pusat.

Safari menuturkan, dengan adanya isu ini, para pedagang cenderung lebih berhati-hati membeli dari petani.

Inda susanti
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0474 seconds (0.1#10.140)