Pemerintah Disarankan Bangun Pipa Gas Rumah Tangga
A
A
A
JAKARTA - Pengamat minyak dan gas (migas) sekaligus anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Kurtubi mengatakan, untuk meninimalisir ketergantungan impor gas, pemerintah disarankan membangun pipa gas rumah tangga.
Saat ini, impor gas Indonesia mencapai 70% dari kebutuhan gas nasional.
"kita tidak boleh menggantungkan energi rumah tangga dari impor. Kalau kita tergantung dari energi impor maka berbahaya bagi negara. Sebab itu, pemerintah segera bangun infrastruktur pipa gas, sehingga kebutuhan rumah tangga dipenuhi pipa, terutama daerah yang dilalui pipa gas induk," kata Kurtubi kepada Sindonews, Selasa (24/2/2015).
Kurtubi menjelaskan, saat ini impor gas Indonesia mencapai 70% dari total kebutuhan dalam negeri. Jika harga elpiji internasional naik maka elpiji 12 kilogram (kg) juga ikut naik, sehingga orang akan beralih ke elpiji 3 kg yang masih disubsidi pemerintah.
Sementara itu, Kurtubi menambahkan, pembatasan pembelian elpiji 3 kg sulit dilakukan lantaran kontrol pemerintah yang terbatas.
"Kita teori gampang, tapi pengawasan susah, pembelian 3 kg sulit dibatasi. Untuk jangka panjang kita tidak boleh bergantung pada impor. Ketergantungan ini akan berbahaya bagi keamanan energi nasional," imbuhnya.
Bukan hanya itu, Kurtubi menjelaskan, kenaikan harga elpiji 3 kg di pengecer juga akan berdampak pada penambahan suplai elpiji 3 kg oleh pemerintah. Kebijakan ini akan membengkakkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pemerintah.
"Pasti membengkakkan subsidi elpiji, itu konsekuensi menaikkan elpiji 12 kg. Kalau pemerintah berani menaikkan 12 kg, harus berani menambah yang 3 kg," tandasnya.
Saat ini, impor gas Indonesia mencapai 70% dari kebutuhan gas nasional.
"kita tidak boleh menggantungkan energi rumah tangga dari impor. Kalau kita tergantung dari energi impor maka berbahaya bagi negara. Sebab itu, pemerintah segera bangun infrastruktur pipa gas, sehingga kebutuhan rumah tangga dipenuhi pipa, terutama daerah yang dilalui pipa gas induk," kata Kurtubi kepada Sindonews, Selasa (24/2/2015).
Kurtubi menjelaskan, saat ini impor gas Indonesia mencapai 70% dari total kebutuhan dalam negeri. Jika harga elpiji internasional naik maka elpiji 12 kilogram (kg) juga ikut naik, sehingga orang akan beralih ke elpiji 3 kg yang masih disubsidi pemerintah.
Sementara itu, Kurtubi menambahkan, pembatasan pembelian elpiji 3 kg sulit dilakukan lantaran kontrol pemerintah yang terbatas.
"Kita teori gampang, tapi pengawasan susah, pembelian 3 kg sulit dibatasi. Untuk jangka panjang kita tidak boleh bergantung pada impor. Ketergantungan ini akan berbahaya bagi keamanan energi nasional," imbuhnya.
Bukan hanya itu, Kurtubi menjelaskan, kenaikan harga elpiji 3 kg di pengecer juga akan berdampak pada penambahan suplai elpiji 3 kg oleh pemerintah. Kebijakan ini akan membengkakkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pemerintah.
"Pasti membengkakkan subsidi elpiji, itu konsekuensi menaikkan elpiji 12 kg. Kalau pemerintah berani menaikkan 12 kg, harus berani menambah yang 3 kg," tandasnya.
(rna)