Pemerintah Tata Ulang Pelabuhan Batu Bara
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan menata ulang 200 pelabuhan batu bara sebelum merealisasikan pembangunan 14 pelabuhan khusus batu bara. Penataan ulang tersebut mencakup pelabuhan batu bara perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) maupun izin usaha pertambangan (IUP).
”Perlu waktu menerapkan pelabuhan khusus batu bara secara permanen. Kita masih akan menggunakan pelabuhan yang sudah ada yang kita tata ulang. Ini kita sebut semacam masa transisi,” ujar Direktur Pembinaan Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko di Jakarta kemarin.
Ke depan pemerintah berencana menetapkan sebanyak 14 pelabuhan khusus batu bara utama, yang berlokasi di Kalimantan dan Sumatera. Wilayah Kalimantan mencakup Kalimantan Timur, Balikpapan Bay, Berau dan Maliy, Kalimantan Selatan, Tobaneo, Pulau Laut, Sungai Danau dan Batu Licin. Wilayah Sumatera mencakup Nanggroe Aceh Darussalam, Padang Bay, Riau Bay, Jambi Bay, Bengkulu Port, Tanjung Api-Api, dan Tarahan.
Sebelumnya pemerintah telah meresmikan pembangunan pelabuhan induk dan pengolahan batu bara milik PT Asiatic Universal Indonesia di Muara Badak dan Merangkayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pembangunan ditargetkan selesai dalam jangka waktu dua tahun ke depan dengan investasi sebesar Rp4 triliun. Pelabuhan di Muara Badak merupakan bagian dari 14 pelabuhan khusus batu bara yang direncanakan pemerintah.
Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Bob Kamandanu berharap, pelabuhan resmi batu bara nantinya bisa mengakomodasi volume batu bara hingga 30 juta- 40 juta ton per tahun. Selain itu, lokasi pelabuhan resmi sebaiknya tidak jauh dari lokasi tambang dan dilengkapi fasilitas penunjang lainnya. ”Jangan sampai malah menjadi tidak ekonomis,” tandasnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sukhyar mengatakan, batu bara merupakan penyumbang pendapatan negara terbesar untuk sektor minerba. Namun, seiring rencana pemerintah meningkatkan pemanfaatan batu bara dalam negeri (domestic market obligation /DMO), penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari batu bara akan diturunkan secara bertahap.
”Kontribusi batu bara ke PNBP itu 86% dari total target sektor minerba tahun ini Rp52,2 triliun. Tapi, nanti menurun di 2019 menjadi Rp42,1 triliun dengan rencana produksi batu bara sebesar 400 juta ton,” ungkapnya. Sepanjang 2015 produksi batu bara nasional ditargetkan sebesar 425 juta ton dengan jumlah ekspor 323 juta ton dan DMO sebesar 102 juta ton.
Pada 2016, dari total produksi batu bara yang ditargetkan sebesar 419 juta, ekspor batu bara dialokasikan sebesar 308 juta ton dan DMO 111 juta ton. Alokasi DMO baru akan melampaui ekspor pada 2019, yakni sebesar 240 juta ton, sementara ekspor hanya 160 juta ton dari total produksi batu bara nasional sebesar 400 juta ton.
Nanang wijayanto
”Perlu waktu menerapkan pelabuhan khusus batu bara secara permanen. Kita masih akan menggunakan pelabuhan yang sudah ada yang kita tata ulang. Ini kita sebut semacam masa transisi,” ujar Direktur Pembinaan Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko di Jakarta kemarin.
Ke depan pemerintah berencana menetapkan sebanyak 14 pelabuhan khusus batu bara utama, yang berlokasi di Kalimantan dan Sumatera. Wilayah Kalimantan mencakup Kalimantan Timur, Balikpapan Bay, Berau dan Maliy, Kalimantan Selatan, Tobaneo, Pulau Laut, Sungai Danau dan Batu Licin. Wilayah Sumatera mencakup Nanggroe Aceh Darussalam, Padang Bay, Riau Bay, Jambi Bay, Bengkulu Port, Tanjung Api-Api, dan Tarahan.
Sebelumnya pemerintah telah meresmikan pembangunan pelabuhan induk dan pengolahan batu bara milik PT Asiatic Universal Indonesia di Muara Badak dan Merangkayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pembangunan ditargetkan selesai dalam jangka waktu dua tahun ke depan dengan investasi sebesar Rp4 triliun. Pelabuhan di Muara Badak merupakan bagian dari 14 pelabuhan khusus batu bara yang direncanakan pemerintah.
Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Bob Kamandanu berharap, pelabuhan resmi batu bara nantinya bisa mengakomodasi volume batu bara hingga 30 juta- 40 juta ton per tahun. Selain itu, lokasi pelabuhan resmi sebaiknya tidak jauh dari lokasi tambang dan dilengkapi fasilitas penunjang lainnya. ”Jangan sampai malah menjadi tidak ekonomis,” tandasnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sukhyar mengatakan, batu bara merupakan penyumbang pendapatan negara terbesar untuk sektor minerba. Namun, seiring rencana pemerintah meningkatkan pemanfaatan batu bara dalam negeri (domestic market obligation /DMO), penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari batu bara akan diturunkan secara bertahap.
”Kontribusi batu bara ke PNBP itu 86% dari total target sektor minerba tahun ini Rp52,2 triliun. Tapi, nanti menurun di 2019 menjadi Rp42,1 triliun dengan rencana produksi batu bara sebesar 400 juta ton,” ungkapnya. Sepanjang 2015 produksi batu bara nasional ditargetkan sebesar 425 juta ton dengan jumlah ekspor 323 juta ton dan DMO sebesar 102 juta ton.
Pada 2016, dari total produksi batu bara yang ditargetkan sebesar 419 juta, ekspor batu bara dialokasikan sebesar 308 juta ton dan DMO 111 juta ton. Alokasi DMO baru akan melampaui ekspor pada 2019, yakni sebesar 240 juta ton, sementara ekspor hanya 160 juta ton dari total produksi batu bara nasional sebesar 400 juta ton.
Nanang wijayanto
(bbg)