Ekonom: Cadangan Devisa Indonesia Masih Aman
A
A
A
JAKARTA - Ekonom dari Indef Eko Listiyanto menilai, cadangan devisa (cadev) menjadi sebesar USD115,5 miliar masih terbilang aman. Pasalnya, cadev yang angkanya sudah di atas USD100 miliar, sudah dapat membiayai lebih dari 6,5 bulan impor dan pembayaran utang swasta.
Meski demikian, jika melihat kondisi sekarang di mana nilai tukar rupiah terus merosot maka cadev yang tinggi tidak banyak membantu. "Nah akan lebih baik digunakan untuk operasi moneter. Supaya nilai tukar rupiahnya bisa stabil," ujar Eko saat dihubungi Koran Sindo, Sabtu (8/3/2015).
Menurutnya, pemerintah harus ada pemahaman antara menjaga nominal dengan menjaga fundamental perekonomian. Pasalnya, nominal rupiah yang ditetapkan awal tahun sekitar Rp12.500/USD belum ada sebulan sudah hampir ke Rp13.000/USD.
"Nah ini kan sesuatu yang dipersepsikan pasar 'kok ini kebijakan moneter berat sekali'. Padahal mungkin amunisinya belum dikeluarkan," imbuhnya.
Namun, jik amunisi sudah dikeluarkan dapat menenangkan pasar sehingga ada optimisme bagi pelaku kepentingan. "Tapi kan cadev juga tidak boleh dihambur-hamburkan juga, karena sepanjang 2015 akan ada tantangan yang dihadapi. Kaya misalkan Amerika sudah menggerakan suku bunganya, nah ini akan ada lagi tantangan selanjutnya," jelas dia.
Pihaknya juga memandang, BI sudah mulai berpikir jangka panjang terhadap nilai tukar ini. Tetapi, untuk sekarang karena terus menerus turun dan mulai terlihat bahwa ternyata tidak semua negara-negara yang setara dengan Indonesia depresiasinya separah negara ini, maka itu dapat diartikan Indonesia cukup labil.
Jadi, dari situ memang sangat penting menjaga nilai nominal meskipun cadangan devisa yang tinggi memberikan optimisme. Namun, ketika situasi ekonomi tidak menunjukan indikator-indikator yang baik, maka cadev itu tidak dapat membantu.
"Karena cadev sifatnya seperti pelampung dipakai ketika dibutuhkan. Makanya kalau BI intervensi ya bisa agar nominal dari rupiah tidak terlalu depresiasi terus," tutup dia.
Sekadar info, posisi cadev Indonesia akhir Februari 2015 tercatat sebesar USD115,5 miliar, meningkat USD1,3 miliar dari posisi akhir Januari 2015 sebesar USD114,2 miliar.
Meski demikian, jika melihat kondisi sekarang di mana nilai tukar rupiah terus merosot maka cadev yang tinggi tidak banyak membantu. "Nah akan lebih baik digunakan untuk operasi moneter. Supaya nilai tukar rupiahnya bisa stabil," ujar Eko saat dihubungi Koran Sindo, Sabtu (8/3/2015).
Menurutnya, pemerintah harus ada pemahaman antara menjaga nominal dengan menjaga fundamental perekonomian. Pasalnya, nominal rupiah yang ditetapkan awal tahun sekitar Rp12.500/USD belum ada sebulan sudah hampir ke Rp13.000/USD.
"Nah ini kan sesuatu yang dipersepsikan pasar 'kok ini kebijakan moneter berat sekali'. Padahal mungkin amunisinya belum dikeluarkan," imbuhnya.
Namun, jik amunisi sudah dikeluarkan dapat menenangkan pasar sehingga ada optimisme bagi pelaku kepentingan. "Tapi kan cadev juga tidak boleh dihambur-hamburkan juga, karena sepanjang 2015 akan ada tantangan yang dihadapi. Kaya misalkan Amerika sudah menggerakan suku bunganya, nah ini akan ada lagi tantangan selanjutnya," jelas dia.
Pihaknya juga memandang, BI sudah mulai berpikir jangka panjang terhadap nilai tukar ini. Tetapi, untuk sekarang karena terus menerus turun dan mulai terlihat bahwa ternyata tidak semua negara-negara yang setara dengan Indonesia depresiasinya separah negara ini, maka itu dapat diartikan Indonesia cukup labil.
Jadi, dari situ memang sangat penting menjaga nilai nominal meskipun cadangan devisa yang tinggi memberikan optimisme. Namun, ketika situasi ekonomi tidak menunjukan indikator-indikator yang baik, maka cadev itu tidak dapat membantu.
"Karena cadev sifatnya seperti pelampung dipakai ketika dibutuhkan. Makanya kalau BI intervensi ya bisa agar nominal dari rupiah tidak terlalu depresiasi terus," tutup dia.
Sekadar info, posisi cadev Indonesia akhir Februari 2015 tercatat sebesar USD115,5 miliar, meningkat USD1,3 miliar dari posisi akhir Januari 2015 sebesar USD114,2 miliar.
(izz)