Pertamina Sebaiknya Menjadi Holding Migas
A
A
A
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, Pertamina sebaiknya menjadi holding perusahaan minyak dan gas (migas) milik pemerintah, karena akan menyegarkan industri migas Indonesia ke arah yang lebih baik.
Bahkan bisa membuat lebih efisiensi, menghapuskan tumpang tindih kebijakan yang selama ini membingungkan, revitalisasi perencanaan pengelolaan migas akan dapat dimulai secara terencana.
"Saya sangat yakin, dengan menggabungkan industri migas dalam satu payung holding di bawah Pertamina, maka efisiensi, serta peningkatan produksi crude oil akan dapat ditata kembali," kata Kepala Koordinator Gas Industri Kadin Achmad Widjaya di Jakarta, Senin (9/3/2015).
Pertamina, kata dia, dengan pengalaman SDM-nya layak untuk dijadikan holding di dalam perusahaan migas. Semua perusahaan migas maupun regulator seperti SKK Migas, sebaiknya dilebur dan masuk ke dalam BUMN Pertamina. Apalagi, dulu sebelum ada SKK Migas, Pertamina memiliki Badan Pengelola Pelaksana Kontraktor Asing (BPPKA).
"Sehingga, kalau nantinya Pertamina dijadikan holding, maka SKK Migas bisa masuk ke dalam struktur tersebut, toh Pertamina pernah menjalankannya," tambah dia.
Achmad mengingatkan, masuknya SKK Migas ke dalam Pertamina akan menghindarkan pengelolaan migas yang tumpang tindih. Sehingga, lebih baik masuk ke dalam Pertamina, agar efisiensi migas dapat lebih terjamin.
"Sebenarnya bisa saja SKK Migas menjadi lembaga independen seperti OJK, namun menjadi bagian Pertamina, itu lebih baik lagi," ujarnya.
Indonesia dianggap cukup memiliki satu holding BUMN migas. Perusahaan migas lainnya seperti Perusahaan Gas Negara dan Pertagas, bisa masuk ke dalam Pertamina. "Maka, Pertamina yang menjadi holding akan semakin kuat nantinya," kata dia.
Senada dengan Achmad Widjaya, Pengamat Migas Marwan Batubara mengatakan, produksi crude oil Indonesia yang saat ini terus mengalami degradasi, membutuhkan efisiensi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbarukan ini. Apalagi, memasuki 2020, lifting minyak Indonesia hanya tinggal 500.000 barel per hari (bopd).
"Bayangkan, dengan jumlah produksi siap jual tinggal 500 ribu barel, kita tidak lagi membutuhkan banyak pengelola migas. Cukup menjadikan Pertamina selaku holding, lalu SKK Migas masuk ke dalam strukturnya, maka efisiensi berjalan, fokus pengelolaan migas akan semakin baik," kata Marwan.
Sementara itu, Forum Kajian Energi dan Mineral Indonesia (Forkei) sepakat, pembenahan usaha migas di Indonesia hanya dapat diperbaiki dengan memasukkan SKK Migas, PGN, dan Pertagas ke dalam unit-unit di Pertamina. "Dengan begitu, pengelolaan migas tidak saling berhimpitan. Saya yakin, lifting minyak akan dapat diperbaiki," kata Direktur Eksekutif Forkei Sabpri Piliang.
Bahkan bisa membuat lebih efisiensi, menghapuskan tumpang tindih kebijakan yang selama ini membingungkan, revitalisasi perencanaan pengelolaan migas akan dapat dimulai secara terencana.
"Saya sangat yakin, dengan menggabungkan industri migas dalam satu payung holding di bawah Pertamina, maka efisiensi, serta peningkatan produksi crude oil akan dapat ditata kembali," kata Kepala Koordinator Gas Industri Kadin Achmad Widjaya di Jakarta, Senin (9/3/2015).
Pertamina, kata dia, dengan pengalaman SDM-nya layak untuk dijadikan holding di dalam perusahaan migas. Semua perusahaan migas maupun regulator seperti SKK Migas, sebaiknya dilebur dan masuk ke dalam BUMN Pertamina. Apalagi, dulu sebelum ada SKK Migas, Pertamina memiliki Badan Pengelola Pelaksana Kontraktor Asing (BPPKA).
"Sehingga, kalau nantinya Pertamina dijadikan holding, maka SKK Migas bisa masuk ke dalam struktur tersebut, toh Pertamina pernah menjalankannya," tambah dia.
Achmad mengingatkan, masuknya SKK Migas ke dalam Pertamina akan menghindarkan pengelolaan migas yang tumpang tindih. Sehingga, lebih baik masuk ke dalam Pertamina, agar efisiensi migas dapat lebih terjamin.
"Sebenarnya bisa saja SKK Migas menjadi lembaga independen seperti OJK, namun menjadi bagian Pertamina, itu lebih baik lagi," ujarnya.
Indonesia dianggap cukup memiliki satu holding BUMN migas. Perusahaan migas lainnya seperti Perusahaan Gas Negara dan Pertagas, bisa masuk ke dalam Pertamina. "Maka, Pertamina yang menjadi holding akan semakin kuat nantinya," kata dia.
Senada dengan Achmad Widjaya, Pengamat Migas Marwan Batubara mengatakan, produksi crude oil Indonesia yang saat ini terus mengalami degradasi, membutuhkan efisiensi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbarukan ini. Apalagi, memasuki 2020, lifting minyak Indonesia hanya tinggal 500.000 barel per hari (bopd).
"Bayangkan, dengan jumlah produksi siap jual tinggal 500 ribu barel, kita tidak lagi membutuhkan banyak pengelola migas. Cukup menjadikan Pertamina selaku holding, lalu SKK Migas masuk ke dalam strukturnya, maka efisiensi berjalan, fokus pengelolaan migas akan semakin baik," kata Marwan.
Sementara itu, Forum Kajian Energi dan Mineral Indonesia (Forkei) sepakat, pembenahan usaha migas di Indonesia hanya dapat diperbaiki dengan memasukkan SKK Migas, PGN, dan Pertagas ke dalam unit-unit di Pertamina. "Dengan begitu, pengelolaan migas tidak saling berhimpitan. Saya yakin, lifting minyak akan dapat diperbaiki," kata Direktur Eksekutif Forkei Sabpri Piliang.
(izz)