Foodtruck dan Strategi Kuliner Kekinian

Rabu, 11 Maret 2015 - 09:15 WIB
Foodtruck dan Strategi Kuliner Kekinian
Foodtruck dan Strategi Kuliner Kekinian
A A A
Pada salah satu kicauannya, akun Twiter @JKTFoodtruck menyerukan ajakan yang berbunyi, “15 food trucks are ready to satisfy your appetite. So, come and join the party! Laugh, Eat, Share!”.

Tweet dari akun yang memiliki lebih dari 4.000 pengikut itu memang terbilang provokatif. Pengelolanya mencoba menggugah para netizen untuk turut bergabung pada event kuliner unik. Ya, unik karena makanan yang disajikan bukan dari dapur-dapur restoran atau mal.

Sesuai namanya, Foodtruck membawa dan mengolah makanan di dalam truk dan kendaraan-kendaraan besar lainnya yang didesain sedemikian rupa, menyerupai kedai siap saji. Di Tanah Air, fenomena foodtruck memang masih terbilang baru. Biasanya para pengelola restoran berjalan ini ‘mangkal’ di sejumlah pusat perbelanjaan di akhir pekan.

Tampilannya yang unik membuat daya tarik tersendiri bagi calon pembeli. Selain itu, beragam makanan juga dikemas secara apik sekaligus praktis. Tak jarang, banyak dari masyarakat yang hanya ingin melihat konvoi truk yang dihiasi gambar warna-warni. Food truckmodern diketahui mulai populer pada abad ke-19 yakni pada masa setelah terjadinya perang saudara di Texas, Amerika Serikat.

Setelah terjadi musibah itu, para penduduk mulai berpergian ke arah barat. Mereka harus membawa perbekalan termasuk makanan. Saat itu, masih belum banyak jalan kereta yang dibuat, sehingga segala bahan makanan diangkut oleh mobil hingga menuju tempat yang dituju. Lebih awal lagi, sejarah food truck dimulai pada tahun 1866.

Saat itu, seorang angkatan bersenjata Amerika Serikat bernama Charles Goodnight,menyiapkan sebuah tunggangan yang besar. Maksudnya agar bisa menaruh semua alat masak dan juga bahan makanan. Tujuannya agar ketika para tentara kelaparan, Charles bisa memasak di tempat. Di Indonesia, kehadiran foodtruck memang masih baru.

Di Jakarta saja, hanya beberapa orang yang mencoba bisnis kuliner model ini. Farina Rose adalah salah satunya. Perempuan yang akrab dipanggil Nina ini semula melihat peluang mengembangkan foodtruck bersama suaminya. Nina yang masih berusia 26 tahun, melirik potensi daya beli masyarakat Ibu Kota yang konsumtif dan senang halhal baru.

Menurutnya, foodtruck akan cocok bagi mereka yang suka berburu makanan. Namun, bisnis kuliner ini menurut pasangan ini ternyata memiliki tantangan cukup besar karena biasanya minat masyarakat hanya jangka pendek (euphoria semata). Meski penuh tantangan, Nina yang menamakan foodtruck-nya dengan ‘Ninochka’ itu tidak lantas menyerah.

Berbagai cara ia lakukan, termasuk mencoba mempromosikan kulinernya melalui media sosial. Menurut pengakuannya, inovasi sebesar apapun apabila tidak disampaikan kepada orang lain maka hasilnya akan lambat diterima. Dia menyadari bahwa promosi melalui media sosial merupakan hal yang penting dan mereka masih menggarap konten sosial media “Ninochka” untuk mendongkrak penjualannya lebih banyak lagi.

Sebelumnya dia belum melirik media sosial. Tapi dia sadar, media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram dan lain-lainnya ternyata mampu mendorong perkembangan bisnis. Dia berkaca pada sejumlah usaha kuliner yang banyak mempromosikan produknya melalui media sosial.

Nina mengakui, peranan inovasi dengan cara mengeluarkan produk baru dan menambahkan value dan produk yang sudah ada agar bisnis terus berjalan dan eksis di masyarakat. Saat ini, dia menyadari bahwa promosi melalui sosial merupakan hal yang penting. Kini dia pun berharap konten media sosial “Ninochka” bisa mendongkrak penjualannya lebih banyak lagi.

Ada pelajaran yang bisa kita petik dari kasus Ninochka. Sebagai brand, tentu saja kita ingin “berbeda” dan stands out dari keramaian yang lain. Untuk itu, selain kualitas, rasa dan penampilan makanan yang menjadi daya tarik utama akan berperan dalam branding.

Di samping itu, perlu juga membentuk brand strategy, brand visual identity hinga brand engagement dengan pelanggan dengan tujuan untuk menyampaikan poin yang ingin kita sampaikan. Apabila semua strategi di atas sudah secara konsisten dilaksanakan, maka diharapkan timbul suatu brand experience yang melekat di masyarakat, sehingga brand attachment pun meningkat.

Di sinilah peran sosial media karena akan berpengaruh pada brand awareness. Ini yang harus dijaga agar citra sebuah produk bisa melekat secara positif. Ingat, brand experience yang memuaskan akan mendorong konsumen meng-upload pesan positif. Begitu juga sebaliknya.

Jessica Natalie
Brand Consultant of DMID GROUP
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2306 seconds (0.1#10.140)