Rupiah Kian Melemah Bakal Berdampak ke Emiten
A
A
A
JAKARTA - Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Guntur Tri Haryanto mengatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terus terjadi akan berdampak signifikan pada emiten yang bahan bakunya tergantung impor.
Misalnya, emiten yang bergerak di sektor manufaktur, pakan ternak, farmasi dan baja. Selain itu, juga emiten yang memiliki utang besar dalam mata uang USD.
“Akan sangat berdampak pada emiten yang komponen impornya besar, sedangkan lainnya perusahaan yang memiliki utang dolar yang besar juga akan terkena dampak,” kata dia, Rabu (11/3/2015).
Kendati demikian, menurut dia, dampak terbesar akan dialami peruahaan yang mayoritas bahan bakunya diimpor. Pasalnya, besarnya komponen impor akan memengaruhi cost of goods sold (COGS).
“Jika instrumen impornya besar, misalnya di atas 50%, maka akan berpengaruh pada kenaikan COGS sekitar 1%-3%,” ungkap dia.
Adapun bagi emiten yang memiliki utang besar akan memengaruhi laba bersihnya. Namun, itu tergantung pada porsi utang maupun besar bunga pinjaman.
Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Isakayoga mengatakan, pelemahan rupiah juga menguntungkan emiten yang berorientasi ekspor.
“Kalau yang banyak menggunakan komponen bahan baku impor, tentunya akan berdamapak karena mereka mambelinya dengan USD. Sebaliknya jika emiten tersebut banyak melakukan ekspor akan diuntungkan,” jelasnya.
Menurut dia, emiten sektor kimia dan farmasi yang akan sangat terdampak akibat pelemahan rupiah karena sektor tersebut lebih banyak menggunakan bahan baku impor.
“Kalau mereka banyak belanja dengan USD mereka akan terkena. Besaran dampaknya tergantung dari seberapa besar komposisi impor tiap emiten,” tandasnya.
Misalnya, emiten yang bergerak di sektor manufaktur, pakan ternak, farmasi dan baja. Selain itu, juga emiten yang memiliki utang besar dalam mata uang USD.
“Akan sangat berdampak pada emiten yang komponen impornya besar, sedangkan lainnya perusahaan yang memiliki utang dolar yang besar juga akan terkena dampak,” kata dia, Rabu (11/3/2015).
Kendati demikian, menurut dia, dampak terbesar akan dialami peruahaan yang mayoritas bahan bakunya diimpor. Pasalnya, besarnya komponen impor akan memengaruhi cost of goods sold (COGS).
“Jika instrumen impornya besar, misalnya di atas 50%, maka akan berpengaruh pada kenaikan COGS sekitar 1%-3%,” ungkap dia.
Adapun bagi emiten yang memiliki utang besar akan memengaruhi laba bersihnya. Namun, itu tergantung pada porsi utang maupun besar bunga pinjaman.
Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Isakayoga mengatakan, pelemahan rupiah juga menguntungkan emiten yang berorientasi ekspor.
“Kalau yang banyak menggunakan komponen bahan baku impor, tentunya akan berdamapak karena mereka mambelinya dengan USD. Sebaliknya jika emiten tersebut banyak melakukan ekspor akan diuntungkan,” jelasnya.
Menurut dia, emiten sektor kimia dan farmasi yang akan sangat terdampak akibat pelemahan rupiah karena sektor tersebut lebih banyak menggunakan bahan baku impor.
“Kalau mereka banyak belanja dengan USD mereka akan terkena. Besaran dampaknya tergantung dari seberapa besar komposisi impor tiap emiten,” tandasnya.
(rna)