Efektifitas Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Dipertanyakan

Sabtu, 14 Maret 2015 - 18:57 WIB
Efektifitas Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Dipertanyakan
Efektifitas Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Dipertanyakan
A A A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mempertanyakan efektifitas paket kebijakan ekonomi yang akan dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pekan depan. Pasalnya, delapan poin yang menjadi jurus pemerintah untuk memperbaiki posisi current account deficit (CAD) bersifat jangka panjang.

Seperti diketahui, pemerintah akan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk meredam gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) serta memperbaiki posisi CAD. Dari delapan poin, sebanyak empat poin akan dikeluarkan pekan depan.

"Dari delapan jurus pemerintah, pertanyaannya mana yang betul akan efektif dalam jangka pendek. Karena ini bukan hanya persoalan nanti," ucapnya Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati di Jakarta, Sabtu (14/3/2015).

Dia mengatakan, pemerintah saat ini masih diselamatkan dengan stok barang di retailer yang masih ada, sehingga harga komoditas relatif tenang. Namun, jika kondisi rupiah loyo berkepanjangan, maka dapat dipastikan pengusaha akan menaikkan harga produknya.

"Dari delapan jurus kita seharusnya mengingat lagi mana yang jadi sumber pelemahannya. Sumber pelemahan itu karena CAD. Nah CAD ini harus clear," imbuhnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya mencari jalan keluar yang bisa dirasakan dampaknya dalam jangka pendek. Sebab, ada persoalan kupon jatuh tempo sebesar USD27 miliar yang membuat mata uang Garuda terus melemah.

"Mana kebijakan jangka pendek untuk menutup persoalan ini. Ini harus konkrit," tambah Enny.

Kebijakan pemerintah untuk memberikan insentif fiskal terhadap perusahaan orientasi ekspor pun dinilai tidak akan efektif untuk menggenjot ekspor. Pasalnya, saat ini ekspor Indonesia masih didominasi komoditas primer, sementara harga komoditas masih anjlok.

"Kemudian untuk mengerem impor migas, dengan memberi insentif untuk nabati. Kalau harga BBM hanya Rp6.700/USD, siapa investor yang tertarik untuk investasi nabati?," tanyanya.

Enny menambahkan, pemberian insentif untuk industri galangan kapal pun dirasa tidak akan mungkin ada dampaknya dalam kurun dua hingga tiga bulan mendatang. "Dari situ saja ketahuan, ini yang menyusun pengetahuan lapangannya di mana," tandas dia.
(dol)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6153 seconds (0.1#10.140)