Menciptakan Produk Sesuai Kebutuhan

Senin, 16 Maret 2015 - 09:48 WIB
Menciptakan Produk Sesuai...
Menciptakan Produk Sesuai Kebutuhan
A A A
Masih sedikitnya masyarakat yang menggunakan sistem syariah dalam bertransaksi keuangan ditengarai akibat minimnya produk syariah yang sesuai kebutuhan masyarakat.

Hingga kini banyak industri keuangan syariah yang meniru produk keuangan konvensional.

Hidup bersyariah yang saat ini gencar dipromosikan masih belum tercapai optimal. Tidak sedikit kalangan muslim di Indonesia masih belum mengetahui sepenuhnya tentang produk syariah di bidang perasuransian maupun perbankan.

Pada perbankan misalnya, produk syariah itu terdapat beberapa jenis. Di antaranya, Al-wadiah (Simpanan), pembiayaan dengan bagi hasil, Baial Murabahah, Baias-Salam, Baial Istishna, Al-Ijarah (leasing), Al-Wakalah (amanat), Al-Kafalah (garansi), Al-Hawalah, dan Ar-Rahn. Sementara, produk asuransi syariah tidak jauh berbeda dengan produk asuransi konvensional, namun menggunakan nama yang berbeda, yakni bernuansa Islam.

Produk dari asuransi syariah itu bisa meliputi asuransi jiwa, kesehatan, pendidikan, investasi, dan sebagainya. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman saat ini produk asuransi syariah jenis umum maupun jiwa masih banyak men-copypaste (meniru) produk konvensional. Semua itu hanya menyesuaikan akad dan sistem syariah yang bisa memberikan kebaikan bagi peserta (pemegang polis).

Namun selama perjalanannya, sudah terdapat beberapa produk yang memang secara khusus disusun oleh perusahaan asuransi syariah yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Lebih jauh dia menuturkan, pokok permasalahan asuransi syariah tidak semata dari produk, melainkan sistem yang menggunakan kaidah sesuai syariah.

Walaupun produk tersebut secara kasat mata terkesan sama, back bone-nya berbeda dari sistem dan akad yang digunakan.” Hal ini juga menjadi challenge bagi perusahaanasuransi syariah, termasuk dari asosiasi untuk mendorong lebih banyak lagi produk baru yang memang secara khas dan khusus menyasar pangsa pasar syariah,” ujar Erwin.

Erwin menegaskan, dibandingkan dengan produk konvensional, asuransi syariah hingga kini masih minim, yakni kurang dari 5%. Kendati demikian, penggunaan asuransi syariah cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, begitu juga dengan perusahaan ikut banyak bertambah. Menurut Erwin, bila melihat produknya, saat ini asuransi syariah yang dibutuhkan masyarakat terutama masyarakat di rural area (pelosok) adalah perlindungan terhadap aset seperti gerobak, toko, ruko, dan sebagainya.

Selain itu, perlunya perlindungan atas kelangsungan pendapatan bilamana mereka sakit atau biaya perawatan dan manfaat pengganti pendapatan. ”Untuk memenuhi kebutuhan ini, asosiasi masih terus berupaya menyusun produk yang tepat,” katanya. Produk penjaminan (agunan) untuk perbankan seperti penjaminan kendaraan bermotor dan harta benda berupa rumah, toko, gedung dan lainnya juga sangat dibutuhkan oleh mitra perbankan syariah.

Bagi perbankan, perlindungan ini sangat diperlukan sebagai mitigasi bilamana terjadi risiko terhadap agunan tadi, bilamana nasabah mengalami musibah yang menyebabkan kemampuan pelunasan ke bank menjadi berkurang. Dengan melihat fakta kekinian, Erwin mengatakan, para pelaku industri asuransi syariah mendapatkan angin segar dengan diterbitkannya Undang- Undang Perasuransian Nomor 40 Tahun 2014, yang memosisikan asuransi syariah sejajar dengan asuransi konvensional.

Di setiap pasal-pasalnya, penyebutan asuransi syariah sejajar dan mendapat perlakuan seimbang. Ketua Pelaksana Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin mengatakan, sebetulnya jenis produk syariah cukup variatif dibandingkan produk keuangan konvensional. Hanya, produk itu belum dikembangkan secara optimal oleh perusahaan syariah. Begitu juga dengan masyarakat, mereka belum mendapatkan edukasi yang optimal terkait produk-produk syariah yang baik.

Maruf Amin melanjutkan, lambannya perkembangan bisnis keuangan syariah karena adanya isu yang mengatakan bahwa produk keuangan syariah dan konvensional tidak ada bedanya. Bahkan, relatif tidak menguntungkan. Padahal, bisnis syariah ini sangat menguntungkan dan jauh dari ancaman risiko kerugian. ”Semua itu tidak terlepas dari sosialisasi dari seluruh elemen yang terkait. Tidak cukup menyerahkan ke perbankan, perusahaan pembiayaan, maupun asuransi syariah saja,” ungkapnya.

Dia berharap, ada political will dari pemerintah untuk memberikan ruang akselerasi bagi perbankan maupun lembaga keuangan syariah lainnya untuk memasarkan produknya dengan leluasa ke publik.

”Tanpa dukungan pemerintah, keuangan syariah sulit berkembang. Apalagi, kompetitornya perbankan dan lembaga keuangan konvensional yang sudah lama berdiri di negeri ini,” tandasnya.

Ilham safutra
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4880 seconds (0.1#10.140)