Walau Di-Bully, Bekasi Cocok untuk Investasi
A
A
A
Ramainya bullying soal Bekasi di media sosial menimbulkan sejumlah pertanyaan. Apakah benar Bekasi separah itu? Macet dan minim fasilitas. Lalu bagaimanakah nasib properti di Bekasi?
Ya, Bekasi sejak beberapa waktu lalu memang sedang menjadi topik hangat yang diperbincangkan, terutama di jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook . Tidak sedikit masyarakat pengguna media sosial yang mem-bully Bekasi dengan berbagai pernyataan disertai gambar lelucon.
Yayat Supriatna, pengamat tata kota, mengatakan hal itu merupakan salah satu cara warga Bekasi menyampaikan unekunek karena kondisi Bekasi yang sudah tidak lagi nyaman. “Yang banyak dikeluhkan masyarakat adalah padatnya akses dari Jakarta menuju Bekasi sehingga waktu tempuh dari dan menuju Bekasi menjadi lama,” sebutnya.
Memang Bekasi merupakan kota penunjang Jakarta, hampir sebagian besar warga Bekasi bekerja di Jakarta sehingga menyebabkan arus lalu lintas Bekasi- Jakarta menjadi padat. Sebenarnya banyak akses dari Bekasi menuju Jakarta. Tercatat ada 10 pintu tol menuju Bekasi, yakni pintu tol Pondok Gede, Jatibening, Kali Malang, Bintara, Bekasi Barat, Bekasi Timur, Tambun, Cibitung, Cikarang, dan Pasar Ranji.
Namun, memang kepadatan selalu terjadi di semua pintu keluar tol tersebut. Pintu tol Bekasi Barat, misalnya, setiap pagi dan sore hari dipenuhi kendaraankendaraan beroda empat, ditambah lagi dengan bus-bus besar yang mengarah ke Terminal Bekasi. Ini juga terjadi di Bekasi Timur. Di sana akses dari dan menuju jalan tol terlalu sempit sehingga timbul kemacetan cukup parah.
Ini pulalah yang dikatakan Hilmi Melanie, arsitek yang tinggal tidak jauh dari pintu tol Bekasi Barat, dan Yudi, desainer grafis yang tinggal di Bekasi sejak 1991. Menurut mereka, pintu tol memang menjadi sumber kemacetan di Bekasi. “Kalau di dalam kota Bekasinya sendiri sebenarnya enggak terlalu macet.
Padat tapi masih bisa jalan,” ucap Hilmi. Selain area pintu tol yang macet, lamanya waktu tempuh karena padatnya jalan tol dari Bekasi menuju Jakarta. Bergabungnya tol Bekasi dengan tol menuju Cikampek dan kawasan industri Cikarang menambah kemacetan ini. Menurut Yudi, sebelum jalan JORR Cikunir-Cilincing dibangun, kemacetan di dalam tol tidak seperti sekarang ini.
Namun, sejak adanya tol tersebut, truk-truk yang menuju dari Tanjung Priok jadi melewati tempat ini sehingga menyebabkan kemacetan. Karena macet itulah, sebagian besar warga Bekasi yang bekerja di Jakarta lebih memilih menggunakan angkutan kereta, seperti yang dilakukan Hilmi dan beberapa kawannya.
Hal lain yang menjadi bahan cemoohan warga, yakni soal panas yang menerpa Bekasi. Sepanjang pemantauan KORAN SINDO , memang terlihat penghijauan di Bekasi amat minim. Jarang ditemukan ruang terbuka hijau ataupun pohon-pohon di pinggir jalan. Hal inilah yang membuat wajah Kota Bekasi terlihat gersang.
Di sepanjang Jalan Raya Bekasi misalnya, yang tampak hanyalah deretan bangunan tanpa ada sedikit pun pohon di sana. Lalu, apakah Bekasi baik untuk investasi dan lengkap untuk tempat tinggal? Yudi mengaku masih ingin membeli rumah di Bekasi, asalkan masih berbatasan langsung dengan Jakarta. Jika berbatasan langsung, ia masih bisa mencari alternatif untuk menuju Jakarta.
Soal udara panas, ia mengatakan, “Jakarta dan Depok juga panas.” Ghofar Nazila, Presiden Direktur PT Relife Realty Indonesia, yang juga memiliki perumahan di Bekasi, mengatakan bahwa sebenarnya Bekasi punya potensi yang cukup tinggi karena masih banyak lahan yang tersedia.
“Kota-kota penyangga selalu punya prospek. Di Jakarta kan sudah tidak mungkin membangun rumah. Depok lahannya sudah mulai habis karena kotanya memang kecil. Nah, Bekasi memiliki lahan yang luas, cukup besar sehingga masih banyak lahan yang dapat dikembangkan,” ucap Ghofar.
Sebagai lahan investasi, membeli rumah di Bekasi amat menjanjikan. Menurut cerita Ghofar, kenaikan harga rumah di Bekasi saat ini sangat tinggi. Dalam dua tahun, harga rumah bisa mencapai kenaikan sebesar 220%. “Lihat saja pengembang besar seperti Summarecon membangun perumahan besar di sana. Itu artinya ada potensi besar di sana,” tuturnya.
Aprilia s andyna
Ya, Bekasi sejak beberapa waktu lalu memang sedang menjadi topik hangat yang diperbincangkan, terutama di jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook . Tidak sedikit masyarakat pengguna media sosial yang mem-bully Bekasi dengan berbagai pernyataan disertai gambar lelucon.
Yayat Supriatna, pengamat tata kota, mengatakan hal itu merupakan salah satu cara warga Bekasi menyampaikan unekunek karena kondisi Bekasi yang sudah tidak lagi nyaman. “Yang banyak dikeluhkan masyarakat adalah padatnya akses dari Jakarta menuju Bekasi sehingga waktu tempuh dari dan menuju Bekasi menjadi lama,” sebutnya.
Memang Bekasi merupakan kota penunjang Jakarta, hampir sebagian besar warga Bekasi bekerja di Jakarta sehingga menyebabkan arus lalu lintas Bekasi- Jakarta menjadi padat. Sebenarnya banyak akses dari Bekasi menuju Jakarta. Tercatat ada 10 pintu tol menuju Bekasi, yakni pintu tol Pondok Gede, Jatibening, Kali Malang, Bintara, Bekasi Barat, Bekasi Timur, Tambun, Cibitung, Cikarang, dan Pasar Ranji.
Namun, memang kepadatan selalu terjadi di semua pintu keluar tol tersebut. Pintu tol Bekasi Barat, misalnya, setiap pagi dan sore hari dipenuhi kendaraankendaraan beroda empat, ditambah lagi dengan bus-bus besar yang mengarah ke Terminal Bekasi. Ini juga terjadi di Bekasi Timur. Di sana akses dari dan menuju jalan tol terlalu sempit sehingga timbul kemacetan cukup parah.
Ini pulalah yang dikatakan Hilmi Melanie, arsitek yang tinggal tidak jauh dari pintu tol Bekasi Barat, dan Yudi, desainer grafis yang tinggal di Bekasi sejak 1991. Menurut mereka, pintu tol memang menjadi sumber kemacetan di Bekasi. “Kalau di dalam kota Bekasinya sendiri sebenarnya enggak terlalu macet.
Padat tapi masih bisa jalan,” ucap Hilmi. Selain area pintu tol yang macet, lamanya waktu tempuh karena padatnya jalan tol dari Bekasi menuju Jakarta. Bergabungnya tol Bekasi dengan tol menuju Cikampek dan kawasan industri Cikarang menambah kemacetan ini. Menurut Yudi, sebelum jalan JORR Cikunir-Cilincing dibangun, kemacetan di dalam tol tidak seperti sekarang ini.
Namun, sejak adanya tol tersebut, truk-truk yang menuju dari Tanjung Priok jadi melewati tempat ini sehingga menyebabkan kemacetan. Karena macet itulah, sebagian besar warga Bekasi yang bekerja di Jakarta lebih memilih menggunakan angkutan kereta, seperti yang dilakukan Hilmi dan beberapa kawannya.
Hal lain yang menjadi bahan cemoohan warga, yakni soal panas yang menerpa Bekasi. Sepanjang pemantauan KORAN SINDO , memang terlihat penghijauan di Bekasi amat minim. Jarang ditemukan ruang terbuka hijau ataupun pohon-pohon di pinggir jalan. Hal inilah yang membuat wajah Kota Bekasi terlihat gersang.
Di sepanjang Jalan Raya Bekasi misalnya, yang tampak hanyalah deretan bangunan tanpa ada sedikit pun pohon di sana. Lalu, apakah Bekasi baik untuk investasi dan lengkap untuk tempat tinggal? Yudi mengaku masih ingin membeli rumah di Bekasi, asalkan masih berbatasan langsung dengan Jakarta. Jika berbatasan langsung, ia masih bisa mencari alternatif untuk menuju Jakarta.
Soal udara panas, ia mengatakan, “Jakarta dan Depok juga panas.” Ghofar Nazila, Presiden Direktur PT Relife Realty Indonesia, yang juga memiliki perumahan di Bekasi, mengatakan bahwa sebenarnya Bekasi punya potensi yang cukup tinggi karena masih banyak lahan yang tersedia.
“Kota-kota penyangga selalu punya prospek. Di Jakarta kan sudah tidak mungkin membangun rumah. Depok lahannya sudah mulai habis karena kotanya memang kecil. Nah, Bekasi memiliki lahan yang luas, cukup besar sehingga masih banyak lahan yang dapat dikembangkan,” ucap Ghofar.
Sebagai lahan investasi, membeli rumah di Bekasi amat menjanjikan. Menurut cerita Ghofar, kenaikan harga rumah di Bekasi saat ini sangat tinggi. Dalam dua tahun, harga rumah bisa mencapai kenaikan sebesar 220%. “Lihat saja pengembang besar seperti Summarecon membangun perumahan besar di sana. Itu artinya ada potensi besar di sana,” tuturnya.
Aprilia s andyna
(bbg)